Ketika Naya, gadis cantik dari desa, bekerja sebagai babysitter sekaligus penyusui bagi bayi dari keluarga kaya, ia hanya ingin mencari nafkah.
Namun kehadirannya malah menjadi badai di rumah besar itu.
Majikannya, Arya Maheswara, pria tampan dan dingin yang kehilangan istrinya, mulai terganggu oleh kehangatan dan kelembutan Naya.
Tubuhnya wangi susu, senyumnya lembut, dan caranya menimang bayi—terlalu menenangkan… bahkan untuk seorang pria yang sudah lama mati rasa.
Di antara tangis bayi dan keheningan malam, muncul sesuatu yang tidak seharusnya tumbuh — rasa, perhatian, dan godaan yang membuat batas antara majikan dan babysitter semakin kabur.
“Kau pikir aku hanya tergoda karena tubuhmu, Naya ?”
“Lalu kenapa tatapan mu selalu berhenti di sini, Tuan ?”
“Karena dari situ… kehangatan itu datang.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Buka Lebar Pahamu +++
...0o0__0o0...
...Hening itu terasa menekan....
...Seakan seluruh kamar ikut menahan napas, menunggu jawaban dari gadis yang kini berada di bawah tubuh pria paling berbahaya dalam hidupnya....
...Naya memandang Arya tanpa berkedip. Tatapan-nya lembut… lalu menjadi dingin. Lebih tajam dari sebelum-nya....
...“Tidak,” bisiknya pada akhirnya....
...Satu kata yang jatuh seperti cambuk....
...Arya membeku....
...Rahang-nya menegang. Napasnya berubah berat—dengan cara yang membuat udara terasa lebih gelap, lebih menakutkan. Tangan besar itu mencengkeram kasur di dekat wajah Naya hingga urat-uratnya menonjol....
...“Tidak ?” ulang Arya, rendah… nyaris seperti geraman yang menahan amarah dan gairah sekaligus....
...Naya mengangguk kecil. Wajahnya lembut… namun kata-katanya menusuk dengan tenang....
...“Perjanjian kita tetap sama. Sesuai kontrak awal yang kita sepakati.” Jarinya mengusap pelan garis rahang Arya. “Aku milikmu… tapi bukan untuk HS. Bukan malam ini.”...
...Arya menunduk, menatap gadis itu seakan ingin merobek tabirnya sampai ke dasar jiwa....
...“Kamu tahu berapa banyak perempuan yang memohon angka itu ?” suaranya penuh racun tertahan. “Dan kamu… menolaknya begitu saja ?”...
...Naya mendongak sedikit, tubuhnya tetap terkurung namun matanya tidak bergeser....
...“Karena aku bukan mereka, Tuan.”...
...Senyum tipisnya muncul—yang hanya muncul ketika Naya yakin Arya hampir kehilangan kendali....
...Arya menunduk lebih dekat, begitu dekat hingga ujung hidung mereka bersentuhan. Tangan-nya mencengkeram pinggang Naya, keras—menunjukkan frustrasi yang menumpuk....
...“Kalau aku memaksa mu ?” suaranya rendah, gelap, berbahaya....
...Nada yang bisa membuat siapa pun berlari ketakutan....
...Namun tidak Naya. Ia menatapnya… dengan mata yang justru kian tenang....
...“Tuan tidak akan bisa,” jawabnya lembut. “Karena walau tubuhku ada di bawah mu…” ia menarik napas pelan, “…kendalinya tetap di tangan ku.”...
...Arya menahan napas. Bahunya naik-turun. Ia membenci—dan pada saat yang sama, terobsesi dengan—cara Naya menentang-nya....
...Naya pun melanjutkan, suaranya setengah berbisik:...
...“Dan… sesuai perjanjian awal…” Ia memegang kedua sisi wajah Arya, lembut namun menuntut, “…aku hanya memberikan yang menjadi hak Tuan. Tidak lebih.”...
...Aura Arya meredup menjadi sesuatu yang lebih berbahaya daripada amarah. Ketertarikan yang perlahan merusak batas....
...“Kau bermain api, Naya,” desisnya....
...Naya tersenyum kecil. “Lalu bakarlah aku… sejauh perjanjian kita mengizinkan.”...
...Arya memejamkan mata sejenak—berjuang menahan monster dalam dirinya—lalu akhirnya kembali membuka mata dengan tatapan yang jauh lebih gelap, lebih terkendali, dan lebih mematikan....
...“Baik,” katanya akhirnya. “Kalau begitu… kita lakukan dengan cara kita. Sesuai perjanjian.” Ia meraih pinggang Naya dengan satu tarikan…...
...mengembalikan dinamika mereka ke jalur yang Naya pilih sendiri—jalur yang sama sekali tidak lebih aman, hanya lebih terikat....
...Dan dari sana…...
...gairah gelap itu kembali menyala....
...Arya menatap Naya lama sekali—tatapan seorang pria yang sedang berjuang keras menahan sisi gelap yang ingin mengambil lebih dari yang di izinkan....
...Namun perjanjian adalah perjanjian. Dan Arya bukan laki-laki yang gagal menepati kata-kata…meskipun tubuhnya bergetar menahan keinginan....
...Perlahan, tangan Arya naik dari pinggang Naya. Menelusuri garis samping tubuh gadis itu—gerakan yang lembut, tetapi cukup untuk membuat Naya tersentak dan menggenggam seprai....
...“Kita mulai,” bisik Arya, suaranya serak dan dalam, “dengan apa yang memang menjadi hakku.”...
...Duda itu merendahkan tubuhnya, menempatkan dirinya di atas Naya tanpa menindih, namun cukup dekat sehingga setiap hembusan napas Arya terasa seperti ancaman lembut di kulit Naya....
...Tangan Arya bergerak lambat… sangat lambat…...
...Menyusuri pinggul, naik ke sisi perut, lalu ke garis pinggang Naya yang bergetar....
...Naya menggigil....
...Ini bukan takut—melainkan karena sentuhan yang begitu terukur, begitu intens, seolah Arya meneliti setiap inci tubuhnya....
...“Tuan…”...
...Suaranya terdengar lebih seperti rengekan tertahan daripada panggilan....
...Arya tersenyum miring....
...“Tenang. Aku masih di batas perjanjian.”...
...Arya merunduk, menghisap ASI-nya. Tangannya meremas lembut dada sintal Naya—cukup kuat untuk menunjukkan bahwa ia mengendalikan ritme, cukup lembut untuk tidak melanggar aturan mereka....
...Satu tangan meluncur turun… menyentuh bagian intim tubuh Naya yang memang menjadi haknya dalam perjanjian itu....
...Tekanan lembut....
...Gerakan pelan....
...Lalu menelusupkan jari tengahnya penuh kendali....
...Naya terkejut, tubuhnya melengkung refleks....
...“Ahh, Tuan A-Arya… sakit…”...
...Arya mengangkat wajahnya, menatap-nya dengan mata gelap yang sudah bercampur sabar dan gairah yang di tahan keras....
...“Mahkotamu tetap aman,” ucapnya lirih, “aku hanya memasukkan satu jari. Dan kamu tahu itu.”...
...Tangan Arya bergerak lagi—lebih dalam, lebih intens—tetapi tetap berhenti tepat sebelum Naya mencapai puncaknya. Ia sengaja menahan....
...Sengaja berhenti. Sengaja membuat Naya gelisah dan kehilangan kontrol tanpa merobek mahkotanya....
...“Kau lihat ?” Arya berbisik di telinga Naya, nafasnya panas. “Bahkan tanpa Aset ku menyentuh bagian itu… aku bisa membuat mu belingsatan.” jarinya bergerak naik-turun kembali. Cepat. Dalam....
...Sedangkan bibirnya kembali menghisap putingnya. menyedot rakus ASI-nya. Menyiram kehausan yang menyerang dahaga-nya....
...Naya menggigit bibirnya keras untuk menahan suara yang hampir keluar. Serangan dari segala sisi membuat tubuhnya tak tahan ingin segera meledak....
...Arya melepas hisapan-nya, menyentuh pipinya, mengangkat dagunya agar wajah mereka sejajar....
...“Kamu menolak tawaran ku,” katanya rendah, penuh ancaman lembut, “tapi kamu tidak bisa menolak caraku menyentuh mu.”...
...Arya menurunkan wajahnya lagi ke dada satunya. menghisap lembut, menggit, dan tangan-nya di bawah sana terus bergerak ritmis sesuai perjanjian—membuat gadis itu gemetar tanpa melanggar batas yang sudah di sepakati....
...Dan di setiap sentuhan, Arya menahan diri dengan disiplin yang menyakitkan—bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi Naya yang kini terjebak dalam ritme gelap yang mereka ciptakan....
..."Ahhhhh..! Tuan Arya." Desahan itu akhirnya lolos dari bibir Naya. "Aku mau sampai....
...Plup..!...
...Arya melepas hisapan-nya. Menatap wajah Naya yang memerah. “Aku tidak mengambil mahkotamu,” Arya berbisik sambil menahan napas, “tapi sisanya… adalah milikku malam ini.”...
...Udara di kamar seolah menebal ketika Arya menurunkan tubuhnya lagi. "Lebarkan pahamu," Ia mendekat… cukup dekat hingga napas hangatnya menerpa bagian intim gadis itu....
...Naya menelan ludah pelan, tubuhnya tegang oleh puncak gairah. Perlahan ia membuka lebar kedua pahanya....
...Arya tersenyum tipis....
...Bukan senyum lembut—melainkan senyum seseorang yang tahu betul bahwa ia memegang kendali penuh....
...Perlahan, duda itu mengangkat kaki Naya....
...Tidak kasar, namun tegas....
...“Letakkan di sini.” Arya menempatkan kedua kaki gadis itu di sisi pundaknya....
...Gerakan kecil, tapi memaksa Naya merasakan detak jantung Arya yang berat dan cepat—bukti betapa kerasnya ia menahan diri....
...“Aku akan membuat mu meledak." Bisik Arya gelap. "Hingga seluruh tulang mu bergetar lemas."...
...Naya tidak menjawab....
...Terlalu sibuk menahan gelombang panas yang naik saat Arya menyapu lidahnya ke sisi bagian intim-nya....
...Arya menyusuri garis intim Naya dengan ujung lidahnya—lembut, menusuk, tapi mengunci....
...Sentuhan itu cukup untuk membuat Naya memejam kuat-kuat karena tubuhnya merespons tanpa izin....
...“Jangan tutup matamu,” kata Arya. Sebelum menghisap rakus area intim-nya....
...Nada perintahnya membuat Naya langsung membuka mata kembali—ketakutan dan penasaran bercampur desahan....
..."Ahh... Sedikit. Ahh.. Ahh..lagi!"...
...Arya menatapnya dari bawah. Dalam. Tajam. Tatapan yang bisa membuat siapa pun tunduk. Masih menghisap biji kecil yang berada di tengah kue apemnya....
...Hingga akhirnya Naya meledak. Menyemburkan cairan pelepasan....
..."Aaaaahhh....Tuan Arya."...
...Desan Naya lolos panjang. Tubuhnya melengkung ke atas. Nafas'nya naik-turun. Tubuhnya langsung lemas....
...Arya menyeringai. Menyaksikan pelepasan itu. Tepat di depan matanya....
...“Tahu kenapa aku tidak butuh melanggar batas untuk membuat mu gemetar ?” Ia menarik tubuhnya sedikit, menekan pinggul Naya dengan lututnya agar gadis itu tidak bisa bergerak. “Karena aku mengendalikan ritme tubuhmu bukan tubuhmu saja.”...
...Tangan-nya turun ke pinggang Naya, menahan, mengarahkan, mengatur napas gadis itu dengan tekanan halus di kulitnya....
...“Tarik napas.” Arya memerintah....
...Naya menurut....
...“Buang.”...
...Naya melakukan-nya....
...Arya tersenyum kecil. “Kau bahkan tidak sadar bahwa kau mengikuti ritme yang aku tentukan.” Ia menunduk, mendekat ke wajah Naya sampai bibir mereka hampir bersentuhan hampir—tapi tidak menyentuh....
...Jarak setipis itu justru membuat tensi semakin meledak....
...“Kamu pikir kendali itu ada di tangan mu karena kau menolak tawaran ku ?” suaranya turun menjadi bisikan berat. “Tidak, Naya… kendali itu tetap milik ku.”...
...Tangan Arya tiba di sisi rusuk Naya dan memberikan tekanan lembut—cukup untuk membuat tubuh gadis itu melengkung tanpa sadar....
...“All of this…” Ia menatap tubuh Naya dari atas ke bawah, tajam, menghitung, mengklaim tanpa menyentuh area terlarang. “…milikku. Sesuai perjanjian. Dan aku akan mengambil setiap bagian yang di izinkan…”...
...Arya mendekat lagi, napasnya menyapu bibir Naya. “…dengan cara yang membuatmu tidak bisa menolak.” ia menggesekkan Asetnya ke bagian intim-nya....
...Naya menggigit bibir bawahnya, napasnya kacau, tangan-nya mengepal seprai, kalah dalam pertempuran yang bahkan baru di mulai setengah-nya....
...Dan di tengah itu—Arya tetap tidak melewati batas. Itulah yang membuat semuanya jauh lebih berbahaya....
...0o0__0o0...