"Target lock!"
"O.K. Shoot!"
Dooorrr!
Dorrr!
Dooorrr!
Baku tembak terjadi di antara dua kelompok. kelompok yang terdiri dari dua dan empat orang itu, tampak saling membalas tembakan dengan sengit. Sayangnya, salah satu kelompok yang terdiri dari empat orang itu, harus tumbang.
"Misson complete."
Seorang wanita bersama seorang pria berjalan cepat dengan membawa senapan laras panjang. Mereka berjalan melewati deretan peti kemas yang berjajar rapi.
Keduanya terus mendengarkan perintah yang di sampaikan melalu earpice. Keduanya segera memasuki mobil yang sudah menunggu dan langsung pergi dari sana.
"Waah! Anak kesayangan Kapten, memang beda ya." Gelak si pria sambil membuka balaclava yang sedari tadi menutupi wajah dan kepalanya seperti seorang ninja.
"Pastinya, Kak Fey emang paling bisa di andalin." Imbuh seorang pria yang menunggu mereka di mobil.
"Lo aja yang gila! Kenapa malah ngarahin ke kaki? Kalo langsung ke tempat vital, pasti gak akan baku tembak." Omel si wanita sambil membuka balaclava yang ia kenakan.
Rambut panjang yang ia kuncir kuda, langsung terjun ketika balaclavanya terlepas. Wajah cantik, hidung bangir dan mata yang bulat itu juga bisa terlihat dengan jelas.
Feylin menyandarkan tubuhnya sambil memejamkan mata. Tubuhnya terasa begitu lelah. Ia sendiri baru pulang menjalankan misi di luar kota malam tadi dan harus kembali menjalankan misi yang untungnya bisa selesai dengan cepat.
"Capek banget kelihatannya, Fey?." Ledek Elno, pria yang menjalankan misi bersamanya.
"Gue baru pulang jalanin misi, semalem. Baru mau balik, tiba-tiba di panggil Kapten dan di kasih misi lagi." Jawab Fey dengan ketus.
"Chh! Kasian banget sahabat gue." Ujar Elno sambil tertawa. Tak hanya Elno, Doni yang sedang bersama mereka pun turut tertawa.
"Gak usah ngeledek, kalian berdua." Gerutu Feylin yang masih memejamkan matanya.
"Eeh! Kak Fey, hape lo bunyi." Kata Doni.
"Wih A one gak tuh, kode bahaya. Siapa itu, Kak?" Tanya Doni kemudian, sambil menyerahkan ponsel milik seniornya yang ada di dekatnya.
"Suami gue." Jawab Fey yang membuat dua rekannya kembali tertawa.
Fey segera mengangkat panggilan dari Suaminya. mereka berbicara sejenak sebelum Fey memutuskan panggilan dan langsung meletakkan ponselnya.
"Tolong lebih cepet ya, Pak." Pinta Fey pada Supir mereka.
"Baik Mbak." Jawab si Supir yang kemudian mempercepat laju mobil yang ia bawa.
"Baru kali ini gue nemuin Suami - Istri yang hubungannya gak ada anget - angetnya. Kayak gak ada gereget - gereget gemes gitu loh." Celetuk Elno.
"Lo aja gak tau. Tiap hari gue gereget pingin ngebanting suami gue." Sahut Fey.
"Kenapa masih bertahan aja sih, Kak? Kalo gue punya pasangan model gitu, langsung gue hempaskan." Imbuh Doni.
"Keluarga dia baik dan sayang sama gue. Lagi pula, not bad lah! Gue bisa ngejalanin karir gue tanpa takut ketauan suami gue." Jawab Fey.
"Jadi, sampe sekarang suami dan keluarga lo masih belum ada yang tau tentang pekerjaan lo yang sebenernya, Kak?." Tanya Doni yang di jawab anggukan oleh Fey.
"Sumpah! Gila sih lo, Kak!" Doni tak habis fikir.
"Why? Lagi pula, pekerjaan kita memang harus di rahasiain, kan?." Jawab Fey.
"Tapi gak gitu juga konsepnya, Nyonya Perawan! Lagian gue heran juga, Suami lo kaya raya, Mertua lo juga kaya raya. Lo makan tidur di rumah aja juga gak masalah kan? Lo gak bakal tuh denger bunyi alarm kwh meter yang bentar lagi mau habis. Secara, uang bulanan dari Suami lo yang sampe dua digit tiap bulannya juga lancar jaya." Omel Elno.
"Bener tuh, Kak. Lo gak bakal ngerasain yang namanya beras, listrik, sama gas habis bersamaan." Imbuh Doni.
"Ssst! Berisik lo berdua! Intinya karna gue secinta itu sama karir gue. Makanya gue masih tetep di sini dan akan terus ngejalanin pekerjaan gue sebagai Agen Rahasia. Lagian usaha gue buat sampai di titik ini kan gak mudah. Lo juga tau kali, El. Lo sahabat yang jadi saksi hidup dan perjuangan gue." Jawab Fey.
"Eh! tadi gue gak salah denger? Nyonya perawan? Jangan bilang selama ini-"
"Iya bener. Gak perlu lo perjelas lagi kali, Don!." Omel Fey yang memotong kata - kata Doni.
"Gila! Suami lo beneran laki atau gay sih, Kak? Dua tahun nikah, lo gak di apa - apain? Jangan - jangan, dia selingkuh lagi." Tanya Doni yang sampai menganga tak percaya.
"Asal aja mulut lo kalo mangap! Sejauh ini, dia gak selingkuh. Dia juga dingin ke perempuan lain, gak cuma ke Fey aja." Elno yang menyahut.
"Kok Kak El tau?" Selidik Doni.
"Apa sih yang gue gak tau? Tahi lalat amoeba aja, gue tau di mana tempatnya." Jawab El yang membuat Fey dan Doni tertawa.
"Fix dia gay! Dia gak nafsu sama perempuan." Tuduh Doni.
"Kalo itu, gue gak tau." Sahut Elno.
"Lah! kalian berdua ngapa jadi ngorek - ngorek idup gue?" Tanya Fey.
"Ini tandanya kalo kita tuh perduli sama idup lo, Bego!" Jawab Elno sambil menjitak kepala sahabat seperjuangannya.
"Lebih ke kepo dan nyari - nyari bahan ghibah, deh! Bukan karna bener - bener perduli." Sergah Fey yang membuat Elno dan Doni tertawa.
Sesampainya di Markas. Fey segera menuju ke ruangannya. Ia menitipkan senapannya pada El dan Doni yang membereskan peralatan 'perang' mereka tadi.
Fey mengganti seragam tugasnya dengan pakaian formal seperti seorang pengacara. Setelan blazer berwarna abu - abu, ia padukan dengan kemeja berwana putih tulang. Tas dan sepatu branded pemberian Mama Mertuanya pun turut melengkapi penampilan elegannya.
Fey berdiri di depan cermin sambil memakai bedak tipis dan juga lipstik. Ia kemudian menyisir rambut hitam panjangnya yang lebat kemudian mengikatnya sebagian. Ia kembali mematut diri di depan cermin sebelum melangkah keluar dari ruangannya.
"Widiihh, tiba - tiba udah cosplay jadi ibu CEO aja nih." Goda El yang baru kembali dari ruang senjata.
"Gak usah reseh ya lo, El. Gue cabut dulu. Kalo misal Kapten nyariin, tolong bilangin kalo gue udah pulang. Telfon ke hape biasa gue, jangan ke hape agen!" Pesan Fey.
"Siap laksanakan perintah!" Jawab Elno sembari mengangkat tangan dan hormat pada sahabatnya.
Fey sendiri hanya bisa terkikik melihat tingkah konyol Elno yang selalu menghiburnya. Fey melihat ponselnya yang kembali berdering dan menunjukkan nama 'A one' (kode bahaya di agennya). Ia mempercepat langkahnya, dengan setengah berlari menuju ke Gedung Utama.
Gedung Utama adalah cangkang yang melindungi Markas Agen Rahasia. Gedung itu sendiri merupakan sebuah Lembaga Bantuan Hukum milik pemerintah yang kerap membantu kasus - kasus hukum untuk warga sipil.
Sudah dua puluh menit Gian menunggu di depan kantor LBH tempat istrinya bekerja, namun wanita itu tak kunjung keluar. Ia sudah mengiriminya pesan dan juga menelfonnya, tapi tetap saja batang hidung istrinya tak kunjung nampak, bahkan telfonnya pun tak di jawab.
"Kemana sih kamu, Fey?" Ujar Gian yang mulai kesal.
Gian hendak melajukan mobilnya untuk pergi, namun urung saat melihat wanita yang berstatus sebagai istrinya itu nampak tergopoh - gopoh keluar dari gedung.
"Maaf, Kak. Aku habis rapat." Ujar Fey saat ia membuka pintu mobil suaminya.
"Cepat masuk!" Perintah Gian dengan tatapan tajam seolah hendak menerkam mangsanya.
Fey hanya bisa menelan ludah dengan kasar saat mendapat tatapan mengerikan dari Gian. Ia segera masuk ke dalam mobil dan mulai menetralkan jantungnya yang berdegub kencang karna takut Gian akan memarahinya.
Fey meraih tisu di dasbor mobil dan mulai menyeka dahinya yang berpeluh. Berlari dari Markas ke Gedung Utama dengan cuaca yang terik, membuat keringat Fey bercucuran.
"Lebih enak pakai sepatu dinasku." Gerutu Fey dalam hati sambil memeriksa kakinya yang terasa perih.
Seperti biasa, Gian hanya terdiam sambil sesekali melirik ke arah istrinya yang nampak repot sendiri. Ia tak banyak berkomentar, malah cenderung terlihat seperti tak perduli dengan kerepotan istrinya.
"Memang acaranya penting banget, sampe kita harus dateng berdua?" Tanya Fey yang masih sibuk dengan kakinya.
"Mama dan Papa yang nyuruh aku bawa kamu. Mereka juga datang ke undangan itu." Jawab Gian.
Suasana kembali hening. Fey sendiri tampak gelisah, ia merasa tak nyaman karna tumitnya yang lecet, terus tergesek sepatunya. Gian menghela nafas panjang saat melihat ketidaknyamanan Fey yang sedikit mengusiknya.
"Buka dashboard di depanmu itu, di dalamnya ada plaster luka." Ujar Gian sambil melirik ke arah Fey.
"Makasih, Kak." Jawab Fey sambil membuka dashboard dan mengambil dua plaster luka.
Fey nampak lebih nyaman setelah memakai plaster luka. Ia menyandarkan tubuhnya dan membuang pandangan ke arah deretan gedung yang seperti tak ada ujungnya. Suasana pun kembali hening. Baik Gian maupun Feylin, sama - sama sibuk dengan pikiran mereka masing - masing.
Setelah tiga puluh menit berkendara, mereka akhirnya sampai di sebuah Restoran yang baru akan di resmikan. Mereka berdua di undang pada jamuan makan siang dalam rangka pembukaan cabang Restoran milik salah satu rekan kerja Papa Abraham, Papa Mertua Fey.
Fey mulai merapihkan pakaian dan rambutnya sekenanya, sebelum turun dari mobil. Ia melihat ke arah suaminya yang turun lebih dulu dan berjalan memutar, hendak membukakan pintu untuknya.
"O.K! Camera, rolling, action!" Seru Fey dalam hati tepat saat suaminya membukakan pintu untuknya.
Fey keluar dari mobil dengan anggun dan segera melingkarkan tangannya pada lengan kokoh Gian yang sudah memberikan kode padanya.
Keduanya berjalan bersama, bak pasangan suami istri yang harmonis dan penuh cinta. Gian menyapa beberapa kenalan yang kebetulan bertemu di luar Resto. Fey sendiri hanya tersenyum ramah dan menjawab sapaan sekenanya saja.
"Dimana Mama dan Papa?" Lirih Fey saat mereka berdua masuk ke dalam Restoran besar itu.
Wanita cantik itu berjalan sambil mengedarkan pandang ke sekelilingnya untuk mencari keberadaan Mertuanya. Gian hanya melirik ke arah Fey dan mengusap punggung tangan sang istri yang melingkar di lengannya.
"Mama dan Papa di sana." Ujar Gian yang menunjuk keberadaan kedua orang tuanya dengan dagu.
Fey pun langsung melihat ke arah Gian menunjuk dan benar saja, di sana ada Papa dan Mama mertuanya yang sedang asyik mengobrol dengan beberapa orang.
"Kita kesana?" Tanya Fey yang di jawab anggukan oleh Gian.
"Yang memakai jas biru itu adalah pemilik Resto ini dan yang memakai gaun biru itu istrinya." Gian menjelaskan pada Fey sambil berjalan.
"Hey, Sayang! Udah datang dari tadi?" Sapa Mama Mila saat melihat anak dan menantunya menghampiri.
"Baru sampai, Ma, tadi Fey ada rapat." Jawab Gian.
"Mama, Papa, udah dari tadi?" Tanya Fey yang memeluk hangat Mama dan Papa mertuanya.
"Mungkin sekitar tiga puluh menit lalu." Jawab Mama Mila.
Tak lupa, Fey dan Gian pun menyapa pemilik Restoran dan mengucapkan selamat atas peresmian cabang Restoran baru mereka. Mereka juga menyapa beberapa rekan Papa Abraham yang juga ada bersama mereka.
Sikap hangat dan ramah juga penampilannya yang anggun dan elegan, membuat menantu perempuan Abraham Aditama itu menuai kekaguman dari rekan - rekan Papa Mertuanya.
Papa Abraham dan Mama Mila sendiri nampak begitu bangga mengenalkan Fey dengan rekan - rekan mereka. Kedua mertuanya itu, tampak benar - benar menyayangi Fey.
"Fey, besok kamu sibuk gak?" Tanya Mama Mila.
"Mmm, kayaknya enggak sih, Ma. Ada apa, Ma?" Tanya Fey.
"Besok Mama mau kumpul sama teman lama Mama di Butik langganan kami. Katanya ada banyak barang yang baru datang. Besok tolong kamu temani Mama, ya." Pinta Mama Mila.
"Oh, O.K deh, Ma." Jawab Fey sambil mengacungkan jempolnya.
Mama Mila dan Fey memanglah sangat dekat. Mereka berdua sering pergi bersama untuk sekedar berbelanja atau treatment di salon. Keduanya justru lebih terlihat seperti Ibu dan Anak, karna kedekatannya.
"Kalian berdua langsung pulang atau kembali ke kantor?" Tanya Papa Abraham setelah acara mereka usai.
"Gian mau ke kantor, gak tau kalau Fey." Jawab Gian.
"Kamu mau di anter ke kantor lagi, Sayang?" Tanya Gian yang tentu saja sedang berakting. Selama ini ia hanya memanggil mesra Fey di hadapan orang tua, keluarga atau rekan bisnisnya.
"Mmm, aku mau pulang aja. Aku capek karna aku kan baru pulang dari luar kota juga." Jawab Fey yang memang merasa sangat lelah.
"Loh, kamu baru abis dinas luar kota lagi, Fey?" Tanya Mama Mila.
"Iya, Ma. Cuma satu malam aja." Jawab Fey.
"Yasudah kalo gitu. Papa dan Mama pergi duluan, ya." Ujar Papa Abraham.
"Iya, hati - hati Pa, Ma." Jawab Fey sambil memeluk Mertuanya bergantian, begitu juga Gian yang melakukan hal sama.
"Iya, kalian berdua juga hati - hati, ya." Pesan Mama Mila sebelum mengikuti suaminya masuk ke dalam mobil.
Gian dan Fey melambaikan tangan saat mobil yang di tumpangi Papa Abraham dan Mama Mila mulai melaju meninggalkan halaman parkir Restoran.
"Aku gak bisa antar kamu pulang karna harus rapat dengan beberapa rekan." Ujar Gian.
"Aku tau. Aku juga sudah pesan taksi, jadi gak perlu repot antar aku pulang." Jawab Fey.
"Itu taksi pesananku udah sampai. Aku duluan, Kak." Pamit Fey yang di jawab anggukan oleh Gian.
Fey segera berjalan menghampiri taksi yang menunggunya. Sementara itu, Gian masih menatap Fey yang berjalan menjauh hingga taksi yang ia tumpangi membawanya pergi.
"Target udah kelihatan, Ndre?" Tanya Fey yang sedikit gelisah.
"Belum, Kak. Menurut informasi, mereka bakal transaksi sepuluh menit lagi di sini." Jawab Andre, salah satu Juniornya di Agensi.
Kali ini Fey, Andre dan Excel di tugaskan ikut dalam operasi penggerebekan transaksi narkoba dalam jumlah yang cukup fantastis. Pimpinan gembong narkoba yang akan mereka lumpuhkan kali ini adalah seorang buronan Interpol.
Sesuai perintah Kapten, mereka harus menangkapnya dalam kondisi hidup karna akan di serahkan ke negara asalnya jika memang mereka berhasil menangkapnya. Tentu, mereka bertiga yang berasal dari Agen Rahasia dengan pelatihan yang khusus dan luar biasa ketat itu, menjadi harapan besar pemerintah untuk bisa melumpuhkan buronan.
"Bener lokasinya di sini?" Tanya Excel yang melihat tempat yang menjadi dugaan transaksi dengan teropong.
"Bener, Kak. Sesuai titik koordinat yang di kirim." Kali ini Fey yang menjawab sambil memosisikan senapannya.
"O.K. Gue sama Andre gabung sama pasukan di bawah. Lo baik - baik sendirian di sini, Fey." Pesan Excel yang menjadi ketua pasukan.
"Siap!." Jawab Fey yang masih sibuk membidik dengan senapannya.
Tak lama berselang, terdengar suara Kapten mereka melalui earpice. Kapten Yudha memberikan aba - aba pada ketiga prajurit andalannya yang sedang bertugas.
"Siap, Kapten." Jawab mereka bersamaan di tempat yang berbeda.
Sesuai dengan apa yang di sampaikan Kapten, Fey yang mengawasi situasi dengan menggunakan teropong dari kejauhan, mulai melihat beberapa orang masuk dengan membawa koper besar. Namun, tempat pertemuan mereka berpindah dari titik yang di informasikan.
"Target sudah tiba, posisi arah jam tiga." Ujar Fey yang mengabarkan pada rekan - rekannya yang berada di tempat persembunyian masing - masing.
Fey pun segera merubah posisi senapannya sembari terus mengabarkan apa yang ia lihat saat ini. Setelah memastikan posisi senapannya sudah tepat, Fey mulai mengamati target utama. Tentu saja target utama mereka berada dalam posisi penyamaran, hingga Fey harus benar - benar jeli.
"O.K. Target lock!." Ujar Fey dengan senyuman yang terkembang setelah menemukan apa yang ia cari.
Sesuai dengan rencana mereka, Fey akan melumpuhkan target utama dan pasukan yang berada di bawah, akan mengurus sisanya.
"Sniper ready. Three..." Fey mulai menghitung untuk memberi aba - aba.
"Two..."
"One..."
"Shoot!"
Jari lentik Fey menari dengan lincah pada senapan. Dengan cepat ia menarik pelatuk senapannya setelah yakin bidikannya tepat. Peluru yang keluar pun menari di udara sebelum mengenai kaki target utama.
Suara teriakan dari target utama, membuat rombongannya yang sedang melakukan transaksi panik. Situasi semakin mencekam kala dua pasukan yang sudah bersiap langsung menyerbu masuk.
Baku tembak pun tak bisa di elakkan, mereka saling menembak untuk melindungi diri. Fey masih fokus di tempatnya sembari melepaskan beberapa tembakan pada orang yang membahayakan pasukan.
Untungnya, mereka berhasil menyelesaikan misi kali ini. Target utama tersungkur dalam kondisi lemah dengan dua tembakan di bagian kaki.
"Mission Complete!" Ujar Excel yang mengakhiri misi mereka hari ini.
Ketiga orang Agen Rahasia langsung kembali ke Markas setelah berhasil menjalankan misi. Tugas mereka hanya melumpuhkan target utama, sisanya akan di urus oleh pasukan yang sudah di siapkan.
Sesampainya di Markas, Fey bersama Excel dan Andre segera menemui Kapten Yudha untuk menyampaikan laporan. Setelahnya, dengan terburu - buru Fey kembali ke ruangan untuk berganti pakaian.
"Wiiih, mode Nyonya Sosialita nih. Mau kemana lo, Fey? Ngomong - ngomong, itu ruangan atau walk in closet sih? Semenjak jadi istri CEO Mall, kayaknya baju - baju di Mall jadi pindah kesini." Ledek Elno yang baru datang untuk tugas stand by. Kebetulan, ruangan Elno berada di sebrang ruangan Fey.
"Berisik banget sih lo, El! Komentar mulu kek komentator sepak bola, gue sumpel pake duit nanti mulut lo." Gerutu Fey.
"Ish, ngeri banget ancemannya. Jadi Sugar Mommy gue aja, mau gak Fey?." Goda Elno sambil tertawa.
"Dih, jijay! Udah ah, gue cabut dulu." Ujar Fey.
"Eh, Lo mau kemana, Nyonya?" Tanya Elno.
"Ada janji sama Mamer." Jawab Fey sambil berlari meninggalkan Elno menuju ke tempat parkir.
Fey mengemudikan mobil Mini Cabrionya dengan kecepatan tinggi. Sesekali netranya melirik jam tangan yang seolah sedang memburu.
"Mampus, gue!." Lirih Fey yang kemudian semakin mempercepat laju mobilnya.
Fey segera memarkirkan mobilnya dan setengah berlari masuk ke Cafe yang ada di sebelah Butik. Ia sedikit lega saat melihat Mama mertuanya yang masih berada di sana bersama teman - temannya.
"Fey! Sini..." Mama Mila melambaikan tangannya dan tersenyum menyambut kedatangan menantunya.
Fey segera menghampiri Mama Mila dengan senyuman yang mengembang. Fey memang pandai menempatkan diri, ia adalah wanita yang mengerti situasi dan tau bagaimana harus bertindak.
"Maaf ya, Ma. Fey datang terlambat." Ujar Fey sambil memeluk dan mengecup kedua pipi Mama Mila.
"Gak apa - apa, Sayang. Jeng, kenalin ini Feylin menantu saya, istrinya Giantara." Mama Mila memperkenalkan menantunya pada teman - teman semasa bersekolah di SMP. Beberapa teman Mama Mila memang tidak bisa datang saat resepsi pernikahan Giantara dan Feylin di gelar.
"Hay, Tante. Salam kenal, saya Fey." Ujar Fey, ia juga menyalami satu persatu orang - orang yang sedang bersama Mama Mila.
Sikap sopan dan humble Fey itu, tentu membuat teman - teman Mama Mila kagum. Terlebih lagi wajah cantik Fey yang tentu mendapat pujian dari teman - teman Mama Mila.
"Kamu dari mana, Fey? Banyak kerjaan ya?" Tanya Mama Mila ketika Fey duduk di sebelahnya.
"Tadi mendadak ada yang minta konsultasi, Ma. Rekan - Rekan Fey lagi padet kerjaan, jadi terpaksa Fey ke kantor dulu." Kilah Fey.
"Gitu? Ya ampun, harusnya kamu telfon Mama, Fey. Gak apa - apa kalau gak bisa datang." Ujar Mama Mila.
"Enggak kok, Ma. Fey kan udah janji mau nemenin Mama." Ujar Feylin sambil mengusap lembut punggung tangan Mama Mila.
"Aduh, Jeng Mila beruntung sekali ya, punya menantu perhatian. Padahal katanya lagi sibuk."
"Iya nih, memangnya kamu kerja dimana, Fey?" Tanya salah satu teman Mama Mila.
"Saya kerja di kantor Lembaga Bantuan Hukum milik pemerintah, Tante." Jawab Fey.
"Oh, Pengacara ya. Kerja di LBH, gajinya kecil dong, Fey? Kan kebanyakan orang gak mampu atau orang mau hemat yang pakai jasa Pengacara LBH." Sindir salah seorang teman Mama Mila yang lain.
Mendengar itu, Mama Mila tentu tak terima menantunya di rendahkan. Ia ingin membalas ucapan rekannya, namun Fey menahan dengan menggenggam tangan Mama Mila dan mengedipkan matanya.
"Iya ya, Tante? Saya gak tau sih, berapa gaji rekan - rekan saya. Soalnya dulu saya menolak saat mau di berikan gaji. Jadi suka rela aja kerja di sana, hitung - hitung beramal, dari pada gabut di rumah? Lagi pula, uang bulanan dari Kak Gian udah banyak, Tante. Lebih dari cukup kalo cuma untuk menuhin kebutuhan saya dari ujung kaki sampe ujung rambut pake barang - barang branded." Jawab Fey yang membuat si Penyindir itu terdiam dengan wajah masam.
Tentu saja Fey tetap mempertahankan senyum manisnya saat membalas nyinyiran rekan Mama Mila. Mama Mila sendiri hanya bisa tersenyum menahan tawa mendengar kata - kata balasan dari Menantunya. Begitu pula rekan Mama Mila yang lain, mereka pun turut tersenyum menahan tawa mendengar jawaban 'sombong' Feylin.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!