Vanya sengaja menyamar menjadi sekretaris yang culun di perusahaan milik pria yang dijodohkan dengannya, Ethan. Dia berniat membuat Ethan tidak menyukainya karena dia tidak ingin menikah dan juga banyaknya rumor buruk yang beredar, termasuk bahwa Ethan Impoten. Tapi ....
"Wah, ternyata bisa berdiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
"Wah, menu makan siang lumayan juga," gumam Vanya saat melihat papan menu di kafetaria Sigma Corp. Perutnya sudah terasa sangat lapar setelah setengah hari berakting menjadi gadis pekerja keras. Dia segera mengambil nampan dan mengisinya penuh: nasi, lauk pauk lengkap, dan tak lupa, tumpukan buah-buahan penutup.
Setelah mendapatkan tempat duduk di meja kosong, Vanya mengeluarkan ponselnya. Dia menghidupkan aplikasi streaming dan melanjutkan menonton drama Korea favoritnya, menikmati adegan romantis dengan ekspresi terhanyut, tanpa peduli dengan teman-teman kerja di sekitarnya.
"Vanya, boleh aku duduk di sini?" tanya Sofi, staf dari Divisi Keuangan yang ramah dan ratu gosip perusahaan.
Vanya menoleh dan menatapnya. "Tentu saja boleh. Duduk saja." Kemudian Vanya melanjutkan menyantap makanannya dengan lahap.
"Kelihatannya kamu lapar sekali," komentar Sofi, melihat nafsu makan Vanya yang luar biasa.
"Iya, baru pertama kali kerja. Rasanya sangat lapar. Padahal tadi pagi sudah sarapan," bohong Vanya, membuat ceritanya tentang gadis miskin yang butuh uang semakin meyakinkan. Padahal, selama setahun terakhir dia hanya menghabiskan waktu dengan rebahan di kamar.
"Memang sebelumnya kamu bekerja di mana?" tanya Sofi.
"Kerja serabutan dan kadang jadi guru les, karena belum dapat pekerjaan yang cocok setelah lulus kuliah satu tahun yang lalu," Vanya menyusun cerita palsunya dengan lancar.
"Ternyata kamu masih muda, ya. Beruntung dong kamu bekerja di sini. Kamu sekarang punya posisi paling strategis. Siapa tahu kamu bisa jadi pawang Pak Ethan."
Vanya tertawa. "Yang ada aku buat Pak Ethan kesal."
"Kamu memang punya nyali!" Kemudian Sofi menurunkan suaranya, mulai bergosip. "Aku dengar Pak Ethan akan dijodohkan dengan putri pemilik El-Corp. Tapi Pak Ethan menolak mentah-mentah. Kayaknya Pak Ethan benar-benar nggak tertarik dengan wanita."
Beberapa staf lain yang duduk di meja sebelah, Vina dan Dita, juga ikut bergabung. "Jadi, kamu juga sudah dengar berita perjodohan itu? Sayang sekali, padahal putri Pak Bima itu cantik sekali. Aku pernah melihatnya sekali, waktu ada seminar di perusahaannya tahun lalu. Perfect."
Mendengar nama El-Corp dan kecantikan putri Pak Bima, Vanya hampir tersedak buah. Buru-buru Vanya meneguk minumannya. Dia mematikan drama di ponselnya dan fokus sepenuhnya pada gosip yang beredar. Ternyata sangat seru menggosipkan dirinya sendiri di tempat kerja.
"Cantik, cerdas, dan kaya raya, putri konglomerat, lho. Heran, Pak Ethan menolaknya. Bahkan katanya bertemu saja tidak mau," kata Vina, ikut menyayangkan.
Vanya hanya tersenyum dalam hatinya. Gadis cantik itu saja terpaksa menjadi sekretaris Ethan. Pria dingin itu sepertinya memang sudah tidak bisa diselamatkan dari kesendiriannya.
"Memang kenapa Pak Ethan tidak mau dekat sama wanita? Apa dia tidak normal?" tanya Vanya.
Sofi merendahkan suaranya lagi, memastikan gosip ini eksklusif. "Ini rahasia umum inner circle di sini. Sepuluh tahun yang lalu, Pak Ethan mengalami kecelakaan mobil parah bersama Papanya yang menyebabkan Papanya meninggal dunia. Waktu itu Pak Ethan masih 17 tahun. Kecelakaannya sangat parah, dan katanya Pak Ethan terluka di organ vitalnya..." Sofi berhenti, menghela napas dramatis. "Kemungkinan besar karena trauma dan juga kondisi fisiknya, Pak Ethan tidak mau dekat dengan wanita atau menjalin hubungan serius."
Vanya terhenyak. Gosip yang dia dengar dari kakaknya, kini diperkuat dengan detail yang mengerikan. Trauma dan cedera fisik. Itu menjelaskan kenapa Ethan selalu menjaga jarak dan menolak sentuhan.
"Darimana kamu tahu?" tanya Vanya.
"Pamanku dulu tangan kanannya mendiang Pak Damian, jadi tahu banyak hal," cerita Sofi.
Vanya menganggukkan kepalanya, kini menjadi pendengar yang serius. Gosip ini mengubah sedikit persepsinya tentang Ethan.
"Vanya, kamu dandan gih," saran Sofi, kembali ke mode iseng. "Siapa tahu Pak Ethan naksir sama kamu. Kan ada tuh di drama, sekretaris sederhana tapi menaklukkan hati CEO."
Namun, Vina menyahuti cepat. "Jangan! Biarkan saja dia berpenampilan polos begini. Kamu masih ingat tidak, si Serli yang diusir dua bulan lalu? Dia dandannya menor dan pakai baju seksi yang sangat terbuka. Eh, bukannya tergoda, Pak Ethan malah langsung memecatnya hari itu juga karena dianggap mengganggu kinerja kantor."
Vanya hanya tersenyum kaku. Dia bekerja bukan untuk menggoda Ethan, tapi untuk membuat Ethan benci padanya dan segera memecatnya.
Tiba-tiba, saat Vanya sedang memilah buah di nampannya, hidungnya terasa gatal. Dia menutup mulutnya dan memutar tubuhnya ke belakang.
Hap! Hachii!
"Aduh," gumamnya, sambil menggosok hidungnya yang gatal.
Pasti Pak Ethan sudah masuk ke dalam ruangannya dan sudah menyebut namaku tiga kali.
Vanya sudah tidak sabar melihat ekspresi Ethan saat melihat hasil karyanya.
***
Ethan berjalan memasuki ruangannya, diikuti Raka yang sibuk membalas pesan di ponsel.
Ethan berhenti tepat di ambang pintu. Matanya yang tajam menyapu setiap sudut.
Pertama, rak dokumen yang dulunya abu-abu, kini penuh dengan label yang seukuran kartu pos, ditempelkan secara diagonal. Setiap label memiliki gambar yang berbeda. Kertas-kertas warna neon itu melawan estetika monokrom Ethan.
Kedua, Papan Tulis Kaca di pojok,.yang biasanya hanya berisi kutipan motivasi kaku kini terisi penuh. Di sana tertulis jadwalnya selama seminggu ke depan, lengkap dengan tulisan tangan besar Vanya yang condong ke kanan, menggunakan spidol warna-warni, dan dihiasi aneka emoticon.
Raka, yang baru saja selesai dengan ponselnya, mengikuti pandangan Ethan. Dia butuh waktu dua detik untuk mencerna, lalu tawanya meledak.
"Ternyata Vanya sangat kreatif. Ruangan ini jadi sedikit berwarna."
Tapi, Ethan tidak tertawa sama sekali. Dia menarik napas dalam dan mengacak rambutnya frustrasi.
"Vanya! Panggil Vanya suruh ke ruanganku sekarang!"