Hidup dengan berbagai peristiwa pahit sudah menjadi teman hidup bagi seorang wanita muda berusia 22 tahun ini, Ya ini lah aku Kimi Kimura..
Dari sekian banyak kilasan hidup, hanya satu hal yg aku sadari sedari aku baru menginjak usia remaja, itu adalah bentuk paras wajah yg sama sekali tidak ada kemiripan dengan dua orang yg selama ini aku ketahui adalah orang tua kandungku, mereka adalah Bapak Jimi dan juga Ibu Sumi.
Pernah aku bertanya, namun ibu menjawab karena aku istimewa, maka dari itu aku di berikan paras yg cantik dan menawan. Perlu di ingat Ibu dan juga Bapak tidaklah jelek, namun hanya saja tidak mirip dengan ku yg lebih condong berparas keturunan jepang.
Bisa di lihat dari nama belakangku, banyak sekali aku mendengar Kimura adalah marga dari keturunan jepang. Namun lagi-lagi kedua orangtua ku selalu berkilah akan hal tersebut.
Sangat berbanding terbalik dengan latar belakang Bapak yg berketurunan jawa, begitu pula dengan Ibuku.
seperti apakah kisah hidupku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V3a_Nst, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10 - Kepastian
***
Mira memanggil Kimi setelah membuka ruang perawatan sang suami. Perdebatan antara dua sejoli sontak terhenti. Mira memberitahukan Jimi sudah sadar. Kimi dan juga William bergegas masuk ke dalam ruangan.
"Pa, sudah enakan?" Tanya Kimi tergesa menuju ranjang. Ia mengamit tangan Jimi dan menggenggam erat.
"Sudah Nak. Kamu tidak perlu khawatir." Jawab Jimi lirih. Ia baru saja sadar setelah operasi yg di langsungkan tadi malam. Tatapannya beralih dari Kimi menuju William yg sedari tadi diam di belakang Kimi.
"Nak William. Terimakasih ya, kamu dan juga keluarga kamu mau membantu saya. B-biaya rumah s-sakit-"
"Syut.. jangan di bahas, semua sudah diurus Daddy." William memotong ucapan Jimi yg ingin membahas biaya rumah sakit. Tentu ia tidak akan mungkin meminta bayaran pada Jimi, mengingat Jimi adalah calon mertuanya. Begitu pun dengan ayahnya, Ia tahu betul seperti apa sang ayah yg sering kali membantu oranglain. Jadi bisa ia pastikan masalah biaya seperti ini tidak akan menjadi masalah dalam keluarga mereka.
"Kirim tagihannya ke aku Liam. Nanti aku yg mengganti!" Putus Kimi tanpa menoleh ke arah William. Ia juga baru teringat akan hal itu.
Mendengarnya, tentu membuat William heran. Ia sampai memiringkan kepala untuk bisa terlihat oleh Kimi. Dengan wajah dibuat heran setengah jengkel ia menyikut lengan Kimi dengan sengaja.
"Apa-apaan?" Ketus Kimi memegangi lengannya yg disikut.
"Kamu yg apa-apaan! Ngomong apa kamu? Bisa-bisanya ya kamu begitu sama calon suami!" Jawab William sengit.
Ucapan William sukses membuat Kimi melebarkan mata, namun tidak dengan kedua orangtuanya. Jimi dan Mira malah tersenyum pelan.
Puk! Puk!
Kimi menepuk dada bidang William keras. Tapi bagi William itu bagaikan pijatan saja. Tidak terasa sakit sama sekali. Hanya saja untuk membuat suasana semakin dramatis. Ia sampai mengaduh parah seolah sedang menahan sakit yg teramat sangat.
"Auh! Akkhh! Sakit sekali!"
"BERLEBIHAN!" Balas Kimi acuh.
"Ma, Pa, Kimi KDRT sama Willy! Dia harus tanggung jawab." Lanjut William berakting. Mira dan juga Jimi sampai hampir terbahak melihat tingkah dua pemuda dihadapan mereka. Jika Jimi tidak ingat perutnya sedang sakit, bisa dipastikan ia akan terbahak-bahak saat ini.
"Tanggung jawab apaan hah?"
"Nikahin aku!"
"Bhahahaha! akkhh! auhh... ssstt." Pecah juga tawa Jimi yg berakhir terasa nyeri pada bagian perut yg menyerang hebat. Ia merintih masih dengan sisa tawa yg tertahan.
"Papa.. aduh sudah jangan ketawa-tawa dulu." Tegur Mira khawatir bersama sisa sisa tawa juga.
Sedangkan Kimi, ia sudah seperti akan melahap habis kepala William.
"Maaf Pa." William berucap lirih takut-takut. Karena melihat mata Kimi yg seolah ingin keluar dari cangkangnya, ia memilih menghentikan aktingnya.
"Iya William tidak apa-apa. Bicara soal pernikahan, apakah..."
"Jadi! Kami akan tetap nikah Pa."
"William! Ih kamu." Kimi emosi bercampur malu, ia tarik kasar tangan William ke arah luar ruangan. Namun sialnya, kaki nya malah tersandung kaki William dan..
"Aakkkhh!"
Grep!
"Mau kemana sih sayang, buru-buru begitu." Kedipan mata William di akhir kalimat membuat Kimi tersadar cepat. Kimi yg semula hampir terjatuh, dengan cepat William merengkuh tubuh mungil itu agar tidak menyentuh lantai.
Tanpa sepatah kata pun, Kimi berdiri dan kembali menarik tangan William keluar.
"Pa Ma, Aku keluar dulu." William berteriak sebelum daun pintu menelan keduanya.
Mira dan juga Jimi terkekeh pelan. Dalam hati mereka bersyukur jika memang benar William bisa menjadi jodoh yg baik untuk Kimi anak kesayangan mereka.
***
Kediaman Anderson
James baru saja selesai mandi setelah pergulatan panas yg terjadi diperaduan bersama sang istri tercinta. Tampak Vivi masih setia berkurung di dalam selimut yg semula di tutupi oleh James sebelum mandi.
Ia tersenyum menghampiri Vivi untuk sekedar membenahi anak rambut yg menutupi wajah cantik sang istri.
"Kamu kenapa cantik terus begini ya sayang." Ucap James tersenyum kagum sembari menyematkan ciuman kasih didahi sang istri.
Vivi menggeliat. Ia merasakan ciuman hangat sang suami lalu membuka mata.
"Eeung.. Kamu sudah selesai?"
"Sudah sayang.."
"Kamu mau ke kantor?"
"Iya."
"Terus ke rumah sakitnya kapan?" Jawab Vivi yg kini sudah mulai terduduk. Ia ambil bagian selimut yg di bawah untuk menutupi seluruh tubuhnya. Pasalnya yg di dalam keadaannya sedang polos tanpa sehelai benang pun menempel di tubuh sintal Vivi. Jika di biarkan terbuka, maka tidak ada jaminan James akan tetap tenang tanpa menerkam dirinya kembali.
James terkikik melihat tingkah sang istri. Ia tarik perlahan selimut yg menutupi kesukaannya. Namun tentu saja hal itu mendapat lirikan tajam dari Vivi. Masih terkikik gemas James memilih mengalah untuk saat ini. Mengingat waktu yg sudah mengharuskan ia berangkat secepatnya ke kantor Anderson Grup miliknya.
"Aku ada urusan dengan klien bersama Darren. Ini seharusnya tugas anak kamu. Tapi lihat saja, tidak mungkin dia bisa mengurusnya, sedangkan isi kepalanya cuma Kimi. Sampai sekarang saja dia belum mau pulang." James berucap sambil terus menyiapkan diri untuk berangkat.
Vivi mengangguk. "Terus bagaimana kelanjutan mereka? Apa mereka jadi lamaran terus menikah?"
James menghela panjang, ia mengambil dasi dan menyerahkan pada sang istri. Vivi menerima dan mulai memasangkan dasi sang suami.
"Aku ikut Willy saja sayang. Yg aku tangkap, Willy suka sekali dengan Kimi. Cantik sih memang. Anakmu itu sama sepertiku, pinter dalam mencari pendamping hidup."
Tawa Vivi berderai manja. Ia menepuk pelan pundak lebar sang suami. Sehingga selimut yg semula di jaga ketat pertahanannya, harus melorot dan memperlihatkan keindahannya.
"James stop!"
James tersenyum gemas lalu beranjak dari sang istri. Ia pun berpamitan dan berlalu meninggalkan peraduan dan pergi menuju kantor. Jika saja pekerjaannya tidak menunggu, sudah pasti ia akan menerkam istrinya sekali lagi.
***
Sepeninggalan sang suami menuju kantor, Vivi bergegas menuju kamar mandi. Ia menghidupkan air dan menampungnya di atas bath up. Ia memilih berendam sepagi ini untuk merilekskan pikirannya yg sedikit... Kacau.
'Apa aku jahat ya kalau tidak menyetujui niatan William. Tapi William keliatan suka banget dengan anak itu.' Gumam Vivi dalam hati. Pandangannya kosong namun pikirannya penuh dengan tanda tanya. Ia tidak ingin menyakiti hati putra semata wayang, namun juga tidak bisa begitu saja menyetujui permintaan sang anak.
'James kelihatan setuju-setuju saja, tetapi kenapa aku malah ragu ya. Aduh! Apa yg sedang aku pikirkan.'
Larut dalam pikiran panjang. Vivi sampai tidak menyadari air tampungan sudah memenuhi bathup tersebut.
"Huh, terkejutnya!" Keluhnya mematikan air dan mulai menuangi berbagai produk aroma terapi yg akan ia gunakan untuk merendam diri.
***
BERSAMBUNG