My Second Live

My Second Live

Chapter 1 - Akhir dan Awal dari Segalanya

Jauh di kedalaman hutan, angin berdesir lembut, membawa aroma lumut basah dan dedaunan tua yang berserakan di tanah. Di antara rimbunnya akar pohon raksasa yang menjulang seperti tiang langit, seorang bayi laki-laki mencoba membuka kedua matanya secara perlahan, dan untuk pertama kalinya merasakan sinar mentari yang menghangatkan jiwa dan tubuhnya.

Langit berwarna jingga keemasan, seperti senja yang turun terlalu pagi. Suara tangisan lirih terdengar tidak jauh darinya— itu merupakan suara bayi perempuan yang melengkingkan kesedihan tanpa arti. Ia menoleh pelan, matanya yang masih belum terbiasa dengan cahaya memicing.

"Tangisan itu... siapa?" pikirnya. "Dan... di mana aku?"

Lidahnya belum mampu berbicara, tapi kesadarannya dari dunia sebelumnya tetap utuh. Ia tahu—ia tidak seharusnya ada di sini. Ia tidak seharusnya kembali hidup. Seketika rekaman masa lalunya yang penuh penderitaan terputar. Namun ketika dia memejamkan matanya sebentar dan kembali melihat langit-langit hutan, hatinya tenang, seolah seluruh beban hidup sebelumnya telah terangkat.

"Sepertinya... aku terlahir Kembali….." bisik pikirannya.

Dan dalam keheningan itu, sebuah suara asing namun hangat terdengar mendekat—bahasa yang tak dikenalnya, namun penuh ketulusan. “jangan sentuh aku, jangan sakiti aku” ucap hati kecilnya. Akan tetapi bayangan tinggi, bertelinga Panjang dan lancip, dan berambut perak nan panjang melangkah perlahan mendekati mereka. Dan itu merupakan sesosok elf perempuan yang mengulurkan tangan dan mengambil kedua bayi tersebut. Bayi itu terangkat dalam pelukan, dibungkus kain hangat, dan untuk pertama kalinya, tubuh kecilnya merasakan sentuhan yang tidak disertai rasa takut.

Ditengah kebingungan akan semua informasi dan kedamaian tersebut, ia kembali mencoba memahami dan mengingat saat-saat ketika masih didunia sebelumnya,

...----------------...

🌒 Flashback: Dunia Lama

Lampu di langit-langit ruang kelas itu berkedip lemah, mengeluarkan dengung yang tak pernah diperbaiki. Di kursi paling pojok, tepat di samping jendela yang berdebu, duduk seorang siswa laki-laki dengan tatapan kosong menembus halaman sekolah melihat pemandangan yang tidak ada arti.

Suara dercikan dari kapur dan papan tulis terus berlanjut, dimana terdapat sesosok guru tua yang sedang menulis dipapan tulis kapur, serta banyaknya suara percakapan dari siswa-siswa lain. Kemudian dia melihat kearah mejanya dan matanya tertuju pada buku catatannya: Arthur Mercy. Nama yang melekat pada dirinya sejak lahir dan begitu juga takdirnya yang tidak lebih baik dari kebanyakan orang.

Ia tidak bicara. Tidak mengangkat tangan saat guru bertanya. Tidak tertawa saat teman-teman bergurau. Dunia sosial baginya adalah medan perang yang membosankan dan melelahkan. Ia tahu jawabannya. Ia selalu tahu. Tapi ia memilih diam.

"Lebih baik untuk tidak terlihat mencolok, daripada menjadi bahan perbincangan" begitu pikirnya setiap hari.

Di lorong sekolah, tidak ada yang memanggil namanya. Tidak ada yang menanyakan kabar. Tapi itu lebih baik. Karena satu-satunya yang menunggunya di rumah adalah sesuatu yang jauh lebih buruk daripada kesepian. Sembari berjalan pulang kerumah, di Tengah sore kemerahan Nampak beberapa burung gagak sedang mencari makanan ditengah tempat sampah. Sembari berjalan tanpa acuh, dia berfikir burung-burung tersebut bahkan memiliki satu sama lain untuk bertahan hidup, kenapa aku tidak lebih baik dari gagak-gagak tersebut.

Dan jarak dan waktu pun semakin dekat dimana dia sudah sampai didepan rumah yang bagai neraka dihari itu

Episodes

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play