Asing Di Ujung Nama
Langkah pertama di ruang tanpa pintu terbuka lebar,
Cahaya jingga senja menyelimuti kota kecil Pontianak,
Kamera pelan menyusuri jalan lalu fokus pada lensa satu orang,
Pada pintu masuk sebuah Coffie sederhana yang mulai jadi tempat dialog dua orang,
Mahasiswi enerjik dan cerewet penuh tawa,
Duduk di pojok Coffie dengan laptop terbuka dan layar putih menyala terang.
Malam itu biasa saja, angin malas menyusup dari sela jendela,
Membelai pipi Cantika yang sedang menatap layar ponsel,
Tidak ada yang Istimewa, kecuali satu notifikasi baru dari seseorang,
Yang terlalu dikenal, tapi entah kenapa terasa menarik.
“assalamualaikum mas”
“svb cantika, masa depanmu”
Satu pesan muncul sederhana, tapi entah mengapa membuat Christian berhenti menggulir layar ponsel nya. Ada nada ramah dan malu-malu dalam sapaan itu, seolah suara seseorang yang menahan senyum di ujung telepon. Namanya Cantika, seperti yang ia tulis sendiri dalam sebuah kontak WhatsApp.
Gadis yang ia temui bukan di taman, bukan di jalan, tapi di antara algoritma sosial media yang tak sengaja mempertemukan. Ia tersenyum kecil, tidak ada alasan khusus hanya saja terkadang kita bisa merasa nyaman bahkan dari sapaan awal yang asing dan juga lucu dalam sebuah obrolan manis.
“Waalaikumsalam”
“Sip”
Christian hanya membalas pendek.
Bukan karena tak tertarik, tapi karena ia terbiasa menjaga jarak dengan lawan jenis.
Tetapi Cantika, seperti kupu-kupu yang tahu kapan harus hinggap di bahu seseorang tanpa membuatnya risih. Pelan-pelan, ia mengetuk satu per satu dinding pertahanan hati Christian dengan tawa kecil, dengan candaan absurd, dengan rasa ingin tahu yang hangat.
Pada malam itu, mereka sedang membahas tugas Google Form. Tetapi sesungguh nya, malam itu pula mereka mulai menyusun satu bentuk keterikatan yang aneh—bukan kekasih, bukan sahabat, tetapi lebih dari sekedar kenalan dan menimbulkan benih-benih kisah pemujaan romansa.
Mereka tak pernah benar-benar bertemu, tetapi Coffie di pinggiran Pontianak jadi tempat yang disepakati serta saksi bisu di antara kita berdua untuk berbincang layak nya remaja memiliki hubungan lama. Bukan untuk jatuh cinta, tapi untuk tugas Google Form, Photopea, dan harga cuci photo yang belum sempat di bahas.
Balasan dari nomor tak tersimpan itu begitu singkat, kaku, dan terasa dingin. Tapi bagi Cantika, justru dari keunikan itu muncul ketertarikan yang aneh. Ia suka yang misterius, Ia suka yang tidak mudah ditebak.
Pesan dari nomor tak tersimpan itu terus bermunculan:
“awokawok” ketik si pengirim dengan canda tawa
“dingin benar mas, padahal Pontianak panas”
Cantika memperhatikan layar ponsel nya yang bersinar dalam keremangan Coffie.
Notifikasi datang silih berganti. Di balik layar, Christian hanya tersenyum tipis. Ia bukan tipe yang banyak bicara. Tapi entah mengapa, membalas Cantika seperti menjadi rutinitas baru yang tak membuatnya merasa mengganggu keseharian nya. Obrolan pun mengalir, dari candaan, pujian, hingga canda manja yang tidak tahu serius atau sekadar permainan.
“ngantuk soalnya”
“ ① Photo ”
Christian membalas dan mengirim satu foto dalam bentuk 1x lihat.
Lalu Cantika membalas dengan pertanyaan tentang kemungkinan mereka mengobrol lebih lama:
“kalo ngga ngantuk bisa long text mas?”
Tanyanya penuh harap.
“Nah tergantung lagi” Jawab si lawan bicara.
“tergantung apa tuh?” Cantika mengetik cepat, jarinya menari di atas layar ponsel dengan indah.
Tidak lama Cantika mengirim pesan kembali karena kemungkinan mereka mempunyai satu hobby yang sama.
“btw aku suka lihat creative dirimu”
“yang kek sutradara tuh awokawok”
“pembuat cerita itulah pekerjaan”
“makanya aku follow, siapa tahu aku ketularan pinternya”
Ujarnya dengan tulus dan penuh gurauan di awal pertama berbincang.
Percakapan yang awal nya acak dan berjalan seperti air, kadang deras, kadang melambat. Mereka berbicara tentang segala hal, dari hal remeh hingga cita-cita untuk masa depan.
Mulai terasa seperti jalinan — namun nyata.
Mereka bicara soal Google Form, soal kuliah, bahkan hal-hal sepele seperti Poster dan Canva.
Tetapi dari obrolan ringan itu, tumbuh rasa yang diam-diam menempel layak nya cicak-cicak di dinding.
Menyelinap pelan dalam setiap detak jantung, mengisi ruang hampa yang dulu sunyi dan bingung.
Layak nya embun di pagi menyapa daun-daun kering,
Kehadiranmu menyirami jiwa yang haus akan hangatnya perhatian.
Dan meskipun kata tidak terucap dengan lantang, rasa itu berkibar, lembut namun penuh makna.
“keren mas” tulis Cantika saat pembicaraan mulai mengarah ke hal-hal yang lebih dalam.
Mereka tak pernah bertemu, atau mungkin pernah tapi lupa. Yang jelas setiap chat, setiap sapaan malam hari membuat nya dua insan melekat dalam satu ruang yang begitu romantis.
“eh btw manggilnya saha?” tanya nya kemudian, berusaha lebih mengenal sosok di balik nomor togel tersebut. Tidak lama Cantika memuji karena karya nya di anggap keren “i’m so proud of you” tambahnya dengan tulus terhadap Christian.
Christian menawarkan pilihan untuk panggilan namanya ”Christian aja atau Chris juga boleh”
“Tian” Jawab Cantika.
Setelah beberapa saat berpikir, lalu mengirim pesan kembali “mas atau mbak?” Tanya nya penasaran dengan sedikit tertawa kecil.
“mas dong” Jawab Christian singkat.
“oke” Cantika mengetik dengan simple, ia menyukai kejelasan ini.
“kalo aku panggil mas, jawabnya dalem sayang”
Tulis Cantika dengan nada menggoda.
Jawaban Christian sangat simple:
“aku panggil mbak aja cukup lah ya”
Cantika menjawab dengan gaya khasnya:
“kurang, harus ada embel-embelnya”
Malam semakin larut saat mereka melanjutkan percakapan. Tidak lama, Cantika mengajukan pertanyaan tentang Google Form, Photopea, dan kegiatan hal teknis lainnya. Mereka bertukar informasi berbagai pengetahuan dan terkadang hanya sekedar bertukar lelucon ringan dan sederhana untuk sebagai menu awal pertama kali mereka berkenalan.
“cukup kita aja”
Tulis Cantika di suatu titik pembicaraan.
“Sip sip aman”
Jawab Christian sambil tersenyum di balik layar.
Mereka membuat rencana untuk bertemu di sebuah Coffie pinggir Pontianak. Cantika mengirimkan lokasi nya dan Christian mengonfirmasi kehadirannya meski terkesan agak ragu namun akhirnya datang juga.
“Tempat yang enak dimana ya buat ngerjainnya?”
Tulis Christian sambil bertanya bingung.
“aku lagi di café nih” ujanya Cantika dengan santai.
“share location” Cantika mengirimkan tempat pertemuan.
“kamu rumahnya di pal kah?” tanya Cantika kembali.
“Iya”
“Oh ini di Coffie pinggir jalan Pontianak kah?”
Jawab Christian dengan sedikit antusias.
“yes” balas Cantika kepada Christian.
Awal pertemuan dimulai dan mereka belum benar-benar bertemu serta masih dalam tahap mengenal satu sama lain, tetapi Coffie di pinggiran Pontianak jadi tempat yang disepakati. Bukan untuk jatuh cinta, tapi untuk Google Form, Photopea, dan harga cuci photo yang belum sempat dibahas.
Di antara aroma kopi yang menguat hangat,
Percakapan mengalir seperti sungai kecil yang penasaran,
Setiap tanya dan jawab membentuk jembatan,
Menghubungkan dua dunia yang perlahan bersinggungan.
Belum ada janji yang terucap,
Hanya persetujuan serta rencana yang menunggu detik berikutnya.
Namun di kejauhan, tidak terduga melintas suatu rasa,
Menyelimuti di sela layar, tertawa dalam kesederhanaan Coffie pinggir Pontianak.
Bersambung………….
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Comments