Gricelin Noah Fallon ingin merayakan ulang tahun Calon Tunangannya Harley Gunawan dihotel, tak disangka Harley yang ditunggu tidak datang dan malah tiga pria lain yang masuk ke dalam kamar hotel yang dia pesan.
Dia yang sudah diberikan obat perangsang oleh ibu kandungnya tidak bisa menolak sentuhan pada kembar dan sangat hebat diatas ranjang.
Tak disangka, semua hal yang terjadi malam itu adalah konspirasi ibu kandungannya Marina Fallon, yang ingin menghancurkan hidupnya dan membuat Harley berpaling pada anak tirinya Diandra Atmaja.
Semua itu, ibunya lakukan untuk mendapatkan cinta dari suami dan anak tirinya.
Tapi takdir berkata lain, Gricelin yang hamil anak ketiga kembar itu malah dicintai secara ugal-ugalan, bahkan ketiga kembar itu membantunya balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitria callista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11
Dustin sekarang ini sudah tanpa sehelai benang, dia berjalan ke arah Gricelin yang mematung.
"Bukankah kamu seorang jalang murahan? Video viralmu dengan pria lain sungguh membuatku iri dan ingin mencicipimu," kata Dustin dengan nada mengejek.
Tapi kekecewaan terlihat jelas dari kedua bola mata Dustin.
Gricelin pada akhirnya tersadar kalau semua ini jebakan, dia berlari ke pintu dengan panik, berusaha membukanya, akhirnya dia teringat kalau Dustin sudah menguncinya.
"Padahal waktu SMA aku begitu mengagumi kepintaranmu dan juga kecantikanmu, tapi sekarang aku baru menyadari kalau kamu itu bodoh dan murahan. Tidak mungkin seorang dosen mengajak bertemu ditempat ini," sindir Dustin.
"Bahkan Tuan Harley juga sudah meninggalkanmu bukan?" Dustin menatapnya dengan tatapan penuh penghinaan.
Hal itu sungguh menambah rasa sakit di dalam hati Gricelin.
Gricelin yang mematung mendengar kata-kata Dustin, mencoba memproses apa yang baru saja dia dengar.
Kulitnya bergetar, matanya membesar dalam ketakutan dan amarah yang terpendam.
Dia berusaha keras untuk menenangkan detak jantungnya yang berpacu, namun kata-kata Dustin yang menghujam bagai belati semakin membuatnya semakin terpojok.
Dengan langkah gontai, dia bergerak mundur menuju pintu, matanya tak lepas dari sosok Dustin yang berdiri tanpa sehelai benang pun.
Sudut bibirnya bergetar ingin menangis, namun air mata tak kunjung jatuh, hanya kemarahan yang membakar jiwa.
"Dustin, apa yang kau lakukan? Ini gila!" teriaknya, suaranya bergetar.
Namun, Dustin hanya tersenyum sinis, mengejek dalam kepuasannya melihat Gricelin terjebak.
Dengan langkah cepat, Gricelin mencoba membuka jendela, namun sia-sia.
Dustin juga sudah mengunci jendela tersebut sebelumnya.
Dia berpaling, punggungnya menempel di jendela, sementara Dustin mendekat dengan langkah mengancam.
"Sekarang kamu tahu rasanya terperangkap, Gricelin," ucap Dustin dengan nada merendahkan.
"Pintar di sekolah, tapi bodoh dalam kehidupan."
Gricelin menelan ludah, matanya mencari jalan keluar, mencari bantuan, namun ruangan kosong tak memberikan harapan.
Dia tahu, dia harus mengandalkan dirinya sendiri untuk keluar dari situasi mengerikan ini.
Gricelin yang tidak memiliki pilihan lain, menggambil kursi yang ada berjalan cepat ke arah jendela.
Dia berniat untuk memecahkan jendela itu.
Ia berlari ke arah jendela dengan sisa tenaga yang dia miliki. Tapi sayang dia jatuh.
Gricelin terengah-engah, matanya memerah sambil menatap sekitar ruangan yang gelap dan dingin.
Kaca jendela yang baru saja dia pukul dengan kursi masih utuh, tidak ada retakan sedikit pun.
Tubuhnya terpental ke lantai keras, menyisakan rasa sakit yang menjalar di seluruh tulang rusuknya.
Dustin terus mendekat dengan langkah lambat.
Senyumnya yang miring menunjukkan niat buruk.
Dia meraih tengkuk Gricelin dengan kasar, menariknya mendekat hingga nafas mereka bercampur.
"Berhenti melawan," bisik Dustin dengan suara serak, bibirnya mendekat ke wajah Gricelin.
Namun, Gricelin tidak menyerah. Dengan sisa tenaga, dia mengumpulkan kekuatan di tangannya dan memberikan cakaran keras ke wajah Dustin.
Kulit Dustin terkoyak, darah segar mengucur.
Wajah Dustin berubah, matanya memerah dengan amarah yang tak terkendali.
Dia mengangkat tubuh Gricelin yang ringan, seolah-olah tidak lebih berat dari boneka kain, dan melemparkannya ke sudut ruangan.
Tubuh Gricelin menabrak dinding dengan keras, napasnya tersengal.
Dustin mendekat lagi, kali ini lebih brutal.
Dia menindih Gricelin dengan beratnya, tangan kasarnya merobek baju yang dikenakan Gricelin tanpa ampun, menyibakkan kain hingga kulit putih Gricelin terpapar.
Liurnya menetes, matanya menyala dengan nafsu yang menjijikkan saat melihat bagian tubuh Gricelin yang terbuka.
Gricelin, dengan mata berkaca-kaca, terus berjuang walaupun kekuatannya semakin melemah.
Ketakutan dan keputusasaan bergemuruh dalam hatinya, namun semangat untuk melawan tetap berkobar dalam dada yang sesak itu.
"Tolong! Tolong aku," ucap Gricelin lirih, dia masih meronta.
Sementara Dustin masih terpaku dengan pemandangan indah didepan matanya.
Dustin berusaha melepaskan cekalan Gricelin, tapi agak kesulitan.
Dia yang sudah memendam hasrat itu terlalu lama akhirnya memilih untuk memainkan tubuh bagian atas Gricelin terlebih dahulu.
Saat tangannya mulai menyentuh dada Gricelin.
Brakk.
Dustin pingsan.
Gricelin melongo.
Dia menatap ke arah pintu. "Kak Harley."
Harley dengan langkah cepat berjalan menghampiri Gricelin, dia lalu mengambil jarum peraknya yang masih menempel di leher Dustin.
"Gricelin, kamu nggak papa? Ayo kita ke rumah sakit!" Ujarnya, tanpa menunggu jawaban Gricelin Harley menggendongnya.
"Kak, aku jalan sendiri saja! Aku mau mengambil tas ku dulu!" kata Gricelin dengan wajah memerah.
Jantungnya masih berpacu begitu cepat saat bertemu dengan Harley.
Cinta Gricelin pada Harley memang sudah dia tanamkan sendiri sejak dia masih kecil, mengingat kata kedua orang tuanya dulu.
Harley adalah calon suaminya di masa depan.
Harley mengangguk, lalu menurunkan Gricelin. Dia tidak ingin memaksa.
Walaupun Gricelin merasa tubuhnya sakit, karena Dustin melemparkannya dan tubuhnya menghantam ke tembok.
Tapi Gricelin tidak mau terlalu banyak berhutang budi pada Harley.
Tatapan Harley tak sadar melihat ke arah dada Gricelin yang terbuka.
Selama ini, berciuman dengan Gricelin saja tidak pernah apalagi sampai saling melihat dalam keadaan tanpa busana.
Harley menatap punggung Gricelin, bajunya bagian belakang sebagian juga koyak.
Kulit punggung seputih porselen terlihat jelas didepan matanya.
Harley buru-buru mengembalikan kesadarannya, dia melepas jasnya lalu memakaikannya pada tubuh Gricelin.
Keduanya berjalan bersama, tapi Gricelin menjaga jarak sekarang ini.
"Gricelin, apakah orang dikampus menindasmu?" tanya Harley, saat melihat bekas tamparan dipipi Gricelin.
Harley terus mencuri pandangan ke arah Gricelin saat berjalan bersama, tapi akhirnya dia menemukan bahwa pipi Gricelin lebam.
Gricelin yang sudah tidak mau menutupi kejelekan Marina berkata, "ibuku yang melakukannya, saat tadi aku pulang mengambil keperluan kampus."
Mendengar jawaban Gricelin, hati Harley sedikit merasa sakit.
Tiba-tiba Harley menghentikan langkah kaki Gricelin. "Kamu tunggu disini dulu! Aku akan mengambil mobil."
Tanpa menoleh ke arah Harley, Gricelin menjawab. "Iya."
Harley lalu berjalan dengan langkaj kaki cepat, Gricelin yang sebelumnya terus menunduk, akhirnya mendongakkan kepalanya.
Dia menatap punggung Harley menjauh.
Rasa sakit yang tak tertahankan menghantam dadanya, sebelumnya saat melihat wajah Harley, dia merasa sangat bahagia.
Tapi mengingat jika Diandra sekarang ini sudah hamil anak Harley, ada rasa sakit yang tak tertahankan.
Apalagi setelah kedatangan Diandra kerumahnya.
Harley lebih perhatian pada Diandra, bahkan saat Diandra dan dirinya terjatuh ditengah laut saat pesta kelulusan waktu SMA yang diadakan di kapal pesiar.
Harley lebih memilih untuk menyelamatkan Diandra dibandingkan dengan dirinya.
Dan untungnya, ada seorang pria baik yang menolongnya.
Kalau tidak mungkin dia sudah menyusul ayahnya.
Teringat akan hal itu, tanpa sadar kedua tangan Gricelin terkepal, dia lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Akhirnya cinta Harley sudah memudar setelah kehadiran Diandra.
Awalanya Gricelin terharu dan merasa sangat berterimakasih pada Harley karena peduli padanya, sudah mencarinya di gedung kosong, bahkan menyelamatkannya.
Tapi akhirnya Gricelin tersadar, Harley tidak berniat menemuinya, Harley mencarinya karena permintaan sang ibu Harley yaitu Aurora yang mencari keberadaannya.
Tante Aurora ibu Harley sangat menyayangi Gricelin, dan hari ini adalah ulang tahun Aurora.
Pasti malam ini Aurora mengundangnya untuk makan malam.
Bahkan Harley juga memilih meninggakannnya di gedung kosong sendirian saat mengambil mobil diparkiran VIP kampus.
"Mungkin Kak Harley merasa malu, karena berada dalam satu mobil denganku." gumam Gricelin disertai tawa mengejek.
Dia mengejek dirinya sendiri.