Seoul tidak pernah tidur, tetapi bagi Han Ji-woo, kota ini terasa seperti sedang koma.
Di bawah gemerlap lampu neon Distrik Gangnam, Ji-woo duduk di bangku taman yang catnya sudah mengelupas, menatap layar ponselnya yang retak. Angin musim gugur menusuk jaket tipisnya yang bertuliskan "Staff Event". Dia baru saja dipecat dari pekerjaan paruh waktunya sebagai pengangkut barang bagi para Hunter (pemburu).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GELANDANGAN DI DEPAN RUMAH SENDIRI
Pagi yang cerah di Seoul. Burung berkicau, matahari bersinar, dan Han Ji-woo sedang memasak mi instan menggunakan air panas dari dispenser minimarket.
Dia duduk bersila di dalam tenda kemah murahan yang didirikan tepat di depan gerbang Panti Asuhan Harapan Bunda.
Panti asuhan itu—yang kini telah menjadi Dungeon Pribadi Kelas-S—terlihat megah dengan kubah energi biru transparan yang melindunginya. Di dalamnya, anak-anak bermain dengan aman, dijaga oleh monster-monster summon (panggilan) imut yang tercipta dari sistem pertahanan dungeon.
Tapi Ji-woo? Dia tidak bisa masuk.
[AKSES DITOLAK]
Status Pemilik: Han Ji-woo.
Alasan Penolakan: Nilai Aset Properti Dungeon ini (10 Triliun Won) membuat "Kekayaan Bersih" Anda terlalu tinggi.
Sistem Keamanan: Jika Anda masuk, aura kemiskinan Anda akan bentrok dengan aura aset properti, menyebabkan ledakan nuklir skala kecil.
"Adil sekali," gumam Ji-woo sambil menyeruput kuah mi yang asin. "Aku menyelamatkan rumah ini, tapi aku harus tidur di jalanan agar tidak meledak."
Choi Yuna datang membawa kopi (kopi sachet, tentu saja). Dia sekarang resmi menjadi "Sekretaris Gelandangan".
"Tuan, berita pagi ini heboh. Saham Grup Golden Tooth anjlok. Broker dinyatakan hilang. Dan Anda... Anda jadi trending topic sebagai 'Pahlawan Truk Tinja'."
"Bagus," kata Ji-woo. "Popularitas tidak menambah saldo bank, jadi aku aman."
Tiba-tiba, langit di atas tenda mereka berubah warna. Awan putih menjadi kelabu, lalu tersibak rapi seolah ada tangan raksasa yang membelahnya.
Sebuah tangga eskalator emas turun dari langit, mendarat mulus di aspal jalanan yang retak.
Suara musik elevator yang menenangkan (ting-tung-ting-tung) terdengar entah dari mana.
Seorang pria turun dari eskalator itu. Penampilannya sangat rapi: rambut klimis, kacamata tanpa bingkai, setelan jas abu-abu yang tidak memiliki satu kerutan pun, dan membawa sebuah papan jalan (clipboard).
Dia tidak berjalan. Dia melayang satu inci di atas tanah agar sepatunya tidak kotor.
"Saudara Han Ji-woo?" panggil pria itu. Suaranya datar, tanpa emosi, seperti suara mesin penjawab telepon otomatis.
Ji-woo berdiri, waspada. Dia merasakan aura yang aneh dari orang ini. Bukan aura pembunuh, tapi aura yang membuat perut mulas—seperti saat dipanggil guru BP atau kantor pajak.
"Siapa kau? Debt Collector lagi?" tanya Ji-woo.
Pria itu membetulkan letak kacamatanya.
"Kasar sekali. Perkenalkan, saya Valerius. Saya adalah Auditor Senior dari The High Table of Coin."
Valerius menjentikkan jarinya. Sebuah meja kantor lengkap dengan kursi ergonomis muncul di tengah jalan.
"Silakan duduk. Kita perlu melakukan Performance Review."
SERANGAN TUNJANGAN HARI RAYA
Ji-woo tidak duduk. Dia malah memasang kuda-kuda bertarung.
"Aku tidak tertarik dengan MLM atau asuransi. Pergi."
Valerius menghela napas, seolah menghadapi anak kecil yang rewel.
"Tuan Han, Anda salah paham. Dewan Tinggi sangat terkesan dengan kemampuan Anda mengelola defisit. Kami menilai Anda memiliki potensi manajerial."
Valerius membuka dokumen di papan jalannya.
"Oleh karena itu, Dewan memutuskan untuk Merekrut Anda."
TING!
[QUEST PAKSA: PENAWARAN KERJA]
Posisi: Gubernur Wilayah Timur (Dimensi Bawah).
Gaji Pokok: 50 Miliar Won / Bulan.
Fasilitas: Rumah Dinas, Kendaraan Dinas, Asuransi Kesehatan Abadi.
Peringatan: Jika diterima, status "Miskin" Anda akan dicabut permanen.
Mata Ji-woo terbelalak horor. "Gaji 50 Miliar per bulan?! Itu ancaman pembunuhan!"
"Itu standar UMR kami," kata Valerius santai. "Tanda tangan di sini."
"TIDAK AKAN!" Ji-woo melompat maju, tinjunya yang dilapisi aura kemiskinan (saat ini saldonya minus 15 ribu won) mengarah ke wajah Valerius.
BUAGH!
Pukulan itu berhenti satu sentimeter di depan wajah Valerius. Terhalang oleh sebuah dinding cahaya tipis yang terbuat dari... kertas hologram?
Ji-woo menyipitkan mata. Dinding itu bertuliskan: [CLAUSE 1: KEKEBALAN DIPLOMATIK].
"Kekerasan fisik terhadap pejabat HRD adalah pelanggaran kode etik," kata Valerius. "Sebagai hukuman, saya akan memberikan Bonus Kinerja Awal."
Valerius menempelkan stempel merah ke dahi Ji-woo.
CAP!
[TRANSFER MASUK]
Pengirim: High Table Treasury.
Nominal: 1.000.000.000 Won.
Keterangan: Bonus Tanda Jadi (Non-Refundable).
"ARGHHH!" Ji-woo menjerit.
Seketika, otot-otot kekarnya menyusut. Bahunya turun. Lututnya lemas. Wajah garangnya berubah menjadi wajah pria kantoran yang lelah dan cukup gizi.
Dia jatuh berlutut.
"Rasanya... rasanya nyaman sekali... Aku benci ini..." rintih Ji-woo. Uang 1 Miliar itu membuatnya merasa 'aman', dan rasa aman itu mematikan insting tempurnya.
"Lihat?" Valerius tersenyum tipis. "Kekayaan itu nyaman, Tuan Han. Kenapa harus susah payah jadi miskin? Terimalah takdirmu sebagai orang elit."
Valerius melangkah maju. "Sekarang, mari kita bahas Tunjangan Pensiun."
Yuna, yang melihat bosnya dilumpuhkan dengan uang, panik. Dia tahu dia harus melakukan sesuatu. Tapi apa? Dia tidak bisa memukul Auditor itu.
Yuna melihat saldo di ponsel Ji-woo yang tergeletak di aspal. 1 Miliar Won.
Otak Yuna berputar cepat. Dia mengambil ponsel itu.
"Hei, Tuan Kacamata!" teriak Yuna.
Valerius menoleh. "Asisten? Maaf, kau tidak masuk dalam struktur organisasi."
"Bosku mungkin tidak bisa menolak uang masuk," Yuna tersenyum licik, jarinya menari di layar ponsel. "Tapi aku adalah sekretaris yang memegang password Mobile Banking-nya."
Yuna menekan tombol konfirmasi.
"Dan aku baru saja mendaftarkan Tuan Han ke 10.000 Layanan Subscription Premium yang tidak berguna!"
TING! TING! TING! TING!
Notifikasi berbunyi gila-gilaan dari ponsel Ji-woo.
Berlangganan "Majalah Kucing Persia Bulanan": -500.000 Won.
Berlangganan "Aplikasi Kencan Premium VIP": -2.000.000 Won.
Donasi ke "Yayasan Pelestarian Nyamuk Hutan": -50.000.000 Won.
Pembelian "Skin Game Online" Acak: -100.000.000 Won.
Dalam hitungan detik, saldo 1 Miliar itu terkuras habis oleh sistem debit otomatis (Auto-Debet) yang brutal.
Tubuh Ji-woo bergetar. Rasa nyaman itu hilang. Digantikan oleh rasa panik karena uangnya habis untuk hal-hal bodoh.
Dan rasa panik itu... memberinya kekuatan!
Otot Ji-woo mengembang kembali. Jas kemejanya robek.
Dia bangkit berdiri, matanya menyala liar.
"Kau..." Ji-woo menunjuk Valerius. "Kau mencoba memberiku kenyamanan masa tua? LANGKAHI DULU MAYATKU!"
JURUS 1000 MATERAI
Valerius mundur selangkah, alisnya terangkat sedikit. "Metode pengeluaran dana yang sangat tidak efisien. Tapi saya akui, tekad kemiskinan Anda kuat."
"Cukup basa-basinya," Ji-woo menerjang.
Kali ini, dinding [Kekebalan Diplomatik] Valerius retak dihantam tinju Ji-woo yang diperkuat oleh rasa penyesalan akibat berlangganan majalah kucing.
PRANG!
Valerius terlempar mundur, tapi dia mendarat dengan anggun di atas meja kerjanya.
"Baiklah. Jika negosiasi gagal, kita masuk ke prosedur Hostile Takeover (Pengambilalihan Paksa)."
Valerius melemparkan papan jalannya ke udara. Kertas-kertas dokumen berhamburan, melayang mengelilingi Ji-woo seperti badai salju.
"Skill Lapangan: Paper Cut Tornado (Badai Sayatan Kertas)."
Kertas-kertas itu menajam setajam silet. Mereka berputar kencang, menyayat kulit baja Ji-woo.
Sret! Sret! Sret!
Bukan darah yang keluar, tapi percikan api.
"Dokumen ini..." Ji-woo menangkis lembaran kertas itu. "Isinya Surat Perjanjian Kredit?!"
"Benar!" seru Valerius. "Setiap goresan yang kau terima akan membebanimu dengan bunga kredit 2% per detik!"
Ji-woo melompat mundur. Serangan ini berbahaya. Ini bukan serangan fisik, ini serangan finansial yang dimanifestasikan secara fisik.
"Yuna! Cari taksi!" teriak Ji-woo.
"Hah? Kita mau kabur?"
"Bukan! Aku butuh kendaraan untuk dihancurkan!"
Tapi tidak ada taksi. Jalanan kosong karena Valerius sudah memblokir area itu.
Ji-woo terpojok. Kertas-kertas itu semakin rapat mengurungnya.
Dia melihat ke arah Valerius yang sedang menyiapkan serangan pamungkas: sebuah Pena Raksasa yang ujungnya bersinar mematikan.
"Tanda tanganilah kontrak kematianmu, Han Ji-woo," Valerius meluncurkan pena itu laksana tombak.
Di saat kritis itu, Ji-woo melihat sesuatu di saku celana Valerius. Sebuah dompet kulit tebal.
Ide gila muncul.
Ji-woo tidak menghindar. Dia membiarkan bahunya tertusuk pena raksasa itu.
JLEB!
"Dapat!" Ji-woo menahan rasa sakit, lalu menggunakan tangan kanannya untuk merogoh saku Valerius dengan kecepatan kilat.
SKILL: COPET (PICKPOCKET) - Level Darurat.
Ji-woo menarik dompet Valerius.
"Sistem! Scan dompet ini!"
[ANALISIS ASET]
Pemilik: Valerius.
Isi: Kartu Identitas Pejabat, Foto Keluarga, dan...
KARTU KREDIT 'INFINITY BLACK' (Limit Tak Terbatas).
Mata Ji-woo berbinar jahat. Dia memegang kartu hitam itu tinggi-tinggi.
"Valerius! Kau pejabat yang taat aturan, kan?"
Valerius berhenti menyerang. Matanya tertuju pada kartu di tangan Ji-woo. "Kembalikan itu. Itu inventaris kantor."
"Aku akan mengembalikannya," seringai Ji-woo. "Setelah aku melakukan satu kali gesek."
Ji-woo menempelkan kartu itu ke dahi Valerius sendiri (yang ternyata memiliki chip NFC tertanam di otaknya untuk transaksi cepat).
"Transaksi: PEMBELIAN UTANG NEGARA!"
"JANGAN!" Valerius berteriak, wajahnya yang tenang akhirnya hancur lebur oleh kepanikan.
BEEP!
[TRANSAKSI SUKSES]
Pembeli: Valerius (Dipaksa).
Item: Surat Utang Negara Dunia Ketiga.
Nominal: 100 Triliun Won.
EFEK SAMPING: Pemilik kartu mengalami "Defisit Anggaran Mendadak".
Valerius menjerit saat saldo tak terbatasnya tersedot untuk menutupi lubang utang negara antah berantah. Jas mahalnya berubah menjadi kain goni lusuh. Kacamata mahalnya retak dan ditempel selotip.
Si Auditor yang elegan kini terlihat seperti pengemis elit.
Kekuatannya sebagai pejabat lenyap karena dia bangkrut secara teknis.
Ji-woo mencabut pena raksasa di bahunya (yang kini menyusut jadi pena biasa karena pemiliknya miskin).
"Pelajaran pertama ekonomi jalanan, Pak Auditor," kata Ji-woo sambil menepuk pundak Valerius yang gemetar.
"Jangan pernah pamer 'Limit Tak Terbatas' di depan orang yang lapar."
Ji-woo bersiap memberikan pukulan terakhir untuk mengirim Auditor ini pulang.
Namun, Valerius tiba-tiba tertawa. Tawa yang kering dan pasrah.
"Hebat... Kau membuatku bangkrut. Tapi kau lupa satu hal, Han Ji-woo."
"Apa?"
Valerius menunjuk ke arah tenda Ji-woo.
"Karena aku bangkrut... aku tidak bisa membayar biaya operasional portal pulang. Aku... stuck di sini."
Valerius menatap Ji-woo dengan mata berkaca-kaca (mata pengemis yang butuh makan).
"Tuan Han... boleh minta mi instan-nya sedikit? Saya lapar."
Ji-woo ternganga.
Musuhnya tidak mati. Musuhnya tidak kabur.
Musuhnya... menjadi benalu baru yang harus dia beri makan.
"Sialan," umpat Ji-woo. "Yuna, masak satu bungkus lagi. Pakai kuah yang banyak biar kenyang."