Bagaimana jika sikap baik dan penuh perhatian sang suami ternyata adalah sebuah sandiwara untuk menutupi kesalahannya?
Dara Jelita tidak pernah menyangka kalau Raditya Pratama, suami yang sangat dicintainya ternyata menyimpan banyak rahasia. Cinta yang ditunjukkan oleh suaminya ternyata hanyalah sebuah topeng untuk menutupi kebohongan yang selama ini disembunyikannya selama bertahun-tahun.
Akankah Dara tetap bertahan dalam pernikahannya setelah tahu rahasia yang disembunyikan oleh suaminya?
Yuk, simak kisahnya di sini. Jangan lupa siapin tisu karena cerita ini mengandung banyak bawang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nazwa talita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JADI, PAPA SUDAH TAHU?
Mendengar ucapan sang papa, Raditya terlonjak kaget. Sementara Pratama langsung masuk ke dalam mobil. Pria itu menyunggingkan senyum sinis. Namun, dalam hati ia sungguh merasa kecewa pada Raditya.
Seandainya saja kamu tidak menuruti hawa nafsumu, kamu pasti tidak akan mengalami kehancuran yang saat ini sedang mendekatimu.
Pratama meraih ponsel di saku kemejanya. Lelaki paruh baya itu menekan sebuah nama untuk melakukan panggilan.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab seseorang yang ada di seberang sana.
"Ada apa, Pa?" Suara Dara kembali terdengar saat seseorang di seberang telepon itu justru terdiam setelah menguapkan salam.
"Papa ingin bicara. Apa kamu ada waktu?"
"Boleh, Pa. Kebetulan, Dara belum makan malam. Bagaimana kalau kita makan malam bersama?"
"Ide bagus. Kamu tentukan saja di mana tempatnya." Pratama tersenyum di ujung sana.
"Restoran dekat rumah Dara, Pa. Kebetulan, Dara sedang ada urusan di rumah. Jadi nggak bisa ninggalin rumah lama-lama."
"Oke. Papa mengerti. Papa akan segera ke sana. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
***
Dara tersenyum puas melihat seluruh barang Raditya sudah tersimpan rapi di dalam koper dan beberapa kardus besar. Setelah barang-barang suaminya dimasukkan ke dalam mobil, kini, Dara kembali menyuruh orang-orang untuk membereskan semua barang-barangnya.
Wanita itu berniat meninggalkan rumah penuh kenangan itu setelah Raditya meninggalkan rumah itu. Dara akan kembali tinggal di apartemen miliknya yang sudah lama ia tinggalkan semenjak menikah dengan Raditya.
Dara hanya mengunjungi apartemen itu sesekali, itupun Dara mencuri waktu saat dirinya sedang berbelanja kebutuhan dapur.
Wanita itu akan menyuruh asisten rumah tangganya untuk berbelanja, sementara dirinya beristirahat di apartemen untuk melepas lelah.
Rencana yang baru terpikir di kepalanya sekarang adalah menjual rumah itu. Dara akan menjualnya. Setelah itu, dia kan menyerahkan uang sebesar dua ratus juta pada Raditya. Sesuai dengan rencananya, Dara akan mengembalikan uang itu pada pria yang telah mengkhianati kepercayaannya.
"Setelah selesai, kalian bisa beristirahat terlebih dahulu sebelum ke apartemen untuk membereskan barang-barangku."
"Baik, Nona."
***
Dara sudah berpakaian rapi. Sang bapak mertua sudah menelepon kalau saat dirinya sudah sampai di restoran. Mendengar ucapan Pratama, Dara bergegas keluar dari rumah dengan menggunakan motor maticnya.
Di rumah itu, Dara memang tidak mempunyai mobil. Hanya ada satu mobil, itupun dipakai oleh Raditya. Setelah sampai di restoran, Dara mendekati Pratama yang melambaikan tangan ke arahnya.
"Maafkan Dara, Pa. Dara telat." Dara meraih telapak tangan bapak mertuanya dan menciumnya dengan takzim.
Dara sangat menghormati Pratama. Bapak mertuanya itu lebih manusiawi dibandingkan dengan sang ibu mertua yang bisanya hanya menjelek-jelekkannya saja. Mulut ibu mertuanya itu bahkan sangat pedas, melebihi pedasnya bon cabe level tertinggi.
"Papa juga baru saja sampai. Papa bahkan belum sempat memesan makanan." Pratama tersenyum menatap Dara. Menantunya itu terlihat cantik meskipun ada bekas sembab di kedua matanya.
Ya! Sedari tadi, saat Dara baru saja sampai, lelaki itu memperhatikan menantunya. Ada rasa bersalah yang menyusup ke relung hatinya. Seandainya saja dirinya mampu mencegah pernikahan Raditya dengan Kinara, mungkin menantu kesayangannya ini tidak akan menderita seperti sekarang ini.
Pratama bukan tidak mencegah ataupun melarang Raditya untuk menikah lagi. Lelaki paruh baya itu bahkan sudah menolak habis-habisan rencana Raditya. Akan tetapi, anak lelaki satu-satunya itu tetap bersikeras menikah dengan Kinara meskipun dirinya tidak datang saat Raditya melaksanakan ijab kabul dengan wanita itu.
Pratama dan Monika memilih tidak ikut campur dengan masalah Raditya. Hanya saja, rasa bersalah selalu menyelimuti hati ayah dan anak itu. Monika bahkan memilih menghindari kakak iparnya karena merasa bersalah.
Akan tetapi, setiap kali Pratama dan Monika ingin mengungkapkan kebenarannya, mereka tidak tega melihat kesakitan Dara. Pratama dan Monika sangat tahu bagaimana cinta Dara terhadap Raditya.
Perempuan itu, bahkan rela melakukan apa saja untuk Raditya. Kehancuran Dara saat mengetahui perselingkuhan Raditya akhirnya membuat mereka bungkam. Saking takutnya rahasia itu terbongkar, Pratama bahkan rela menuruti semua keinginan istrinya saat wanita itu mengancam akan membocorkan pernikahan Raditya dengan Kinara di depan Dara.
"Mama nggak ikut, Pa?" Dara menatap sang mertua yang terlihat melamun.
"Tidak. Papa hanya sendiri." Pratama tersenyum ke arah menantunya.
"Ada apa, Pa? Apa ada sesuatu yang penting yang ingin Papa bicarakan padaku?" Dara melanjutkan ucapannya. Netranya tak beralih dari raut wajah pria paruh baya itu.
"Papa terlihat sedih. Apa ada sesuatu yang terjadi pada Papa?"
Mendengar ucapan Dara, Pratama meneteskan air mata. Sungguh! Dia tidak kuat. Bagi Pratama, Dara sama seperti Monika. Putri yang sangat disayanginya.
"Maafkan Papa karena Papa tidak bisa mencegah Raditya menikahi wanita itu. Papa sudah berusaha. Papa bahkan sudah menentang, tetapi putra bodoh Papa tetap melakukannya. Maaf!" Pratama melipat kedua tangannya. Air matanya mengalir membasahi wajah lelahnya.
"Jadi, Papa sudah tahu?"
BERSAMBUNG ....