Marthina Christeofani
07/11/2022
Membuat hati para pembaca bagaikan rollercoaster. Sedih, kesal, bahagia, baper, ketika membaca novel ini.
"Kamu sangat cantik, Dita. Entah kenapa aku gak mau kalau kamu jauh dariku, tapi aku belum bisa mencintaimu. Aku hanya merasa bahagia saat dekat denganmu. Sebenarnya perasaan apa ini, aku pun tidak mengerti", batin Charly sambil mengusap wajah Dita yang ada di handphonenya.
Padahal kan Dita saat ini ada di dekat dia ya, dalam satu kamar yang sama malah, kan Charly bisa mengelus pipi Dita secara langsung, kenapa malah hanya mengelus foto Dita?
Sudah puas memandangi foto mereka berdua, Charly tersadar kalau ternyata suara tivi tidak terdengar lagi. Dan benar saja, tivi memang sudah dimatikan oleh Dita dan saat ini Dita sudah tidur dengan pulas di sofa.
"Kamu kenapa tidur di sofa? Bukankah aku sudah meralat perjanjian kita, kalau kita akan tidur di ranjang yang sama?", gumam Charly yang tentu saja tidak didengar oleh Dita.
"Badan kamu panas, Dit", ucap Charly saat dia mencuri kesempatan untuk mengelus pipi Dita.
Charly pun menggendong Dita yang sedang tidur pulas, ala bridal style, dan membawanya ke ranjang pengantin kamar hotel yang mereka tempati dua malam ini.
Tadi siang mereka memang berenang sangat lama. Dita sangat menikmati kebersamaannya bersama Charly ketika berenang, mereka saling menunjukkan keahlian masing-masing dalam berenang, bahkan mereka berdua berlomba siapa yang paling lama tahan nafas di dalam air. Sangat menyenangkan. Walaupun tidak banyak percakapan di antara mereka, tapi Dita sangat bahagia, karena Charly banyak tersenyum kepadanya.
"Dit, bangun sebentar", Charly membangunkan Dita dengan sangat lembut sambil mengelus kepala istrinya itu.
"Dit, minum dulu yok, biar panas nya turun", kata Charly lagi.
Karena Dita belum juga bangun, Charly pun membasahi handuk kecil dengan air hangat dan mengompres Dita.
"Dit, bangun sebentar yok, minum dulu", kembali Charly mengelus pipi Dita dan kali ini Dita membuka matanya.
Dita sedikit mendudukkan dirinya, dibantu Charly, lalu minum air hangat dan obat penurun panas yang sudah Charly siapkan.
"Kamu boleh tidur lagi. Aku akan menjagamu", ucap Charly dengan sangat lembut, layaknya seorang dokter yang sedang merawat pasiennya.
Dita pun kembali tidur. Sepanjang malam Charly terjaga, dia terus mengompres sang istri dan sesekali mengelus tangan Dita.
Keesokan harinya saat bangun tidur dan akan menggerakkan tubuhnya, Dita merasakan seperti ada sesuatu yang menimpa tangannya.
"Mas", Dita membangunkan Charly yang meletakkan kepalanya di atas tangan Dita.
"Kamu kenapa tidur seperti ini, Mas?", tanya Dita saat Charly sudah bangun dan menegakkan kepalanya.
"Hei, kamu sudah bangun?", Charly balik bertanya sambil tangannya memegang kening Dita.
"Syukurlah, suhu tubuh kamu sudah normal", ucap Charly sambil berdiri dan mengambil air minum, lalu diberikannya kepada Dita.
"Minum dulu, Dit", Charly memberikan segelas air putih kepada Dita.
"Terimakasih ya, Mas", ucap Dita sambil mengembalikan gelas yang sudah kosong kepada Charly.
"Mas, kamu yang memindahkanku ke ranjang ini?", tanya Dita saat Charly merebahkan tubuhnya di samping Dita.
"Menurut kamu?", ucap Charly yang membuat Dita tidak ingin melanjutkan pertanyaannya.
"Terimakasih ya, Mas. Maaf karena aku, badanmu jadi sakit, karena kamu tertidur dengan posisi seperti tadi", kata Dita yang hanya dibalas senyuman oleh Charly walaupun Charly tidak melihat ke arah Dita.
"Mas, apa kita harus tetap tinggal dalam satu atap?", tanya Dita yang membuat Charly bingung.
"Maksud kamu apa, Dit?", Charly memiringkan posisi tidurnya menghadap Dita.
"Bagaimana kalau kita tinggal terpisah, Mas? Mas Charly tinggal di apartemen, aku tetap tinggal di kostan" jawab Dita.
"Tenang aja, Mas, aku gak akan cerita sama Pak Edward dan Dave", tambah Dita.
"Tapi itu tidak ada dalam surat perjanjian, Dit", jawab Charly yang sebenarnya dia ingin mencegah Dita tinggal di kostan nya.
"Ada, Mas, ada. Di perjanjian ada tertulis bahwa Dita dibebaskan untuk pergi kemana pun dan dipersilakan untuk dekat dengan lawan jenis, asal tidak melakukan hubungan yang tidak seharusnya", jawab Dita yang kini sudah duduk di ranjang menghadap Charly yang masih merebahkan tubuhnya.
"Mas, aku tahu kalau kamu tidak akan mencintaiku, maka dari itu aku ingin membuat jarak denganmu, Mas. Aku hanya takut semakin sakit kalau aku selalu berada di dekatmu", ucap Dita dengan suara yang tertahan, karena mencoba membendung air matanya.
"Kalau aku tidak tinggal denganmu, mungkin saja akan ada lelaki yang mau denganku, Mas. Karena sesungguhnya aku pun ingin tahu rasanya dicintai oleh seseorang", tambah Dita dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
"Dita, kita bahkan baru menikah dua hari, kamu sudah berpikir untuk mencari lelaki lain? Bukankah perjanjian kita berakhir delapan puluh delapan hari lagi?", tanya Charly dengan raut wajah yang kecewa.
"Karena aku tahu kalau kamu tidak akan mencintaiku, Mas", Dita kini terisak.
Charly pun duduk dan reflek dia memeluk sang istri.
"Dita, aku tidak akan mengizinkanmu tinggal di kostan. Kamu harus tetap tinggal bersamaku di apartemen. Kamu harus mengurus semua keperluanku. Kamu adalah istriku. Kamu tidak boleh berpikir untuk mencari lelaki lain", ucap Charly sambil mengelus punggung Dita.
"Tapi, Mas, di perjanjian yang kamu buat", belum selesai Dita berbicara, Charly mengurai pelukannya, beranjak dari duduknya, dan mengambil sesuatu dari tasnya.
Charly merobek secarik kertas.
"Tidak ada lagi surat perjanjian, Dita", ucap Charly setelah merobek dan membuang surat perjanjian yang dia buat sendiri.
Tangisan Dita semakin menjadi.