Senja telah tiba. Seorang gadis kecil bernama Anita duduk di bangku rotan tua di beranda rumah kakeknya, memandang langit jingga yang perlahan meredup. Dari kejauhan, terdengar suara anak-anak bermain di taman perumahan. Suara riang itu berpadu dengan bahasa asing yang tak dipahaminya.
"Kakek, kenapa sekarang banyak orang Indonesia di lingkungan ini?" tanya Anita polos.
Kakeknya, seorang pria tua berkacamata dengan rambut memutih dan mata sayu, terdiam sejenak. Ia menatap langit, seolah sedang membuka kembali halaman tua dalam buku hidupnya.
"Dulu, kakek pernah tinggal di Indonesia, jauh sebelum kamu lahir. Tapi bukan tinggal sebagai orang biasa... Kakek adalah bagian dari rombongan tentara yang ditugaskan ke sana. Waktu itu tahun 1935."
Anita menyimak dengan mata berbinar. Ia tahu, jika kakeknya sudah mulai bercerita, malam akan dipenuhi kisah masa silam.
"Kakek muda dulu bernama Lekso," lanjut sang kakek. "Kami tinggal di daerah kecil yang bernama Kedungjati. Kakek berteman dengan Eugene, pemuda Belanda yang menjadi saudara angkat kakek. Kami belajar, berburu, bermain bersama. Suatu hari, kakek bertemu seorang gadis desa bernama Rasti. Cantik, sederhana, dan berhati lembut."
Senyum tipis muncul di wajah Lekso.
"Kami saling jatuh cinta. Tapi hubungan kami ditentang ibuku sendiri. Ia ingin kakek menikah dengan gadis Eropa, bukan perempuan desa."
Anita menyela, "Terus, apa kakek nekat menikah?"
"Tidak, Nak. Waktu itu, restu orang tua adalah segalanya. Kakek memilih berangkat ke Belanda, meneruskan studi, dan berharap Rasti menunggu. Tapi saat kakek kembali... semuanya sudah berubah."
Lalu, suara Lekso mulai berat. "Perang Dunia meletus. Aku bergabung dalam pasukan sekutu. Eugene... dia terbunuh di Belgia saat mencoba menyelamatkanku dari tembakan pasukan Nazi. Aku kehilangan saudara, sahabat, dan harapanku dalam satu waktu."
Anita menggenggam tangan kakeknya. Lekso mengangguk kecil, seolah mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Namun matanya tetap memandang ke masa lalu.
"Setelah perang berakhir, aku pulang. Rasti telah hilang. Desa itu porak-poranda. Bertahun-tahun aku mencarinya... hingga akhirnya aku mendengar kabar: seorang perempuan tua bernama Yuki Harada tinggal di Jepang, mengaku dulunya bernama Rasti."
"Kakek ke Jepang?" tanya Anita.
"Ya. Aku temui dia. Dan benar, itu Rasti. Kami menangis bersama. Ia tak menikah, hidup dalam kesendirian. Sama sepertiku. Kami terlalu lama berjarak, waktu telah mengambil semuanya kecuali kenangan."
Anita memeluk kakeknya erat.
"Jadi sekarang kamu tahu, Nak, mengapa orang-orang Indonesia di sini begitu istimewa bagiku. Mereka mengingatkanku pada tempat yang membentuk siapa aku hari ini."
Langit malam perlahan turun. Angin berembus lembut. Dan dari beranda tua itu, seorang kakek dan cucunya duduk diam, mengenang serpihan masa lalu yang tak pernah benar-benar pergi.
#romance