Hidupnya tenang, datar, terlalu membosankan bahkan—hanya duduk di atas kursi kerjanya, menghadapi layar laptop berjam-jam lamanya. Darrel—laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun itu menghentikan gerakan jari-jarinya. Satu tangannya dibiarkan tetap di atas laptop, tangan lainnya bergerak mengangkat ponselnya yang bergetar.
Nama Ariane dengan penambahkan kata Kak di depannya menjadi pelaku yang menunda pekerjaannya saat ini. Dengan satu alis yang sempat terangkat, dia membiarkan suara di seberang sana menyapanya.
"Darrel, aku ganggu waktumu?"
Menyenderkan tubuhnya di punggung kursi, sedikit merenggangkan otot-otot tubuhnya."Tidak, ada apa, kak?"
"Keluarga mantan suamiku tidak menerima Alexa lagi karena Alexa membuat masalah. Entah apa, aku belum dapat penjelasan, tapi boleh aku menitipkan Alexa bersamamu?" tanya Ariane—Kakaknya."Dia meneleponku tadi ingin kembali ke rumah, tapi aku tidak tenang meninggalkan dia sendirian. Belum lagi sudah sebulan lebih rumah tidak ditempati, aku khawatir dia butuh sesuatu."
"Mas Kevin tidak membelanya?"
Terdengar helaan napas di sana.
"Kamu tau sendiri bagaimana dia selama ini, tidak tau apa yang ada dipikirannya, terlalu nurut apa kata istrinya."
"Lalu bagaimana?" tanyanya yang belum mendapat gambaran harus melakukan apa atas permintaan kakaknya itu.
"Aku akan hubungi Alexa untuk tinggal bersama kamu kalau memang kamu menyetujuinya."
...
Koper besar, rambut yang dicepol asal, jaket crop top serta rok di atas lutut amat menggambarkan berbeda sosok Alexa yang sebelumnya Darrel kenal sebagai keponakannya yang kecil. Tujuh tahun tidak bertemu sudah merubah banyak penampilan gadis SMA berusia tujuh belas tahun itu. Tanpa menunggu dirinya berjalan setelah mengeluarkan koper dari dalam bagasi mobil. Alexa melangkah lebih dulu seolah sudah paham seluk-beluk rumahnya.
Darrel memandang datar langkah percaya diri gadis itu. Menutup bagasi mobilnya, dia menyusul, hingga terlihat Alexa hanya diam di depan pintu rumahnya.
"Om tinggal sendiri?" Suara pertama yang Darrel dengar. Setelah tadi tidak ada percakapan apa-apa. Satu jam waktu yang ditempuh dari keberadaan Alexa sampai ke rumahnya. Gadis itu hanya mengangguk ketika Darrel mengatakan, Mama kamu yang minta saya untuk jemput kamu.
"Iya," jawab Darrel membuka pintu rumah yang dia kunci. Lalu melangkah masuk tanpa niat membantu menarik koper Alexa.
Menunjuk pintu yang tertutup rapat dengan gerakan kepalanya, Darrel melirik Alexa."Kamar tamu tidak pernah dipakai, belum dibersihkan, kamu bisa mengaturnya sendiri--,"
"Kan aku tamu."
Memutar tubuhnya, Darrel memandang Alexa tanpa ekspresi apa-apa.
"Maksudnya, masa aku yang rapihin," protes Alexa."Aku juga enggak lama, sampai Mama balik jemput aku, jadi kasih aja kamar yang lain, kecil gapapa."
"Kalau keberatan bisa tidur di ruang tamu."
Alexa terdiam menatap pria dengan sweater hitam bergaris horizontal hijau dan celana pendek hitamnya berlalu begitu saja, penampilan yang terlihat santai itu benar-benar menyatu dengan kepribadian Darrel. Cool, tidak, kejam lebih tepatnya, bisa-bisanya menyuruhnya tidur di ruang tamu.
Di sana Ibu Tiri, di sini Om Laknat, batinnya kembali menarik koper menuju ruangan di sisi kiri sebagai kamarnya sementara.
Hubungan mereka sebagai Paman dan Keponakan tidak begitu dekat. Itu bagi Alexa, karena dia tidak menyimpan memori apa-apa tentang Darrel. Mungkin beranjak remaja baru ini dia kembali bertemu Pamannya itu.
Mamanya tidak memiliki saudara lagi selain Adik satu-satunya—Darrel. Hanya itu pemahaman yang Alexa tahu. Jadi menitipkan dia ke Darrel, pilihan satu-satunya yang tepat mungkin bagi Ariane—Mamanya.
...
Membuka tirai jendela kamar tamu. Alexa bisa melihat langsung taman dari balik kaca. Dengan meja bundar diletakkan di antara dua kursi putih. Beberapa bunga tumbuh di antara semak, pemandangannya cukup indah, tepat di samping halaman kamar tamu, itu memberinya kesempatan baik untuk menikmati udaranya.
Namun tidak untuk sekarang. Sprei tidak terpasang, lantai yang belum dipel, debu di atas meja kecil. Menamparnya kembali pada kenyataan. Kalau ia harus membersihkan kamar tamu yang diberikan oleh Pamannya.
Alexa mendesah, mengangkat koper dan menyeretnya ke atas tempat tidur. Membuka jaket crop topnya lalu ia lempar asal ke atas tempat tidur, meninggalkan kaos polos ketat berwarna hitam di tubuhnya. Sepatu sneakersnya Alexa tendang untuk terlepas dari kedua kakinya.
Rumah pamanya cukup besar. Apakah pria itu tidak berkeinginan menyewa asisten rumah tangga dan membiarkan harta bendanya tak terurus seperti ini? Kamar tamu ini sangat lengkap, ada walk-in closet hanya saja tidak tersentuh barang-barang apa pun. Apa sebelumnya kamar tamu ini memang selalu dibiarkan kosong?
Baru berkeinginan melangkah keluar untuk bertanya kebutuhan kamar. Suara ponselnya terdengar. Dengan gerakan cepat, Alexa meraih ponsel dari saku jaketnya.
"Udah di rumah Om kamu?"
"Ma, please deh aku gapapa tinggal sendiri di rumah, di sini beban banget," keluh Alexa mendudukan dirinya di pinggir tempat tidur,"Aku kan tamu kenapa harus beresin sendiri kamarnya? Nyebelin banget, Ma."
"Alexa, Mama tidak aman meninggalkan kamu sendiri di rumah--,"
"Lebih enggak aman aku tinggal sama Papa dan tinggal di sini."
"Adaptasi dulu pelan-pelan. Masih untung Om kamu mau bantu Mama jaga kamu. Kerjaan Mama selesai, kita pulang sama-sama ke rumah, ya sayang?"
Alexa menghela napas."Iya," balasnya sedikit mendengus.
Sambungan telepon terputus setelah Ariane mengatakan masih ada pekerjaan yang harus diurus. Begitu juga dengan Alexa, ia melangkahkan kakinya keluar, berniat bertanya dari mana ia bisa dapatkan perlengkapan kamar suramnya ini.
...
Berjalan melewati ruang tengah tempat ia dan pamannya sempat mengobrol tadi. Alexa mendekati pintu yang beberapa menit lalu menelan pria itu dari hadapannya. Ruangan yang tertutup rapat itu tidak Alexa ketahui apakah kamar pamannya atau bukan.
Dengan santainya ia mengetuk keras pintu di depannya. Tidak ada respon, Alexa kembali mempekerjakan tangan kanannya untuk terus mengusik penghuni di dalam.
"Om--,"
Ekspresi datar memotong kalimatnya."Ada apa?"
"Di kamar tamu ga ada isinya, sprei ga ada, selimut ga ada, handuk juga. Sama alat bersih-bersih di mana?"
Menarik gagang pintu–Menutup kembali pintu ruangan kerjanya. Darrel membawa kakinya melangkah melewati Alexa.
"Sprei dan selimut ada di dalam lemari kamar--,"
"Tapikan lemarinya debu mulu, pasti isinya juga udah kotor."
Kedua kakinya berhenti mengikuti Darrel saat pria itu mendadak menghentikan langkahnya. Dua langkah di depannya, pamannya berbalik memandang Alexa.
"Udah diliat?"
Alexa menggeleng.
"Yang kotor hanya bagian luar lemari. Sprei dan selimutnya juga masih baru, belum terbuka, tidak mungkin kotor," jelas Darrel panjang lebar."Alat bersih-bersihnya ambil di ruangan kecil yang ada di dapur."
"Terus?"
Kembali akan meninggalkannya. Alexa mengerutkan keningnya ketika membaca gelagat Darrel yang akan kembali ke ruangannya.
"Saya masih ada kerjaan, ambil sendiri."
Langkah kaki yang terdengar santai itu semakin mencampur adukan perasaan Alexa yang jengkel sekali melihat tingkah Darrel. Secepat itukah niat baik pria itu berubah? Memang ada yang salah dari perkataannya?
Pintu ruangan kerja kembali tertutup. Memutuskan tatapan dingin dan kesalnya, Alexa mengikuti arahan pamannya tentang di mana keberadaan alat-alat yang ia butuhkan.
...
Kaos oblong dan celana training. Pria itu sudah duduk di atas kursi meja makan. Di sana Darrel dengan santainya tengah mengunyah sarapannya. Tidak menunggu Alexa, tidak juga terdengar membangunkannya.
Alexa mendengus kecil. Perutnya lapar, kemarin sore tidak makan apa pun dan hanya sibuk membersihkan kamar. Menolak saat diajak makan malam dengan pamannya. Ia sudah keburu kesal dengan sikap pria itu.
"Besok bangun lebih awal, karena jarak dari sini ke sekolah kamu lumayan memakan waktu, saya yang antar."
Alexa yang tengah mengoleskan selai kacang di selembar roti miliknya, mengangkat pandangan menatap Darrel."Aku bisa berangkat sendiri," kata Alexa."Btw menurut aku ini masih pagi juga, enggak ada yang salah sama jam bangun aku," lanjutnya ketus.
"Mama kamu yang minta saya antar kamu."
"Oh kalo gitu nanti aku bilang lagi ke Mama, enggak usah sampai harus ngerepotin Om."
Darrel menatap Alexa datar.
"Ini masih hari libur. Nanti sejam lagi saya harus ke kantor. Kalau butuh apa-apa bilang saya, jangan ke mana-mana tanpa bilang ke saya--,"
Mengangkat alisnya."Kok ngatur?" tanya Alexa to the point.
"Mama kamu minta saya jaga kamu."
Membawa mug kopinya. Darrel berdiri meninggalkan ruang makan. Lagi-lagi percakapan mereka hanya memunculkan perasaan kesal di diri Alexa.
...
"Om kamu itu emang begitu sifatnya, maklum saja ya."
Alexa duduk sendirian di dalam kamarnya. Saat ini kembali melakukan panggilan telepon dengan Ariane—Mamanya. Setengah hari ia menghabiskan waktu sendirian. Merasa waktunya tepat untuk mengobrol dengan Ariane. Alexa memilih untuk menelepon wanita itu, membicarakan asal usul sikap Darrel.
"Aku pikir istri ular Papa doang yang rese. Ternyata Om Darrel sama aja."
"Alexa," panggil Ariane mengingatkan."Mama sama Om kamu kan setelah Omah dan Opah meninggal hanya tinggal berdua. Semakin dewasa kami jarang menceritakan hidup masing-masing. Apalagi sejak Mama menikah. Om Darrel juga memulai kehidupannya sendiri. Om kamu dulu itu tidak seacuh sekarang. Waktu kamu kecil, Om kamu sangat perhatian."
"Karena dia adik Mama jadi dibelain terus. Aku enggak inget yang dulu-dulu. Ingetnya yang sekarang, dan ya ampun, mau aku jambak aja rasanya."
Suara tawa kecil terdengar disebrang sana."Sudah, pokoknya berangkat bersama Om Darrel besok. Soal Papa kamu, Mama sudah bicara, balas pesan Papa kalau kamu mau membalasnya."
"Enggak mau."
"Yasudah, tidak apa. Ada lagi yang mau dibicarain?"
"Jemput Alexa sekarang."
"Love you sayang."
Alexa menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Hampir seminggu lebih Mamanya berada di kota lain melakukan perjalanan bisnisnya. Ia dititipkan ke rumah Papanya yang sudah menikah dengan perempuan lain sejak tiga tahun lalu. Dari awal Alexa memang tidak suka saat Mamanya mendiskusikan soal ia harus tinggal bersama Papanya sementara waktu.
Kemarin akhirnya ia bisa keluar dari rumah itu. Saat Alexa pulang malam, tidak memberi kabar apa-apa dan istri Papanya marah, mengatai Alexa anak tidak benar, tidak terdidik, seenaknya pulang malam disaat sedang numpang tinggal. Alexa yang tidak suka, tidak terima, berani menjambak rambut wanita itu hingga jatuh terbentur meja.
Ya, sudah bisa ditebak akhirnya. Ia diusir oleh wanita itu dan Papanya mendukung-mendukung saja. Tidak ada keinginan membelanya. Justru menelepon Ariane untuk segera membawanya pulang.
Sekarang Alexa masuk kandang yang salah lagi. Suasananya sama-sama tidak mengenakan.
...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!