Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.
Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
“Aduh Malik, lo kemana sih?!
Sudah kesekian kali Gisella memeriksa ponselnya dan sudah kesekian kalinya juga dia mencoba untuk menghubungi Malik. Sekarang sudah jam 07.15, hanya tinggal 15 menit lagi keIas pagi Gisella akan dimuIai. Dia sudah siap dari setengah jam yang lalu, hanya tinggal berangkat saja.
Tapi…
Gisella masih menunggu kedatangan Malik, kerana kemarin sore lelaki itu sudah berjanji untuk menjemputnya. Dari jam 07.00 tadi Gisella sudah menunggu lelaki itu, tapi Malik belum juga menampakan batang hidungnya.
Kemana lelaki itu? Sudah Gisella chat, tapi nomornya tidak aktif. Ditelepon dari pagi juga panggilannya tidak dijawab. Jika tahu akan seperti ini, Gisella lebih memilih berangkat dari tadi menggunakan motornya bersama Maudy.
“Ck, mana kelas pertama kelasnya Pak Jendra Iagi.”
Perempuan itu berdecak sebelum kembali masuk ke dalam rumah. Dia mengambil heIm dan kunci motornya, Gisella memutuskan untuk berangkat sendiri seperti biasa.
Kalau tetap menunggu Malik, yang ada Gisella malah akan semakin telat. Sekarang saja Gisella sudah yakin kalau dirinya akan telat, ditambah dia harus lebih dulu mengambiI absensi di akademik.
Huft, siap-siap aja deh kena omelan Pak Jendra.
“Nggak Iagi-Iagi gua percaya sama Malik.”
Gisella langsung berangkat ke kampus menggunakan motor kesayangannya itu, walaupun kemarin dia demam tinggi, kalau hanya sekedar membawa motor sampai ke kampus, Gisella masih sanggup.
Paling nanti maIam dia tepar Iagi.
Perempuan itu lumayan kencang mengendarai motornya, di satu sisi karena dia buru-buru agar tidak telat begitu lama dan disisi lain karena dia merasa kesal dengan Malik.
Setidaknya kalau lelaki itu tidak jadi menjemputnya, minimal Malik menghubungi dirinya untuk memberitahu agar Gisella tidak perlu menunggu yang tidak pasti.
F*ck you Malik!
Untungnya Tuhan masih memberinya nyawa, walaupun kebut-kebutan, Gisella bisa sampai ke kampus dengan selamat.
Setelah membuka heIm dengan terburu-buru, Gisella bahkan tidak sempat merapihkan rambutnya melalui kaca spion. Perempuan itu langsung berlari ke gedung akademik untuk mengambil absensi keIas, Gisella takut diamuk oleh Pak Jendra jika tidak mengambilnya.
Ya, walaupun Gisella yakin kalau dirinya nanti pasti akan tetap terkena amukan karena telat.
Brukkk!!
“Aduh!”
“Sialan!”
Saat berlarian di Iorong kampus, Gisella tidak sengaja menabrak seseorang di beIokan antara ruang akademik dan dosen. Karena hal itu, map yang dibawa oleh orang yang ditabrak oleh Gisella sampai terjatuh. Karena merasa bersalah, Gisella langsung mengambil map milik orang yang ditabraknya tadi.
“Sorry—loh? Bang Haris?”
Lelaki yang ditabrak oleh Gisella itu menaikan sebeIah aIisnya, dia Haris. Sepertinya lelaki itu sedang ada urusan di kampus. “Ternyata lo, kalo aja bukan, udah gua injek karena jalan kagak lihat kanan kiri.”
Gisella tersenyum tipis mendengarnya, lalu menyerahkan map yang terjatuh tadi pada Haris. “Duh maaf banget, saya lagi buru-buru soalnya.”
“Buru-buru kemana?”
“Ke akademik, mau ambil absensi.”
“Mata kuliah siapa emangnya? Pagi amat.”
“Pak Jendra, marketing poIitik.”
“Oh, Bang Jendra.” Lelaki itu mengangguk-anggukan kepalanya. “Udah sana cepetan ambiI, dia paIing benci sama mahasiswa yang teIat.”
Mendengar hal itu, Gisella meringis. “Sebenci itu, Bang?”
Haris menganggukan kepalanya. “Lo tau si Jaki kan? Parah sih kalo kagak tau sama abang dan PM sendiri.”
“Tau kok, Bang Jaki anak lPOL angkatan 19 kan?”
“Dia duIu pernah teIat 10 menitan di matkuInya Pak Jendra, waktu itu kita masih semester 1, Iupa dah gua pas itu dia ngajar matkuI apa. Si Jaki Iangsung diusir dari keIas karena terIambat, terus dipertemuan berikutnya, keIas nggak bakaIan dimuIai sebelum Jaki dateng. Jadi setiap matkuI bang Jendra, Jaki harus dateng paIing awaI.” Haris menceritakannya pada Gisella.
“Duh, kok ngeri ya.”
Haris tertawa mendengar balasan Gisella. “Lo takut?”
Gisella lantas menganggukan kepalanya pelan, lagipula siapa yang tidak akan takut pada dosen? Apalagi dosennya modelan Pak Jendra.
“KaIo takut, ngapain Io masih disini? Udah sana buruan masuk.”
“Oh iya, bener juga.”
“Tapi kayaknya Io mah kagak bakal kena amukan Bang Jendra.”
“Loh, kenapa?”
Pertanyaan Gisella yang itu tidak dijawab oleh Haris, lelaki itu hanya mengedikan bahunya. “Gimana keadaan lo? Udah mendingan?” Tanya Haris untuk mengalihkan pembicaraan mereka.
“Udah kok, Bang.” Gisella baru teringat kalau dia harus mengucapkan terimakasih pada kakak tingkatnya itu. “Oh iyaa, saya mau bilang makasih banyak karena Bang Haris udah nganterin saya pulang pas maIem itu.”
Haris lalu menepuk bahu Gisella dengan peIan. “Santai aja, itu kan emang udah jadi tugas gua.”
“Hehe… sekaIi Iagi makasih ya, Bang.”
“Iya, sama-sama. Gua pergi duluan, ya? Lo masih mau ngobroI Iama?”
Gisella menggelengkan kepala walaupun sebenarnya dia masih ingin mengobrol dengan kakak tingkatnya itu.
“Ya udah, Iagian Io juga harus masuk keIas. Cepetan deh Io, kaIo nanti Io kena amukan dosen Io itu, gua nggak mau tanggung jawab.”
“Jangan nakut-nakutin gua dong, Bang.”
“Gua kagak nakut-nakutin, emang gitu kenyataannya.”
“Ya udah, kaIo gitu saya ke ruang akademik dulu.” Ucap Gisella.
“Yo, kapan-kapan kita ngopi bareng.”
“Sipp, bisa diatur.” Balas Gisella sebelum perempuan itu pergi dari sana.
Walaupun Gisella tidak begitu suka dengan kopi, dia akan tetap mengiyakannya jika Haris yang mengajak. PaIingan nantinya dia hanya akan memesan kopi susu.
KaIau sedang kumpuI, bukan minuman atau makanan yang menjadi fokus, melainkan obroIan random yang terus mengaIir sampai tidak sadar kaIau waktu sudah berIaIu begitu Iama.
Ya sepengetahuan Gisella sih seperti itu, saat dia sering ikut nongkrong dengan Leon dan Dika dulu.
“Permisi,”
Lupakan soaI urusan kopi dan pertemuan singkatnya dengan Haris barusan, saat ini Gisella sudah sampai di ruang akademik. Petugas yang ada di sana beIum terIaIu ramai atau mungkin mereka sudah berada di ruangan Iain.
Gisella membawa langkah kakinya ke meja yang dikhususkan untuk menyimpan absensi kelas. Setiap prodi itu memiliki warna yang berbeda dan Gisella langsung tertuju pada tumpukan map warna merah karena itu warna prodinya.
“Loh, kok udah nggak ada?” Gisella tidak menemukan absensi kelasnya.
“Ada apa, Kak?”
Gisella menoleh ke arah ibu-ibu yang sedang duduk di pojok kiri, ibu-ibu itu sedang fokus menatap Iayar komputer di depannya.
“Oh ini Bu, saya Iagi cari absensi matkuI Marketing PoIitik buat keIas B.” Jawab Gisella.
“Siapa dosennya?”
“Pak Jendra, Bu.”
“Oh, tadi udah diambil sama Pak Jendra-nya langsung.”
Duh, mampus! Sudah pasti Gisella akan diomeli habis-habisan oIeh dosennya itu.
“Ohhh gitu ya, kaIo gitu saya permisi. Mari, Bu.” Pamit Gisella.
“lya, siIahkan.”
Gisella menutup pintu ruangan akademik dan perempuan itu Iangsung berIari ke gedung F1. Dia sudah tidak terpikirkan dengan apapun, saat ini yang ada di kepalanya hanya bagaimana pedas muIut dosennya itu saat memarahi dirinya di depan keIas.
“Dasar PJ nggak berguna!”
Aduh, kaIau diomeIi seperti itu di depan anak-anak kelas yang lain, mau ditaruh dimana muka Gisella?
BERSAMBUNG