NovelToon NovelToon
Satu Perempuan

Satu Perempuan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Keluarga / Satu wanita banyak pria
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nurcahyani Hayati

Bagaimana jadinya jika kamu menjadi anak tunggal perempuan di dalam keluarga yang memiliki 6 saudara laki-laki?
Yah, inilah yang dirasakan oleh Satu Putri Princes Permata Berharga. Namanya rumit, ya sama seperti perjuangan Abdul dan Marti yang menginginkan anak perempuan.

Ikuti kisah seru Satu Putri Princes Permata Berharga bersama dengan keenam saudara laki-lakinya yang memiliki karakter berbeda.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurcahyani Hayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10. Aneh

Abdul melangkah turun dari mobil pick up yang ia gunakan untuk membeli beberapa kayu sebagai keperluan untuk membuat lemari. Ia sudah mendapat banyak pesanan lemari dari toko-toko yang ada di kota.

Ia mengusap keringat yang ada di keningnya hingga menjalar ke lehernya. Hari ini cukup melelahkan akan tetapi Abdul harus terus semangat guna untuk menghasilkan uang yang lebih banyak karena ada begitu banyak anak yang harus ia hadapi, lebih tepatnya 6 orang anak dan satu istri.

Abdul tersenyum menatap segerombolan anak-anak perempuan yang sedang bermain di teras rumah. Beberapa detik kemudian senyum Abdul tertahan diiringi dengan langkah kakinya yang ikut tertahan juga. Tunggu!

Anak perempuan?

Sejak kapan ada anak-anak perempuan di teras rumahnya dan mereka sedang bermain karena sepengetahuan Abdul anaknya semua itu laki-laki dan tentu saja pasti seharusnya anak laki-laki yang berkumpul di teras rumah bukan anak perempuan.

Abdul menoleh menatap ke arah mereka dan sedetik kemudian kedua matanya membulat mendapati Pradu yang sedang bermain bersama mereka tapi yang lebih mengejutkan lagi anak laki-lakinya yang telah berusia lima tahun itu menggunakan baju perempuan berwarna pink, sekali lagi berwarna pink.

"Prdau!" teriak Abdul membuat mereka semua terperonjak kaget, bukan hanya Pradu tetapi anak-anak perempuan yang lainnya yang kira-kira sebanyak empat orang.

Pradu bergetar, baru kali ini ia mendengar Bapaknya itu berteriak cukup keras dengan wajah yang marah.

"Sini kamu!" teriaknya membuat Pradu dengan cepat bangkit dan berlari menghampiri Abdul yang kembali berteriak memanggilnya tetapi kali ini suaranya jauh lebih tinggi.

"Baju apa ini?"

"Hem?"

"Dapat darimana?" tanya Abdul sembari menarik ujung rok membuat Pradu dengan cepat menahan rok agar tidak merosot turun.

"Dapat dari Mama," jawab Pradu dengan takut.

Kedua mata Pradu nampak memerah, menampung air mata yang siap jatuh. Bibirnya ikut bergetar menahan tangis.

"Siapa yang suruh kamu pakai baju ini? Ini tuh baju perempuan bukan baju anak laki-laki."

"Kamu nggak malu kalau lihat sama teman-teman?"

"Tapi kata teman-teman bajunya cantik," jawab Pradu.

Rasanya Abdul ingin mengusir semua teman-teman Pradu dari rumah ini sekarang juga karena rupanya mereka telah memuji baju yang dipakai Pradu sebelum dia datang.

"Buka!"

"Tidak mau."

"Buka cepat!"

"Tidak mau!!!" teriak Pradu.

"Loh, Bapak sudah pulang?"

Abdul dan Pradu menoleh menatap kehadiran Marti yang sedang menggendong Pranam yang tertidur dengan selimut biru.

"Apa ini?" tanya Abdul sembari menunjuk Pradu yang nampak berlari dan kembali bergabung bersama dengan teman-teman perempuannya.

"Itu Pradu," jawab Marti membuat Abdul mendecap kesal.

"Aku tahu, Bu maksudnya dengan bajunya."

"Oh, Bapak lupa ya dengan resep ibu?"

Abdul menepuk jidat. Ia menopang pinggang dengan perasaan yang kacau. Tak tahu harus mengatakan apalagi. Ia ingin bicara akan tetapi tak tahu harus mulai dari mana.

"Tapi apakah ini tidak berdampak buruk kepada anak kita?"

"Berdampak buruk seperti apa? Ibu lihat Pradu tidak masalah kalau ibu pakaikan baju perempuan malahan Pradu suka," jelasnya sambil menatap ke arah Pradu yang asyik bermain boneka Barbie.

Abdul menghela nafas panjang kali ini sedikit gusar.

"Kalau seperti ini anak kita bisa jadi bencong."

Mari tertawa kecil lalu menggelengkan kepalanya. Ada-ada saja suaminya itu.

"Bapak tenang saja ini tidak akan lama kalau semisalnya ibu hamil terus melahirkan anak perempuan nanti resepnya akan Ibu hentikan."

"Jadi Pradu akan Ibu kembali pakaikan dengan pakaian anak laki-laki terus nanti rambutnya juga bakalan Ibu tidak gunting, untuk sementara Pradu rambutnya Ibu panjangin dulu."

"Bapak nggak usah khawatir, ya!" tambahnya lagi sembari menepuk pundak Abdul lalu melangkah pergi meninggalkan Abdul yang kini masih terdiam di depan pintu utama.

Abdul terdiam sejenak tetapi penuh makna. Ia berusaha untuk mencerna kalimat istrinya dalam-dalam. Ia mendudukkan tubuhnya di kursi teras rumah sembari menopang kepalanya yang pusing.

Tatapannya hanya terfokus pada Pradu yang kini sedang bermain boneka Barbie dengan gaya yang dibuat secentil mungkin.

Abdul menggelengkan kepalanya. Tingkah Pradu seperti anak perempuan bahkan mengalahkan teman-teman perempuan sebayanya yang kini sedang menemaninya bermain.

"Aneh," ujarnya lalu melangkah pergi.

Rasanya ia tak tahan jika harus duduk berlama-lama melihat anaknya bertingkah centil seperti itu. Abdul seperti ingin mengikat Pradu dan menggantungnya di atap rumah.

...----------------...

9 bulan kemudian

Perut buncit itu sesekali Marti usap dengan lembut. Ia harap kehamilan ketujuhnya ini adalah kehamilannya yang terakhir. Ia sudah cukup lelah menjadi bahan gosip para tetangga-tetangga yang berisiknya minta ampun.

Abdul menopang pinggang sembari menatap ke arah dinding di mana berjejer foto anak-anaknya yang masih bayi. Dimulai dari foto Pratama hingga ke foto Pranam.

Tapi seperti ada yang kurang pada dinding rumah bercat hijau itu.

"Kayaknya kita harus foto keluarga, Bu."

"Tunggu anak ini lahir, pak."

Abdul mengangguk, "Benar juga, ya Bu jadi nanti fotonya itu cuman sekali tapi lengkap."

"Oh iya, pak kayaknya anak yang di dalam perut ibu perempuan, deh."

"Oh yah? Ibu tahu darimana?"

"Perasaan ibu," jawabannya sambil tersenyum penuh.

Abdul duduk di kursi tengah. Menyeruput kopi buatan istrinya. Meluahkan rasa lelahnya setelah memasang beberapa bingkai foto di dinding.

Menikmati secangkir kopi diiringi dengan suara kebisingan serta pertengkaran yang terjadi di antara anak-anaknya.

Ini masih mending karena Praga, si bocah nakal itu sedang tertidur. Coba saja jika Praga tidak tidur mungkin bukan hanya suara pertengkaran yang terdengar tetapi suara tangisan. Bukan Praga yang menangis tapi saudara-saudaranya yang menangis karena dipukul oleh Praga.

Bahkan Abdul sering berpikir mau jadi apa si Praga itu? Hobby-nya hanya berkelahi dengan saudara-saudaranya yang lain.

"Nggak kebayang, Bu kalau anak-anak kita semua sudah besar nanti."

"Serunya bukan main," tambahnya lagi.

1
Sena Safinia
kocak suka ........gimana klo ad cwok naksir incess .....ga sabar nunggu next
balabulu
lanjut Thor
balabulu
semngat thor punya
balabulu
aduh kapan yah semua anaknya kumpul duduk bareng
balabulu
semangat Thor up nya
balabulu
nggak sabar ni pengen tau kelanjutannya
balabulu
semangat Thor up nya
balabulu
giginya kakak
balabulu
ahahahha 🤣, salah tangkap kamu pak 🤣
balabulu
semangat Thor up. ya kalau perlu dobel deh yah 🥹
balabulu
kasian kamu Prapat nasip punya kembaran
balabulu
aduh kasian praga semangat Thor up nya
balabulu
next thoorrr heheh seruh niii
Salju
next thoor
Salju
Pratama jadi anak pemalas nh
Salju
Next thoor
Seru juga bacanya
Salju
kasian banget si kabo tapi lucu
Salju
si pradu jadi bahan resep hahaha
Salju
Pokoknya aku pilih pralim hahaha anak marti yg pling ganteng
Salju
Anaknya ada yang kembar
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!