03

Drrrttt.... drrrttt....

Ponsel di atas nakas itu bergetar. Nathan yang baru saja mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang itu menoleh. Diraihnya benda pipih itu lalu menatap layarnya. Sebuah panggilan masuk dari Glen.

Nathan nampak diam beberapa saat. Ia tahu, ada perlu apa kawannya itu menelponnya pagi pagi begini.

Nathan kemudian mengusap tombol hijau di layar ponselnya, lalu menempelkan benda pipih itu ke telinga sebelah kanannya.

"Hmmm..." Ucap Nathan.

"Tan, gawat! Lo harus nonton berita sekarang. Kece........."

"Gue udah tahu!" Sahut Nathan memotong ucapan Glen.

"Apa? Lo udah tahu?!" Tanya Glen.

"Hmmm..." Jawab pemuda itu sembari memasukkan sebatang rokok ke antara kedua belah bibirnya kemudian membakar ujungnya.

"Trus? Kok lo kedengarannya santai santai aja sih, C*k?!" Tanya Glen. "Kita lagi dalam masalah! Kalau polisi beneran nyari pelakunya, kita bisa masuk penjara!" Ucap Glen tak mengerti dengan Nathan yang sejak semalam dirasa begitu tenang. Padahal ialah pengemudi mobil maut itu. Ia yang sudah menyebabkan satu nyawa melayang karena ulah ugal ugalan nya.

"Lu aja yang dipenjara. Gue ogah!" Jawab Nathan sembari menikmati rokoknya.

"Lah! Terus? Kan elu yang nabrak. Elu yang bawa mobil! Kalau polisi bisa ngungkap kasus ini, otomatis ya elu duluan yang di tangkap, bego'!" Ucap Glen sedikit kesal.

"Gue nggak akan ketangkep! Karena gue bakal ngilangin barang bukti dan secepatnya pergi dari kota ini!" Ucap Nathan angkuh.

"Maksud lo?!" Tanya Glen kaget.

Nathan tak langsung menjawab. Ia nampak menghisap lagi benda bernikotin nya sembari menampilkan senyuman smirknya.

.........

Beberapa jam kemudian saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Di sebuah ruang keluarga rumah megah kediaman keluarga Tuan Willy.

Tak...tak...tak....

Suara langkah kaki terdengar menuruni anak tangga rumah mewah berlantai tiga itu. Nyonya Tamara yang tengah duduk di ruangan itu bersama Justin pun nampak menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya di sana, Nathan nampak berjalan mendekati mereka.

"Tumben jam segini masih di rumah?" Tanya Justin tanpa menoleh. Pria itu berucap sembari asyik rebahan di atas sofa sambil memainkan ponselnya.

Ya, memang biasanya, Nathan tidak pernah ada di rumah jam segini. Pemuda itu selalu pergi setiap hari mulai gelap. Dan akan kembali ke rumah setiap matahari mulai naik.

Nathan tak peduli. Laki laki itu memilih untuk mendudukkan tubuhnya di sofa kosong di sana. Diraihnya satu bantal sofa, lalu dipangkunya.

"Ma, transferin Nathan, dong!" Ucap pemuda itu. Justin nampak berdecih mendengar permintaan adiknya itu. Duit lagi duit lagi. Kerja kagak, minta mulu. Batinnya.

"Transferin?" Tanya Nyonya Tamara. "Belum ada seminggu Mama transferin uang ke rekening kamu. Belum lagi kamu minta mobil baru sehari udah penyok. Sekarang minta uang lagi? Buat apa, Nak?!"

"Udah dong, Nathan. Jangan foya foya terus. Kamu udah gede!" Ucap wanita paruh baya itu.

"Apasih, Ma? Nathan minta duit buat pegangan. Besok Nathan mau pergi ke kampungnya Oma," ucap Nathan.

Nyonya Tamara nampak mengernyitkan dahinya mendengar ucapan putra bungsunya itu. Begitu juga dengan Justin yang reflek menoleh ke arah sang adik.

"Lu mau ke rumah Oma? Ngapain?" Tanya Justin.

"Gue mau liburan ke kampung. Gue butuh ketenangan. Capek gue di sini mulu. Gue butuh yang adem adem!" Jawab Nathan berbohong. Padahal tujuan utamanya memilih pergi ke rumah sang nenek adalah untuk sembunyi dari kasus yang mungkin akan menyeret namanya.

Justin nampak berdecih. Rumah sang Oma memang berada di salah satu kota kecil di kaki gunung. Diantara Justin dan Nathan, memang sang adik lah yang cukup dekat dengan kakek dan neneknya. Lantaran Nathan kecil hingga remaja sempat diasuh oleh orang tua dari Nyonya Tamara itu saat bahtera rumah tangga orang tua mereka tengah goyah dulu.

Nyonya Tamara nampak diam sejenak.

"Mau berapa lama kamu di rumah Oma?" Tanya wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu.

"Ya...senyamannya Nathan aja!" Ucap Nathan santai sembari membaringkan tubuhnya di atas sofa. "Lagian Nathan juga udah lama nggak jenguk Oma, kan?"

Nyonya Tamara menghela nafas panjang.

"Ya udah, besok Mama antar kamu, ya," ucap wanita itu kemudian.

"Dih! Ngapain diantar? Emang aku bayi!" Ucap Nathan. "Nathan bisa pergi sendiri, Ma!"

"Jangan bilang lu pamitnya ke rumah Oma tapi tujuan lo ke tempat lain!" Ucap Justin berburuk sangka. Ia bahkan berucap dengan entengnya tanpa menoleh ke arah sang adik ataupun ibunya. Ia masih fokus dengan ponsel di tangannya.

"Apasih, lu!" Ucap Nathan sembari melempar bantal ke arah sang kakak.

"Eehh! Udah! Kalian ini! Udah gede masih aja suka berantem!" Ucap Nyonya Tamara pada kedua putranya yang memang jarang akur itu.

Ya, satu hal positif yang dimiliki Nathan. Meskipun ia urakan di luar sana, namun Nathan adalah sosok yang sangat sayang dan dekat dengan ibu dan kakak laki lakinya.

Terpopuler

Comments

Desyi Alawiyah

Desyi Alawiyah

bener tuh, kali aja Nathan disana ketemu jodohnya 🙈🤭

2024-08-05

1

Desyi Alawiyah

Desyi Alawiyah

Nathan mau kabur Glenn 😏

2024-08-05

1

Radya Arynda

Radya Arynda

semangaaat💪💪💪💪

2024-08-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!