"Takdirnya ditulis dengan darah dan kutukan, bahkan sebelum ia bernapas."
Ling Yuan, sang pewaris yang dibuang, dicap sebagai pembawa kehancuran bagi klannya sendiri. Ditinggalkan untuk mati di Pegunungan Sejuta Kabut, ia justru menemukan kekuatan dalam keterasingan—dibesarkan oleh kuno, roh pohon ajaib dan dibimbing oleh bayangan seorang jenderal legendaris.
Kini, ia kembali ke dunia yang telah menolaknya, berbekal dua artefak terlarang: Kitab Seribu Kutukan dan Pedang Kutukan. Kekuatan yang ia pegang bukanlah anugerah, melainkan hukuman. Setiap langkah menuju level dewa menuntutnya untuk mematahkan satu kutukan mematikan yang terikat pada jiwanya. Sepuluh tahun adalah batas waktunya.
Dalam penyamarannya sebagai pemulung rendahan, Ling Yuan harus mengurai jaring konspirasi yang merenggut keluarganya, menghadapi pengkhianat yang bersembunyi di balik senyum, dan menantang takdir palsu yang dirancang untuk menghancurkannya.
Akankah semua perjuangan Ling Yuan berhasil dan menjadi Dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Penguatan Segel
Ling Yuan terbaring miring, wajahnya menempel pada debu batu yang hancur akibat kekuatan liar yang baru saja ia lepaskan. Rasa sakit dari lengan kanannya telah mereda, digantikan oleh mati rasa yang dalam dan dingin. Ia memaksa dirinya duduk, mengamati lengan itu. Kulitnya kini tertutup oleh jaringan urat hitam keunguan, menyerupai pola tato yang rumit dan jahat. Ini adalah cap Kutukan Entropi, bukti nyata bahwa ia telah menyeberang batas.
“Sakitnya hanyalah sisa,” suara Jendral Mao bergetar dari Pedang Kutukan, yang masih tergeletak di dekatnya. “Energi itu telah membersihkan kotoran yang kau sebut Qi spiritual, dan sebagai gantinya, meninggalkan lapisan pertahanan yang tak terduga. Sebuah segel bayangan.”
Ling Yuan terengah. Ia mengulurkan lengan kirinya, menyentuh lengan kanannya yang kini terasa seperti es. Ia memanggil aura bangsawan Yang yang ia latih selama sepuluh tahun, tetapi yang keluar hanyalah kabut gelap yang samar dan bau karat. Bagi kultivator biasa, aura ini akan terlihat seperti residu sihir gelap yang lemah dan tidak penting—persis seperti yang seharusnya dimiliki oleh pemulung yang sering berurusan dengan sampah magis.
“Inilah keuntungannya, Anakku. Racun ini menyamarkan racun yang lebih mematikan,” Mao menjelaskan, nadanya kini penuh perhitungan. “Tapi lapisan ini akan memudar dalam dua hari jika tidak kau stabilkan. Kau harus mengikat racun itu, mengunci energi Yang-mu di bawahnya. Kau harus menjadi tuan atas kegelapan, bukan hanya wadahnya.”
Waktu adalah musuh terbesarnya. Dua hari terlalu cepat. Kota Kekaisaran dipenuhi mata-mata, dan jika aura bangsawan Yang-nya terlepas, ia akan segera ditemukan oleh jaringan Selir Sin. Ling Yuan menarik napas dalam-dalam, mengabaikan denyutan sakit kepala yang menusuk.
“Bagaimana saya mengikat sesuatu yang menolak dikendalikan?” bisik Ling Yuan, suaranya serak.
“Bukan dengan kebaikan atau kedamaian. Kau harus memaksanya tunduk dengan Kehendak Murni,” jawab Mao tajam. “Bayangkan energi kutukan itu adalah belenggu besi. Kau harus mengikat energi Yang-mu, yang kau benci karena lemah, dan energi kutukan yang kau takuti. Kedua kekuatan ini harus hidup berdampingan dalam ketidakseimbangan yang stabil. Jika kau ragu sedetik pun, ia akan menyerang balik ke Dantianmu. Apakah kau siap menghadapi rasa sakit yang lebih hebat dari sebelumnya?”
Ling Yuan mengangguk, matanya kembali menyala dengan tekad baja. Rasa sakit pertamanya adalah pelajaran paling berharga. Ia tidak boleh membiarkan Entropi memanipulasi emosinya; ia harus memanipulasi Entropi dengan kehendaknya.
Ia mengambil posisi meditasi yang kokoh, menarik energi yang tersisa dari Dantiannya. Energi kutukan itu terasa seperti gumpalan awan tebal dan dingin. Kali ini, ia tidak mencoba memproyeksikannya. Ia mencoba menariknya, memaksanya menyelimuti inti spiritualnya.
HMMMMPPH!
Perlahan, energi gelap itu bergerak, tetapi dengan setiap tarikan, ia memberikan perlawanan mental yang dahsyat. Rasanya seperti mendengarkan bisikan kehampaan yang merayu Ling Yuan untuk melepaskan semuanya dan kembali menjadi kekacauan yang murni.
“Tolak bisikan itu!” bentak Mao. “Gunakan kebencianmu pada Selir Sin, pada kakekmu! Biarkan amarah itu menjadi dindingmu, tetapi jangan biarkan ia menjadi senjatamu—belum!”
Ling Yuan mengingat wajah Sui Hui, yang menatapnya dengan jijik di gerbang kota. Ia mengingat aroma wewangian mahal yang kontras dengan pakaian kotornya. Ia memvisualisasikan energi bangsawan Yang sebagai emas berkilauan yang disembunyikan di balik jubah compang-camping pemulung. Kegelapan harus menjadi kain penutup, bukan emas itu sendiri.
ZZZZRRRRTT!
Energi kutukan itu mulai melingkari Qi Yang di dalam Dantiannya. Proses ini menciptakan resonansi yang mengerikan. Energi Yang, yang murni, menjerit kesakitan ketika bersentuhan dengan energi Entropi. Di luar tubuhnya, urat di leher Ling Yuan menonjol, dan lapisan es tipis mulai terbentuk di kulitnya.
“Pertahankan tekanan! Jangan biarkan kutukan itu merusak Qi-mu; paksa ia untuk melapisinya!” seru Mao.
Ini bukan hanya pertarungan kekuatan; ini adalah pertarungan filosofi. Jika Ling Yuan menggunakan terlalu banyak kekerasan, kedua energi itu akan meledak. Jika ia terlalu lunak, energi kutukan akan menghilang, dan ia akan gagal.
Tiba-tiba, ia menemukan ritme. Ia tidak memaksa. Ia menyeimbangkan. Ia menggunakan Pedang Kutukan Mao sebagai jangkar spiritual, membiarkan Pedang itu menyerap kelebihan Entropi yang ingin memberontak, sementara ia memfokuskan sebagian kecil untuk tugas penyegelan.
Di dalam Dantiannya, ia melihat emas Yang yang murni kini diselimuti lapisan gelap yang tebal, namun halus. Itu seperti berlian yang dilapisi jelaga. Energi kutukan itu sekarang terikat, tidak lagi bebas untuk mencemari, tetapi berfungsi sebagai topeng yang sempurna.
SHHHHHHHHH!
Seketika, rasa sakitnya mereda. Lapisan es di kulitnya mencair. Ling Yuan membuka matanya. Ia merasakan kekuatan yang luar biasa—bukan kekuatan yang baru ia dapatkan, tetapi kekuatan yang tersembunyi dengan sempurna. Segel gelap itu kini menjadi bagian dari dirinya, dapat diaktifkan dan dimatikan atas kehendak. Ia kini benar-benar adalah Pemulung Misterius, dengan aura kultivasi yang menyedihkan, tetapi dengan jiwa yang mengandung badai.
Ia berdiri, menguji kekuatannya. Ia memancarkan aura. Itu tampak seperti kultivator tingkat Mortal awal yang lemah, yang terlalu banyak berinteraksi dengan energi korup. Sempurna.
“Kau berhasil,” Mao berkata dengan nada lega. “Segelnya kuat. Sekarang, bahkan seorang Dewa pun akan kesulitan melihat aura Yang-mu yang sebenarnya di balik penyamaran kutukan itu.”
Ling Yuan berjalan menuju Pedang Kutukan, yang masih memancarkan cahaya ungu gelap setelah menyerap energi liar sebelumnya. Ia mengambilnya, dan logam dingin itu terasa nyaman di tangannya yang sudah kebal rasa sakit.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Ling Yuan, kini penuh semangat.
“Kita harus melihat apa yang mereka sembunyikan,” jawab Mao misterius. “Saat kau melepaskan Entropi Murni, energi itu tidak hanya terserap ke dalam pedang; ia juga bertindak sebagai kunci. Pedang Kutukan ini menyimpan kenangan, Ling Yuan. Kenangan dari setiap darah bangsawan Yang yang pernah disentuhnya, kenangan dari pengkhianatan yang memicu pembuanganmu.”
Saat Mao selesai berbicara, Pedang Kutukan Mao bergetar hebat di tangan Ling Yuan. Cahaya ungu gelap itu memancar dengan kuat, dan alih-alih merasakan dingin, Ling Yuan merasakan panas yang membakar di benaknya. Sebuah visi menyambar kesadarannya, tiba-tiba, brutal, dan tak terhindarkan.
Ia tidak lagi di gudang. Ia berada di sebuah ruang ritual yang mewah, di mana Selir Sin, yang jauh lebih muda dan mengerikan, sedang tertawa. Di depannya, Jendral Yong (ayah Ling Yuan) terikat, wajahnya pucat karena racun kuno. Ji Yue (ibunya) berjuang, mencoba mencapai suaminya. Kemudian, ia mendengar kata-kata yang menusuk: “Ramalan itu bukan hanya kebohongan, Jendral Yang. Itu adalah kutukan yang kami tanamkan sendiri. Anak yang dikandung Ji Yue akan menjadi kehancuranmu.”
Visi itu berumur kurang dari satu detik, tetapi cukup jelas untuk menghancurkan pertahanan mentalnya. Ling Yuan tersentak mundur, terengah-engah, menjatuhkan Pedang Kutukan Mao yang kini diam dan dingin di lantai. Kepalanya dipenuhi suara dan gambar pengkhianatan yang mengerikan.
“Mereka… mereka merencanakannya…” Ling Yuan bergumam, rasa benci membakar matanya. “Bukan ramalan. Itu adalah jebakan!”
Mao tidak menjawab. Tetapi energi dingin yang mengalir dari Pedang Kutukan ke tanah seolah-olah menguatkan tekad Ling Yuan. Visi itu telah memberikan Ling Yuan sebuah kebenaran yang tak terhindarkan: orang tuanya dibunuh, bukan dikutuk. Balas dendamnya kini bukan hanya penebusan, tetapi penuntutan keadilan yang berdarah.
“Visi masa lalu hanyalah permulaan,” kata Mao. “Sekarang kau memiliki segel yang sempurna, kau harus mulai bergerak. Kita harus merangkai strategi. Balas dendam haruslah dingin dan terperinci. Kita tidak akan menyerang klan Yang. Kita akan menembus inti Kota Kekaisaran, dan kau akan kembali sebagai orang yang tidak pernah mereka duga: pemulung yang menguasai jalanan.