NovelToon NovelToon
Misteri 112

Misteri 112

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Mafia / Penyelamat
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: Osmond Sillahi

Robert, seorang ilmuwan muda brilian, berhasil menemukan formula penyembuh sel abnormal yang revolusioner, diberi nama MR-112. Namun, penemuan tersebut menarik perhatian sekelompok mafia yang terdiri dari direktur laboratorium, orang-orang dari kalangan pemerintahan, militer, dan pengusaha farmasi, yang melihat potensi besar dalam formula tersebut sebagai ladang bisnis atau alat pemerasan global.

Untuk melindungi penemuan tersebut, Profesor Carlos, rekan kerja Robert, bersama ilmuwan lain, memutuskan untuk mengungsikan Robert ke sebuah laboratorium terpencil di desa. Namun, keputusan itu membawa konsekuensi fatal; Profesor Carlos dan tim ilmuwan lainnya disekap oleh mafia di laboratorium kota.

Dengan bantuan ayahnya Robert yang merupakan seorang pengacara dan teman-teman ayahnya, mereka berhasil menyelamatkan profesor Carlos dan menangkap para mafia jahat

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmond Sillahi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sandera di Laboratorium

Suasana di dalam laboratorium kota terasa tegang. Di bawah lampu-lampu neon yang terpasang di langit-langit, para ilmuwan, sebagian besar dengan jas putih mereka yang sudah berlumuran keringat, duduk diam di meja kerja masing-masing. Suara detakan jam dinding yang menggema di ruang sempit itu semakin menambah rasa mencekam di udara. Mereka tahu, ini bukan pertemuan biasa.

Tentara bersenjata lengkap berdiri di tiap sudut ruang, wajah mereka tanpa ekspresi, seolah-olah mereka tak peduli dengan apapun yang terjadi. Di depan mereka, seorang lelaki berpakaian militer, dengan seragam hitam yang rapi dan ekspresi tegas, berdiri menatap mereka.

“Saya ingin kalian memberi tahu saya di mana Robert!” teriak tentara itu dengan nada yang tak bisa ditawar lagi.

Profesor Carlos, seorang ilmuwan senior yang sudah tua, terlihat sedikit gemetar. Dia mengatur napasnya sebelum berbicara. “Kami... kami tidak tahu di mana dia,” jawabnya dengan suara berat.

Tentara itu mendekat, matanya tajam menilai, lalu ia menatap sekeliling, memastikan bahwa semua ilmuwan dalam ruang itu duduk dengan tangan terikat.

“Robert adalah ilmuwan yang penemuannya sangat penting dan menghasilkan! Jika kalian tidak bisa memberi tahu saya di mana dia, kalian akan menyesal.”

Sore itu, interogasi berlanjut tanpa henti. Tentara yang didampingi oleh seorang perempuan berpakaian serba pink mulai dari topi sampai gaun yang dia kenakan, yang tampaknya adalah seorang donator Yayasan Farmasi, terus mendesak. Wajah perempuan itu dingin, matanya berkilat penuh ancaman.

“Tidak ada gunanya berbohong,” ujarnya dengan suara lembut namun penuh ancaman. “Jika kalian tidak membantu saya, kalian semua akan merasakan akibatnya.”

Ia menatap Profesor Carlos, yang tampaknya menjadi figur paling senior di antara mereka. “Profesor, saya tahu kalian semua sangat cerdas. Tapi sepertinya hanya Robert yang tahu cara menyusun formula penyembuh sel abnormal yang luar biasa itu. Kenapa kalian tidak bisa memberitahuku di mana dia?”

Para ilmuwan saling pandang, merasa putus asa. Seorang ilmuwan muda yang tampak gugup, membuka mulutnya, namun sebelum dia sempat berkata lebih lanjut, tentara itu sudah membentaknya.

“Diam! Saya tidak ingin mendengar alasan atau omong kosong kalian. Saya ingin jawaban!”

Profesor Carlos menyaksikan dengan diam. “Kami... benar-benar tidak tahu. Robert yang menyusun formula itu sendiri. Bahkan kami tidak tahu bagaimana dia bekerja dengan bahan-bahannya.”

Perempuan itu berbalik dengan ekspresi marah. “Berarti, kalian semua tidak berguna!”

Dia melangkah mundur, memberi tanda kepada tentara lainnya untuk mengunci pintu dan memblokir seluruh akses dunia luar.

Suasana di laboratorium terasa semakin mencekam. Setelah berjam-jam diinterogasi, para ilmuwan mulai kelelahan, dan Profesor Carlos, yang sejak tadi duduk di sudut ruangan dengan wajah cemas, merasa tenggelam dalam ketegangan yang semakin berat. Keringat dingin menetes di dahinya, meskipun udara di dalam ruangan itu terasa kaku dan panas.

Perempuan berbaju pink itu, yang dari tadi diam memperhatikan, kini maju mendekati Profesor Carlos dengan langkah yang tegas. Matanya penuh dengan curiga. “Profesor Carlos,” katanya, suaranya dingin dan tajam. “Kamu adalah ilmuwan senior dan pembimbing di laboratorium ini, kan? Kalau begitu, kenapa kamu tidak tahu kalau Robert menghilang? Apakah kamu benar-benar tidak tahu apa-apa?”

Profesor Carlos mengangkat wajahnya perlahan, matanya lelah, namun tetap berusaha menjaga ketenangannya. “Seperti yang sudah saya jelaskan, saya baru saja kembali dari luar kota karena keponakan saya sakit dan dirawat di rumah sakit. Saya tidak tahu apa yang terjadi di sini saat saya tidak ada,” jawabnya dengan suara yang penuh penekanan.

Namun perempuan berbaju pink itu tampaknya tidak puas dengan penjelasan tersebut. Dengan senyum tipis yang tidak menyiratkan kebahagiaan sedikit pun, ia mendekati Carlos dan tanpa peringatan merogoh saku jasnya.

“Jangan coba mengelak, Profesor,” katanya, mengangkat ponsel yang ia temukan dari dalam saku Carlos. “Kita akan lihat apakah kamu benar-benar tidak tahu apa-apa.”

Profesor Carlos menatap dengan cemas saat perempuan itu menekan tombol untuk membuka layar ponselnya. Wajahnya memerah, tidak karena marah, tetapi karena ketakutan yang ia coba sembunyikan.

Perempuan itu menggelengkan kepala pelan sambil menggulir pesan yang ada di ponsel Carlos. “Hmm... tidak ada yang mencurigakan sama sekali. Hanya pesan biasa. Hanya ada satu pesan suara ini, sepertinya untuk keponakanmu yang sakit, bukan?” Dia menekan tombol untuk memutar pesan suara yang terdengar sangat ceria dan penuh kasih.

Dengan suara Profesor Carlos yang lembut, terdengar lagu anak-anak yang familiar, “Balonku ada Lima ...” Nada ceria itu terasa kontras dengan situasi yang ada. “Ini ... untuk keponakan saya. Dia suka lagu itu,” jelas Carlos dengan suara pelan, mencoba untuk tetap tenang.

Perempuan berbaju pink mengangkat alisnya, lalu menyelidiki lebih lanjut. “Sepertinya tidak ada yang aneh di sini,” gumamnya, mengangkat ponsel ke telinganya lagi. Dengan tenang, Carlos menatap layar ponselnya dan melirik sebentar ke arah perempuan itu. Sementara perempuan itu terus berusaha meneliti lebih dalam, Carlos merasakan ketegangan yang semakin mendalam.

Perempuan berbaju pink itu masih curiga, mencoba menelepon nomor itu. “Hmm, lihat ini. Ini pasti nomor milik seorang anak kecil. Foto profilnya saja gambar anime,” katanya sambil menatap dengan tajam ke arah foto profil yang tampaknya tidak terlalu penting, tetapi cukup untuk menumbuhkan rasa curiga.

Carlos merasakan dadanya berdebar. Ia sadar, jika nomor itu aktif dan Jesika mengangkat teleponnya, semua akan terbongkar. Karena sebenarnya itu nomor telepon Jesika, keponakannya di laboratorium desa tempat Robert disana. Ia memejamkan matanya sejenak, berdoa dalam hati agar Jesika tidak menjawab telepon itu.

Saat nomor itu ditelepon, ternyata tidak aktif, ia merasa sedikit lega, meskipun kegelisahan tetap menguasainya. “Nomor itu tidak aktif,” katanya dengan suara yang lebih tenang, meskipun masih ada kegugupan yang tak bisa ia sembunyikan.

Perempuan berbaju pink itu menatapnya dengan ragu. “Jadi, ini benar-benar nomor yang tidak aktif?”

Carlos mengangguk pelan. “Mungkin dia lagi tidur siang dirumah sakit atau orang tuanya detox anaknya supaya tidak terlalu sering bermain game di ponsel karena dia masih dirumah sakit.”

Perempuan berbaju pink itu tidak tampak puas. Dia masih menyimpan raut wajah penuh curiga, meskipun tak menemukan sesuatu yang langsung bisa dipergunakan untuk menyerang Carlos lebih lanjut.

“Jangan pikir kamu bisa mengelak begitu saja, Profesor Carlos. Saya tahu, kamu pasti menyembunyikan sesuatu. Tapi baiklah, kita lihat saja apa yang akan terjadi selanjutnya. Saya harap kamu tidak berpikir untuk berbohong lebih lama lagi, karena saya tahu cara menemukan kebenaran,” ancam perempuan itu sambil menatap Carlos tajam.

Carlos merasa tubuhnya semakin kaku. Ia tahu, ini belum berakhir. Mereka masih belum tahu di mana Robert berada, dan ancaman dari perempuan itu hanya akan semakin kuat.

Dalam keheningan yang mencekam, Profesor Carlos merasakan ada sesuatu yang berbeda. Dengan hati yang gelisah, ia memandang para ilmuwan lain, yang tampaknya semakin kehilangan harapan.

Para ilmuwan semakin tertekan. Mereka tahu. Jika formula penyembuh itu tidak ditemukan, atau jika Robert tidak ditemukan, hidup mereka dalam bahaya.

Perempuan dengan jas hitam itu kembali mendekati meja Profesor Carlos. “Jika kalian tidak membantu saya, kalian semua akan dihancurkan. Kami sudah memblokir semua akses keluar. Tidak ada yang bisa menghubungi siapapun. Hanya saya yang punya kontrol di sini.”

Profesor Carlos menatap mata perempuan itu dengan tajam. Walau tubuhnya lelah, pikirannya masih tajam. “Kalian tidak akan menemukan Robert begitu saja,” ujarnya dengan tenang, seolah-olah berbicara kepada dirinya sendiri lebih dari pada kepada mereka.

Perempuan itu tersenyum sinis. “Kalau begitu, kalian semua akan melihat betapa kuatnya kekuatan kami. Kalian akan menyesal telah menutupi keberadaan Robert!”

1
Ferdian yuda
kerenn, sejauh ini ceritanya menarik, tapi agak bingung untuk konflik utamanya😭😭😭
Osmond Silalahi: wah makasih infonya
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
mantap jiwaaaa 😍
Osmond Silalahi: wah makasih
total 1 replies
VelvetNyx
Keren ihhh alurnya... Gambang di mengerti kayak lagi baca komik/Drool//Smile/
Osmond Silalahi: wah makasih
total 1 replies
Osmond Silalahi
wkwk
penyair sufi
mantap om. tua tua keladi. makin tua makin jadi
Osmond Silalahi: sepuh pasti paham
total 1 replies
lelaki senja
wih... gaya nyindirnya keren
Elisabeth Ratna Susanti
wah namaku disebut nih 😆
Osmond Silalahi: eh ... maaf. tapi kesamaan nama tokoh hanya kebetulan belaka lah kawan
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
good job untuk authornya 🥳
Osmond Silalahi: wah makasih banyak, kawan
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
tinggalkan jejak
Osmond Silalahi: makasih jejaknya
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus 🌹
Osmond Silalahi: wah makasih
total 1 replies
Lestari
wah wah bikin panasaran cerita y,semangat nulisnya dan jgn lupa mampir
Osmond Silalahi: siap kak
total 1 replies
Lestari
ceritanya seru
Osmond Silalahi: wah makasih
total 1 replies
penyair sufi
ada efek samping yang mengerikan
Osmond Silalahi: itulah yg terjadi
total 1 replies
lelaki senja
wah ngeri jg ya
Osmond Silalahi: itulah realita
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
jangan putus asa.....terus cemunguuut
Osmond Silalahi: siap.
total 1 replies
Quinnela Estesa
seperti apa bahayanya masih belum keliatan, padahal dijelaskan: sampai mengancam nyawa.
Osmond Silalahi: wah makasih masih mengikuti
total 1 replies
💐~MiSS FLoWeR~💐®™
/Scare//Cry/
Osmond Silalahi: walaupun sudah habis masa nya bersama
💐~MiSS FLoWeR~💐®™: Hmm... sedih ya. Orang yg disayang melakukan perbuatan sebaliknya..
total 3 replies
💐~MiSS FLoWeR~💐®™
Gercep!/Good/
Osmond Silalahi: nah ini aq setuju
💐~MiSS FLoWeR~💐®™: Bener...dan 90 persen polisi itu ada yg kor*psi
total 5 replies
💐~MiSS FLoWeR~💐®™
Mampir lagi, Thor.
Osmond Silalahi: thanks
💐~MiSS FLoWeR~💐®™: it's a pleasure
total 3 replies
penyair sufi
aku mampir
Osmond Silalahi: makasih dah mampir
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!