NovelToon NovelToon

Pandemonium

Episode 1 - Tangisan Bayi Merah

Daratan Alfunni terbentang luas jutaan kilometer persegi, sayangnya hanya tanah kering terlihat sejauh fatamorgana. Tumbuhan hijau di sekitar rumah-rumah semi permanen telah mengering entah sejak kapan waktu tidak pernah ada yang tahu. Desa-desa di daratan lain yang dijadikan pemukiman penduduk, dibedakan berdasarkan kualitas hijau dan suburnya tanah.

Hal itu berbeda dengan desa pendosa, yang biasanya diisi oleh para pendekar, petualang, tentara bayaran, tidak terkecuali bajak laut dan pairotto. Khusus di Daratan Alfunni, tingkatan desa dibedakan dari seberapa kering tanahnya. Konon kondisi Daratan Alfunni yang kering itulah yang menjadi lahan paling subur untuk tunas-tunas Marnat, tetumbuhan misterius yang menjadi sumber kekuatan mengerikan para petarung.

Desa pendosa tingkat ketiga, tingkat terendah, biasanya terletak tak jauh dari tempat tandus namun tak jauh pula dari sumber air. Beberapa penjahat kelas teri hidup di sekitar pemukiman namun biasanya tak berbahaya untuk penduduk. Kecuali monster langka seperti Aslanoir, Kumakai dan monster level Giga lainnya yang sangat jarang ditemui – meskipun beberapa kali telah berkembang isu penduduk yang mati misterius. Kasak kusuk berkembang bahwa monster langka seperti Aslanoir atau Kumakai adalah pelakunya. Tidak ada yang pernah tahu, seperti apa wujud Aslanoir atau Kumakai.

Desa-desa pinggiran ini kemudian akan mengirim anak-anak dan pemuda-pemudi mereka dengan keterampilan bertarung dan bakat terbaik untuk dikirim ke desa tingkat selanjutnya. Di sana, mereka akan memasuki padepokan bela diri, unit militer, dan kelompok pendosa lainnya yang akan membantu hajat hidup dan status sosial keluarga mereka.

Bisa dikatakan, ketika para pemuda melangkahkan kaki mereka melewati gapura desa pendosa tingkat kedua, maka jati diri mereka akan terbentuk. Jika memasuki padepokan ternama, maka status mereka akan naik. Jika mendapatkan posisi di serikat dengan kekuatan yang kuat, maka orang lain akan berpikir dua kali untuk mengganggu mereka. Masa-masa seperti inilah yang menjadi pijakan pertama mereka yang akan menjadi fondasi untuk menentukan nasib mereka untuk melangkah ke tingkatan desa pendosa selanjutnya.

Banyak pemuda dan pemudi bermimpi untuk menjadi Savant di padepokan tingkat atas. Kelak para Savant inilah yang akan menjadi jenderal pimpinan ratusan ribu prajurit. Atau memilih jalan sunyi menjadi petualang penakluk lintas daratan. Mimpi dan hasrat akan kemakmuran dan kemewahan di tanam dalam-dalam pada cerita legenda saat pemuda pemudi ini kecil. Lalu mereka memulai langkah pertama menuju perjuangan panjang di desa pendosa tingkat kedua, entah nanti akan tumbuh dan berbuah, atau mati terbakar 'api' kebodohan, tergantung dari tekad dan kegigihan masing-masing.

Dan lima belas tahun yang lalu, di desa tingkat ketiga yang dijuluki Desa Mukkatil, datanglah bayi laki-laki dalam dekapan erat kakeknya. Tak ada yang tahu ketika ia meneriakkan tangisan pertama, petir dan halilintar merah menyambut di selaput awan gelap malam itu. Ia adalah cucu seorang Savant di padepokan Rongreyn, sebuah padepokan petarung tingkat rendahan.

Bertahun-tahun berlalu dan ia tumbuh menjadi pemuda dengan perawakan standar pemuda desa. Lazimnya cucu seorang Savant dari padepokan petarung secara otomatis menaikkan derajat si anak di mata penduduk desa. Namun hal itu tidak berlaku bagi anak ini, sayangnya, orang-orang hanya melihatnya sebagai sampah yang tak memiliki keterampilan dan bakat sama sekali.

“Bocah halu! Kakeknya sudah bersusah payah kesana kemari mencari ramuan tingkat tinggi dengan uang bulanannya dari padepokan. Tetap saja si anak tidak berguna itu tidak bisa melewati ujian level 3, bah!”

“Kakeknya dulu waktu masa muda juara kebanggaan desa, tapi ini anak bawa sial! Kalau ramuan bulanannya tidak diberikan ke cucunya tiap hari, mungkin kakeknya yang sudah berstatus Savant bisa naik menjadi Savant Suci di desa tingkat pertama sejak dulu!”

“Hehe, tenang saudara-saudara. Semua orang punya rahasia kekuatan masing-masing. Itu takdir. Manusia mana kuasa? Jangan salahkan Takka yang hanya punya talenta buat jadi petani atau malahan pemulung. Ckck.”

Cemooh dan ejekan dilontarkan keras dan jelas untuk di dengar keluarga Badda, terutama kepada si cucu, Takka yang talenta bertarungnya ‘mandeg’ di level 3 pada usia ke lima belas. Badda P. Teark adalah salah satu Savant paling disegani di seluruh Daratan Alfunni. Seorang Savant legendaris yang terkenal sebagai petualan penyelamat desa-desa yang nyaris kiamat karena monster level Zetta.

Kalau saja Badda P. Teark ada di situ dan mendengar cucunya direndahkan, maka ratusan orang bisa kehilangan semua gigi mereka dihajar olehnya. Bahkan mungkin ada yang mati dihajar habis-habisan olehnya. Tapi sayang ia sedang dalam misi penting untuk padepokannya, dan tak bisa kembali ke desa untuk pertemuan penting yang menyangkut nasib cucunya. Ini membuat orang-orang yang iri menjadi liar tak terkendali melampiaskan kekesalan mereka.

Itu adalah pertemuan pertunangan yang sudah ditetapkan lima belas tahun yang lalu oleh kepala keluarga masing-masing. Keluarga Badda P. Teark akan menerima rombongan keluarga Halim dari sisi si gadis. Banyak orang yang datang untuk melihat gadis yang katanya merupakan gadis tercantik di Desa Mukkatil, dan kejeniusannya menyamai talenta dari keturunan ningrat desa-desa tingkat kedua. Seorang gadis yang sudah menguasai level 8 di usia lima belas, dan sudah bersiap untuk mengambil ujian untuk kelas Archer!

“Cowoknya sekelas ampas kelapa, tapi ceweknya sudah jadi mutiara! Hahaha... kok bisa lho.”

“Kepala keluarga Halim sudah tua, matanya buta tak bisa membedakan berlian dengan batu kerikil! Kalau begini, enak sekali si Takka itu!”

“Ssshhh! Kalau pak tua Halim tahu kalian berbicara begitu, bisa dipenggal kepala kalian!”

“Cewek itu umur lima belas sudah masuk level 8. Padahal lahir dari desa pinggiran seperti ini, tanpa bantuan ramuan khusus seperti anak-anak dari keluarga kaya. Lebih lagi, katanya dia sudah berani ambil tes buat jadi Archer? Padahal yang level 10 saja masih kesusahan!”

“Jangan salah! Aku dengar keluarga Halim dapat harta karun bulan lalu! Biji bunga langka yang bisa menambah Experience, poin Agility dan Dexterity! Jelaslah, kalau yang punya AGL sama DEX tinggi, ambil tes Archer di level 8 bukan masalah!”

“Cuih, masih saja percaya dengan cerita bodoh itu? Mana ada orang-orang dari keluarga Halim yang mampu nembus Dungeon untuk cari harta karun? Nih, aku kasih bocoran, dua tahun lalu si cewek dari keluarga Halim pergi ke sebuah pelatihan yang di adakan Pakepokan Deusreyn khusus buat anak-anak jenius...”

“Deusreyn? Padepokan tingkat atas yang termasuk dalam sepuluh besar sekolah terbaik di Daratan Alfunni? Wah, tak kusangka ada anak dari Desa Mukkatil yang bisa ke sana.”

“Dengar dulu, bukan cuma itu saja, katanya anak perempuan Halim ini cakepnya bukan main! Banyak tuan muda dari keluarga-keluarga ningrat di pelatihan itu yang jatuh hati cuma sekali lirik. Terus, kabarnya, tuan muda keluarga Alastair berhasil deketin cewek itu, tapi tidak bisa maju lebih jauh gara-gara si cewek ternyata sudah dijodohkan sejak lahir! Konon kabarnya keluarga Alastair terus-terusan kirim ‘hadiah’ untuk menggoyahkan pak tua Halim tapi belum berhasil. Nah, Biji dengan efek AGL dan DEX tinggi itu sudah jelas hadiah dari Alastair untuk memenangkan hati si cewek.”

“Halah! Hati-hati kalau ngegosip, si Badda P. Teark temperamennya bukan main-main! Kabarnya bulan lalu beliau sudah naik level jadi level 46, kalau cuma kesenggol sedikit saja, bisa dirawat tiga bulan di Pusat Pemulihan!”

“Gak percaya? Lihat nanti kalau rombongan Halim datang, pasti ada orang Alastair di situ. Kalau gak ada, nih, potong lidahku!”

Orang-orang yang datang sibuk sendiri menyebar rumor atau mencemooh pertunangan ini. Walau pun tak ada dari mereka yang diizinkan masuk dan hanya berkumpul di sekitar gerbang kompleks pemukiman seperti orang-orang yang berunjuk rasa, tak ada dari mereka yang mau bersikap sopan.

Keturunan ujung dari keluarga Badda P. Teark saat ini sama sekali tak membuahkan bibit jenius. Bahkan, pewaris utama Badda P. Takka, dengan perkembangan level yang sangat lamban membuat orang-orang melihat mereka dengan sebelah mata. Mereka lupa sejarah panjang keluarga Badda, bahkan sebelum tahu siapa ayah dan ibu Takka.

Dan tidak ada yang tahu persis, siapa ayah dan ibu Takka. Semua penduduk desa hanya tahu, tengah malam lima belas tahun lalu, Badda P. Teark membawa bayi merah yang menangis melengking sepanjang dini hari, dan hanya berhenti ketika pagi menjelang, matahari mulai mengintip darii timur. Teark hanya mengucap satu kata pada semua penduduk yang menyambutnya, “cucuku."

Episode 2 - White Heat Katana

Keadaan saat ini terkait masa depan Takka sama sekali berbeda seperti saat penduduk desa menghormati dan mengagumi generasi Badda sebelumnya.

Tak ada yang berani berkata macam-macam jika Badda P. Teark ada di situ.  Badda P. Teark, diumur enam belas tahun, telah menjadi menjadi Samurai. Harus diketahui level Samurai adalah sebuah level yang unik, yang hanya bisa didapatkan oleh segelintir orang saja dengan skill set unik dalam menggunakan Katana.

Katana adalah pedang dengan bentuk melengkung dan memiliki satu sisi tajam, memiliki handle yang cukup panjang sehingga dapat dipegang menggunakan dua tangan. Tidak jauh berbeda dengan pedang khas Kerajaan Jepang Kuno di masa Abad Silam, sebelum Regalora memusnahkan dua per tiga populasi manusia.

Skill set inilah yang dimiliki oleh Teark muda. Teark memperlihatkan kecepatan dan kekuatan skill set Samurai di Turnamen Merah Daratan Alfunni pada usia delapan belas tahun, dan meraih posisi pemerang ketiga tahun itu.

Saat itu seantero Daratan Alfunni langsung tercengang dengan julukan White Heat Katana yang lahir dari pemukiman jelata desa pinggiran: Badda P. Teark.

Kemudian, di usia dua puluh tahun, ia memutuskan untuk menjadi pelatih di Padepokan Rongreyn. Ia diterima, dan menjadi pengajar termuda sepanjang sejarah sekolah tersebut. Pada usia dua puluh lima tahun ia memulai jalan sunyi bertualang lintas daratan. Setiap setahun ia pulang ke Desa Mukkatil, dan setiap kepulangannya itulah tersiar juga kabar tentang kehebatan Teark.

Surat kabar antar daratan, Daily Post lambat laun menjadi corong utama bukti kehebatannya. Teark yang telah menguasai skil set pairotto – penerbang balon udara penjelajah langit. Teark berhasil mencapai level 15 setelah membunuh monster level Giga di desa lain. Teark bergabung bersama bajak laut untuk membantu Kerajaan Manusia Air terbebas dari monster lever Terra. Hingga suatu saat kabar itu menyeruak, Teark mengalahkan monster level Zetta. Namun, terluka parah dalam kondisi yang sangat kritis.

Lima tahun petualangan Teark berlalu, luka disekujur tubuhnya, kondisi kritis yang menyebabkan ia koma, membuat Teark dipulangkan untuk dipulihkan di desa kelahirannya, Desa Mukkatil. Butuh 40 hari penuh sampai Teark benar-benar bisa berdiri dan terlihat pulih seperti sedia kala. Terlihat pulih, tidak ada yang tahu kerusakan separah apa yang terjadi dalam tubuh Teark. Semua hanya tahu, perempuan misterius yang selalu merawat dan menemani Teark itu, kelak akan menjadi istri Badda P. Teark.

Satu bulan kemudian, Teark diangkat menjadi pimpinan dan mendapatkan gelar Savant, lalu menikah dengan perempuan yang selalu ada didekatnya sejak peristiwa monster Zetta. Ternyata warga desa salah sangka, perempuan itu tidak aneh sama sekali, seperti perempuan desa biasa, ramah, mudah bersosial bersama warga desa, serba bisa, dan dermawan – tetap saja tidak ada yang tahu tentang asal usul perempuan itu, dan tidak ada yang tahu kekuatan terpendam yang disembunyikan dalam-dalam oleh perempuan itu, dan Teark.

Di usia dua puluh tujuh tahun, ia dikaruniai seorang putra, yang diberi nama Badda P. Fray. Seorang jenius yang bahkan memiliki bakat lebih dari mencengangkan dan membelalakkan mata. Bukan saja memiliki beberapa skill set unik, tetapi desas-desus yang berhembus mengatakan bahwa Fray adalah salah satu Ability User, pemakan Tunas Marnat. Fray juga seorang petualang sejati yang meninggalkan desa di usia 19 tahun.

Sampai peristiwa 15 tahun lalu, Teark pulang ke desa di tengai hujan badai, membawa bayi merah yang ia sebut adalah cucunya. Tidak ada yang tahu kabar Fray, Teark tidak pernah menjawab jika ditanya tentang Fray. Lalu tiba-tiba Teark membawa pulang bayi itu. Penduduk desa saat itu sangat berharap akan melihat lahirnya Savant hebat untuk ketiga kalinya...

Namun yang mereka dapatkan dari harapan itu hanyalah pahitnya harapan kosong.

Takka ternyata tak diberkahi oleh kekuatan surga seperti ayah dan kakeknya. Tumbuh dengan atribut biasa, tak termotivasi untuk mengembangkan dirinya, selalu menghibur diri membaca sejarah kuno masa lalu.

Di setiap waktu ia nampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Jika tiba waktu latihan berpedang, ia selalu mengeluh pedang latihan yang digunakannya terlalu berat untuk diayunkan. Mayoritas tetua di desa menyalahkan kekurangan motivasinya ketika melihat ia tak berkembang sama sekali.

Hampir semua dari mereka ingin mengganti posisi Takka sebagai pewaris utama keluarga yang akan menggantikan Kepala Keluarga Badda di masa mendatang. Mereka juga menyarankan untuk membatalkan pernikahan Badda dengan gadis jenius dari keluarga Halim untuk menghindari berita jelek di masa mendatang. Tapi Kepala Keluarga Badda adalah Teark, ia tampak tak peduli dan kepalanya seperti diisi penuh dengan batu.

“Kalian semua mengaku tetua tapi tidak punya otak! Takka jelas-jelas kiriman suci untuk keluarga Badda tapi kalian melihat mutiara seperti kotongan hidung, bah!” begitu omelan Teark setiap kali para tetua mengeluarkan pendapat mereka di perkumpulan desa.

“Tahu apa kalian tentang potensi Takka, hah?! Sekarang mungkin dia masih level 3, tapi lihat nanti kalau waktunya sudah tiba. Semua manusia di kaki langit mengakui kehebatannya! Hahaha!”

***

“Tuan Muda Takka? Tadi saya lihat dia sedang membaca buku di perpustakaan,” kata seorang pelayan ketika ditanyai oleh pengawal keluarga, Bafold.

“Duh, tadi aku sudah mencarinya bolak-balik gedung perpustakaan, tapi tidak ada sama sekali! Rombongan keluarga Halim hampir tiba, tapi orang yang harusnya nyambut tamu malah keluyuran entah dimana. Bagaimana ini!?”

Bafold melangkahkan kaki tergesa-gesa sambil menoleh kanan-kiri, menelisik ke setiap ruangan mencari Takka. Para tetua desa sudah memberikan perintah kepadanya untuk mempersiapkan Takka menyambut tamu satu jam yang lalu. Tapi ia tak menemukan pemuda itu sejak tadi. Tentu saja raut wajah panik terpampang jelas di wajahnya.

“Tuan Muda pasti menyadari kalau dia harus yang paling pertama menyambut tamu. Ah, kalau dilihat dari kepribadiannya yang penyendiri, sudah pasti dia bakal merasa tersiksa! Semoga saja dia tidak kabur...”

Di bukit tak jauh dari kediaman keluarga Badda, seorang pemuda berbaring santai di bawah naungan pohon rindang. Ia menyelipkan kedua tangannya di belakang kepala sebagai bantal, wajahnya di tutupi buku biografi tentang sejarah “The Seven Savant”. Di saat ia santai menikmati angin semilir di bukit itu, seluruh pelayan di kediaman Badda ricuh mencari keberadaannya.

Tapi ia tidak peduli sama sekali. Ia tahu tentang pernikahannya yang ditetapkan dengan gadis jenius dari keluarga Halim sejak dulu namun tak pernah memikirkannya, sampai-sampai ia tidak tahu tentang rombongan keluarga Halim yang akan datang bertamu hari ini. Padahal kabar tentang rombongan itu sudah diketahui semua orang di Desa Mukkatil. Semua orang kecuali orang yang akan ditamui, Takka.

“Woi, bocah halu! Kamu masih santai di sini?” Suara keras membangunkan Takka dari setengah tidur.

“Huh?”

“Tunanganmu datang bertamu, apa tidak ada yang memberi tahumu?”

Takkahanya menggeleng pelan sambil mengusap-usap matanya.

“Cepat cuci muka dan ganti baju yang pantas! Aku sudah melihat si gadis tunanganmu barusan. Hehe, bocah, bisa dibilang kamu orang yang paling beruntung di desa ini. Belum pernah bertemu dia kan sebelumnya?”

Sosok yang berbicara dengan Takka tak lain adalah arwah yang menempel padanya semenjak satu tahun yang lalu. Seorang pria paruh baya yang tubuhnya sudah menjadi transparan, mengenakan baju kulit petualang yang kualitasnya tak pernah Takka lihat sebelumnya.

Tampilan baju petualang seperti itu, hanya Savant level tinggi yang bisa mendapatkannya. Siapa sosok tranparan itu sebenarnya?

Episode 3 - Kekuatan Terpendam

Takka tidak pernah tahu, sosok transparan itu dulunya semasa hidup adalah seorang petualang level tinggi yang pernah membuat Daratan Alfunni diselimuti dengan kegelapan. Bisa dibilang ia adalah salah satu Savant yang namanya tak akan pernah tertulis dalam buku-buku sejarah. Salah satu Dark Savant yang tidak akan dibicarakan apapun tentangnya meski hanya sekedar nama. Tapi ketika ia memperkenalkan diri untuk pertama kalinya kepada Takka, ia menyebut dirinya sebagai “Hamuave”.

Satu tahun belakangan ini, ia dengan senang hati mengajarkan teknik-teknik dan skill pasif miliknya kepada Takka. Bisa dibilang dia adalah guru Takka. Walau mereka berdua tak mengakuinya sama sekali. Biar pun skill-skill yang diajarkan adalah teknik tingkat rendah dan tak berharga baginya, untuk petarung di desa tingkat ketiga, ajaran Hamuave itu seperti isyarat langit.

Ia mengajarkan Takka tentang footwork dan gaya bertarung acak yang mengandalkan intuisi, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan gaya bertarung keluarga Badda. Namun Takka tak pernah menyangkal ajaran sosok transparan ini. Ia memang masih petarung level 3 tapi kecakapan dan ketajaman pikirannya jauh melampaui pemuda rata-rata. Ia tahu gaya bertarung ini sangat fleksibel, mengalir seperti air, dan selalu bisa mengubah jalannya pertarungan jarak dekat.

Takka berpikir, jika ia menggunakan footwork dan style acak seperti ini, akan banyak kesempatan baginya untuk menghindari serangan musuh dan counter-attack akan menjadi lebih mudah dilancarkan. Di pertarungan jarak dekat dengan tingkat dodge dan counter-attack yang tinggi, menggunakan senjata yang lebih pendek dari musuh tak akan menjadi masalah. Simpelnya, bisa dibilang memanfaatkan celah kekuatan musuh untuk membuka potensi serangan. Ini adalah gaya bertarung yang cocok untuknya karena ia terlalu malas mengayunkan pedang berat yang sudah menjadi tradisi keluarganya.

“Bocah ini, gerakan kakinya terlihat simpel, tapi jelas hanya Savant level tinggi yang paham bahwa ia sangat berbahaya! Pemahamannya sangat tajam hingga terlihat seperti pemuda yang berbakat. Apa dia mempelajari konsep ‘Rain Pouring Style’ selama ini?” ujar Hamuave dalam hati ketika melihat punggung Takka yang berjalan kembali menuruni bukit.

“Walaupun saat ini skill pasif tingkat rendah untuknya, tetap saja ‘Rain Pouring Style’ tergolong skill pasif unik dengan tingkat kesulitan tinggi untuk dipelajari seorang remaja. Tapi tidak ada yang tahu bahwa skillnya sudah setara level 5 untuk skill itu bulan lalu, barangkali bulan depan bakal naik ke level 6. Semua orang hanya tahu Takka cuma petarung kelas teri.”

“Ck, ck, rupanya ini anak yang disebut jenius di antara jenius oleh Teark. Terlebih, aura tingkat tinggi yang keluar dari tubuhnya, hmm, orang-orang sampah di desa ini tidak cukup kuat untuk dapat mengenali aura mengerikan itu. Minimal hanya Savant level 70 yang mampu. Barangkali... tingkat perkembangan pedangnya yang lambat itu adalah harga yang harus dibayar untuk bakat tingkat dewa seperti ini.”

“Ah. Kalau saja perkembangan bocah ini seperti rata-rata anak petarung pada umumnya, dia pasti membuat semua orang di generasinya menunduk! Heh! Aku ingin melihat apa dia bisa menembus skill ‘Rain Pouring Style’ ke level 10.”

“Kalau dia bisa melewatinya, akan ada kesempatannya untuk melewatiku ke level 30 terus sampai titik revolusi ke ‘Lake Snake Pouring Style’ yang legendaris itu. Hmmm.”

Sosok itu mengelus-elus jenggot panjangnya dengan senyuman lebar terpampang jelas di wajahnya seperti orang bodoh. Matanya bersinar. Pandangannya masih tak lepas dari Takka yang berjalan menjauh.

“Kelak saat perkembanganmu sudah cukup, hehehe, bocah... kau akan siap menjadi wadahku. Hehehe. Dengan bakat jenius dan aura haus darah seperti itu, kekuatanku akan lebih hebat dibandingkan saat aku masih hidup dulu. Hahaha...”

***

“Kenapa kau tak bisa merasakannya? Aku masih menunggu...”

Suara serak seorang tua misterius terkadang terngiang di kepalanya ketika ia memejamkan mata. Takka selalu memperhatikan kata-kata orang tua yang berlalu di kepalanya walau pun yang ia dengar tak masuk akal sama sekali.

“Aku masih menunggu... sungai dan gunung masih menunggu... langit dan surga masih menunggu...”

“Lautan diam menunggu... awan pun diam menunggu...”

Sejak ia kecil, Takka tahu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Awalnya suara itu membuatnya takut dan menghantui mimpinya.

Lambat laun ia mengerti ada sesuatu di dalam dirinya yang selalu ingin berbicara dengannya. Menuntunnya? Atau sekedar mengganggu hidupnya? Walau suara itu terdengar putus asa mengeluh tanpa henti, terkadang orang tua itu berbicara tentang suatu petunjuk khusus pada Takka.

Bertahun-tahun mendengarkan suara itu membuatnya mengerti satu atau dua hal aneh yang selalu menemaninya. Tapi hari ini ia tak mendapatkan apa yang ingin ia dengar. Ia hanya mendesah dalam hati, lalu membuka pelan matanya.

“Dik Takka, sudah selesai melamunnya?”

Sebuah suara lembut menyapanya saat ia terbangun ke dunia nyata. Takka melihat tubuhnya yang kurus dan wajahnya yang tampan seperti anak kecil terpantul di cermin di hadapannya. Ia sedang duduk di sebuah kursi kayu dengan ornamen tanduk lambang keluarga Badda, dan seorang wanita muda tiga tahun lebih tua darinya sedang menyisir rambutnya yang sudah diberi minyak.

“Hihi, Dik Takka sudah besar sekarang. Sebentar lagi akan menikah akhirnya. Jadi ikut deg-degan. Hihihi.”

Takka diam mendengar godaan itu, mimik mukanya bahkan tak berubah. Ia memang biasa terlihat dingin tapi hubungannya dengan Badda Hana, kakak sepupunya cukup dekat semenjak mereka kecil.

Sekarang pemuda ini hampir menjadi dewasa. Hari ini ia akan bertemu dengan calon istrinya untuk pertama kali.

Semua orang di Desa Mukkatil tahu gadis yang dijanjikan kepada Takka adalah mutiara terbaik di desa tetangga. Dan tanggal pernikahan sudah lama ditetapkan, saat pemuda itu, secara tradisi, resmi menjadi pria dewasa saat berumur enam belas tahun. Hana tak henti-hentinya tersenyum sendiri sejak kemarin karena terlampau bahagia.

“Jadi, sebentar lagi aku akan menikah?”, Takka berpura bertanya dalam hati ketika sadar waktu cepat berlalu sejak ia tahu bahwa suatu hari ia akan dinikahkan dengan seorang gadis dari keluarga Halim. Ia mendengar banyak hal bagus tentang gadis itu. Dan ia mendengar pula banyak pemuda yang iri bukan main kepadanya.

Semua orang mengatakan Takka adalah orang yang beruntung. Padahal dalam hatinya, tidak dipikirkannya sama sekali tentang kehidupan keluarga dan cinta. Ia adalah tipe orang yang terlalu malas dengan segala romantisme dua sejoli atau apapun namanya. Jika ia lahir di keluarga biasa dan status biasa di desa itu, kemungkinan ia akan hidup seorang diri sampai tua nanti.

Atau jikapun menikah, ia akan memilih menikahi buku-buku sejarah yang tak pernah habis ia kencani. Tetapi kemudian kegugupan lugu yang membuatnya tak nyaman sejak tadi kini berubah menjadi perasaan tak enak yang membuat merinding ketika mendengar suara Hamueva memperingatinya tentang suatu hal.

“Aku mendengar satu dua hal gosip tentang gadismumu barusan. Bocah, hati-hati. Barangkali nanti ada orang yang cari masalah.”

Sekilas Takka memandangi sosok tranparan yang mengambang itu sebelum ia pergi menembus dinding. Dahi pemuda itu mengerut. Ada sesuatu yang salah? Awalnya ia tidak begitu peduli dengan sedikit masalah tentang hal-hal sepele seperti ini.

Jika memang benar ada orang yang mencari masalah dengannya, maka ia tak pernah menghiraukannya. Satu dua jam kemudian ia sudah lupa kalau ada orang yang mengganggunya. Tapi kini, ia melihat wajah sepupunya yang berseri-seri. Perasaannya semakin menjadi tak nyaman.

Ada yang salah? Siapa yang berani membuat masalah di acara sakral seperti ini? Terlebih, di kediaman keluarga Badda yang sangat disegani seluruh penjuru desa. Apa yang akan terjadi?

Download NovelToon APP on App Store and Google Play

novel PDF download
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play