Menyukai seseorang tanpa tahu balasannya?
tapi dapatku nikmati rasanya. Hanya meraba, lalu aku langsung menyimpulkan nya.
sepert itukah cara rasa bekerja?
ini tentang rasa yang aku sembunyikan namun tanpa sadar aku tampakkan.
ini tentang rasa yang kadang ingin aku tampakkan karena tidak tahan tapi selalu tercegat oleh ketidakmampuan mengungkapkan nya
ini tentang rasaku yang belum tentu rasanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asrar Atma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Traktiran yang mengalahkan
Pov Daniza
"Rasa cemburu ku nyata yang membuatku jadi kesal padanya, tapi perasaan suka ku mampu mengatasi rasa kesal ku"
Tiiit...
Seseorang memberi klakson padaku tepat saat melewati ku, memecahkan semua lamunan. Mungkinkah aku sudah membahayakan jalan raya kali ini. Kepala ku pun refleks mencari seseorang yang menegur ku atau ke pencet mungkin. Tapi yang aku dapati adalah punggung Haneul yang dibalut Hoody hitam.
Apa lagi ini maksudnya? Dia menyapa ku?, karena dia tahu aku hampir jatuh saat dijalan Selatan. Dan klakson tadi adalah peringatan darinya bahwa aku harus hati-hati.
Mungkinkah dia memperhatikan ku? Berprasangka seperti ini membuatku merasa senang dan merasa tenang dari bayangan memalukan yang telah berlalu.
Akan tetapi apa ini? Kenapa dia berhenti didepan rumah Rina? Seraya berbicara dengan ibu Rina dan pandangan matanya mengarah padaku yang lewat. Aku segera mengalihkan pandanganku darinya, merasa cemburu dan kesal. Tidak mengerti apa maksudnya dengan tatapan nya yang datar dan lekat itu.
Mungkinkah dia lagi-lagi sengaja ingin membuatku cemburu sama seperti lirik lagu tak rela. Pikir ku sepintas dan itu cukup ampuh menawar perasaan ku yang tidak karuan.
Tapi ternyata itu tidak lama, sama seperti pemikiran yang datang sepintas maka penawarnya pun habis begitu saja. Hatiku tetap panas saat melihat kedatangan keduanya bersamaan, jadi aku memilih menunduk.
Jika biasanya aku memperhatikan Haneul secara sembunyi atau terang-terangan, maka hampir seharian ini aku terus menghindar- membuang muka lebih cepat disetiap tidak sengaja bertatapan, itu karena mataku yang bergerak mencari padahal hatiku masih cemburu tapi juga tidak bisa menghilangkan rasa penasaran ku padanya.
"Kenapa marah- marah mulu kamu Han?,udah kaya cewek yang lagi PMS"
"Tau nih anak, punya masalah apa Han?. Tiang nggak salah juga dimaki, kaki kamu yang salah nendang bola malah nendang tiang"
"Semua orang dimarahin padahal kapten juga bukan, lagi berantem sama cewek kamu, Han?. Nggak profesional sekali anda ini, muka doang ganteng, jakun nongol, badan jangkung tapi soal tempat Nggak tau."
Pembicaraan para lelaki ini cukup keras, apalagi dikelas anak-anak yang lain sedang keluar sehingga telinga ku dapat diam-diam menyimak. Namun ucapan terakhir yang dilontarkan Dimas, membuat ku tanpa sadar mendongak dan melihat kearah mereka yang tanpa sengaja membuatku bersitatap dengan Haneul.
"Cewek ku?"
Merasa tertangkap karena menguping aku lalu segera memalingkan muka ke jendela disamping, melihat keramaian anak-anak lain latihan untuk acara perlombaan bulan depan.
Aku tidak menguping, mereka saja yang berbicara terlalu keras sehingga aku jadi kebagian.
"Maaf, lagi banyak pikiran soalnya"
"Gampang sekali minta maaf saja. Traktir lah...yang lain nggak usah dikasih tahu, kami dua Gato aja sama sepuluh ribu"
"Nggak apa-apa kasih tahu sekalian yang lain, mumpung Bokap habis kirim uang bulanan."
"Asyik...enak benar punya kawan kaya raya, dermawan dan nggak sombong." Lalu terdengar tawa mereka yang kompak.
"Tapi nggak ngabisin uang jajan kan, Han?"
"Tenang..nggak sampe tiga ratus ribu jumlahnya. Lagian segitu, ekor nya juga belum"
"Sombong juga Haneul tapi nggak papa asalkan baik" lalu terdengar lagi tawa mereka, suara Dimas yang paling kencang sepertinya.
Mereka lalu keluar bersamaan. Dan aku segera berpaling dari jendela saat Haneul lewat, fokos kembali pada buku novel yang kupinjamkan dari Winda.
"Daniza.."
Aku mendongak cepat merespon merasa terkejut hingga jantungku bertalu-talu. Bukan hanya karena panggilan yang tiba-tiba tapi juga kerena suara dari seseorang yang memanggil.
"Mau ditraktir apa?, biar dibawakan!" Tapi aku hanya bisa melongo mendengar penuturan itu, dia mengatakan nya dengan wajah datar.
Seakan itu hanya kalimat biasa seperti 'Hai', tapi sekalipun itu hanya satu kata atau bahkan gumaman jika itu dia..maka hatiku tidak bisa jika tidak bersorak sorai.
"Daniza..."
"Ya..."
"Atau mau langsung pilih di kantin kaya teman-teman yang lain?. kalau iya, ayo bareng!"
"A-aapa.."
Haneul menarik napas dan membuangnya lewat mulut seraya mendongak menatap langit-langit, apa dia selelah itu berbicara dengan ku. Beda sekali sikapnya jika sedang dengan Rina dan perempuan lain- dia pasti akrab dan terus menerus tersenyum bahkan tertawa-tawa dan mengobrol dengan semangat juga.
"Nggak usah mentraktir aku, aku masih kenyang dan nggak mau apapun" jawab ku cepat lalu segera menunduk
"Baiklah, kalau begitu aku pergi.."aku hanya menjawab dengan berdehem seraya melirik Haneul yang melangkah pergi.
Aku lalu menghela napas dalam saat teringat bagaimana aku menjawab pertanyaan Haneul yang dia katakan dengan tutur yang halus. Terpikir kemudian oleh ku, tidakkah itu terlalu ketus?. Rasa cemburu ku yang tidak berdasar, padahal siapa aku untuk Haneul?. Mungkin itulah penyebab ucapan impulsif ku barusan.
¥¥¥
"Daniza ini buat kamu" Winda meletakkan satu kantong kresek hitam didepan mejaku yang berisi berbagai jajan
"Kamu nggak ikut kita ke kantin tadi, jadi kami inisiatif beliin ini buat kamu."
"Padahal udah diajak Han yaa katanya, kenapa kamu nggak ikut?"
"Malu nih pasti"
"Traktiran Han?" Tanya ku memastikan, lalu ketiganya mengangguk.
"Kan udah aku bilang nggak usah" ketiganya pun duduk dikursinya masing-masing seraya menatapku.
"Lah terus gimana?, mau kamu balikin?" Aku berpikir cepat, jika aku kembalikan itu akan terlalu rumit. Terlalu banyak drama dan komunikasi yang akan terjadi dan aku tidak bisa, belum lagi rasa kesal ku masih ada.
"Lagian Han nggak maksa dia udah bilang kamu nggak mau, ini semua memang ide kami sendiri biar adil..kamu kebagian juga" jika sudah seperti ini aku bisa apa?, lantas aku mengambilnya dan menaruhnya ke dalam tas. Biar tidak panjang urusannya.
"Makasih Win, Ca, Lan"
"Bilang juga gih sama Haneul langsung, kan ini dia yang bayar."
Kata-kata itu terus terngiang di kepala ku, memang sudah sepantasnya bukan seseorang yang memberikan sesuatu mendapatkan terimakasih. Aku mulai merencanakan nya setelah memikirkannya. Dan melihat kedatangan Haneul bersama temannya seraya tertawa membuatku tanpa sadar menekan kantong kresek dari balik tas, hatiku tiba-tiba menghangat begitu saja.
Inilah saat yang tepat untuk berterima kasih pada Haneul seperti yang disarankan Lani, disaat anak-anak yang lain masih sibuk menulis diruang kelas. Dan hanya kami berdua yang boleh keluar karena telah selesai. Aku hanya perlu bersuara memanggil nya seperti yang biasa dia lakukan lalu mengatakan bagian terimakasih dari Traktiran yang tidak aku harapkan.
Begitu saja seharusnya dan itu mudah, namun aku hanya bisa menatap kepergian nya. Menghilangkan kesempatan ku untuk mulai bicara dan menjadi dekat dengannya, tidak hanya memperhatikan dan membuat asumsi sendiri tentang perasaannya. Melupakan rasa kesal dan cemburu, bagaimana bisa? Berubah begitu cepat hanya karena sekantong kresek jajan yang juga atas inisiatif teman ku. Apa hati yang diberi rasa suka memang semurah itu?.
aaaaaaa aku tak sanggup menungguuuu