NovelToon NovelToon
Diceraikan Suami, Dipinang Sahabat Kakakku

Diceraikan Suami, Dipinang Sahabat Kakakku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengganti / Cerai / Wanita Karir / Angst / Romansa
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Anjana

Adinda tak pernah membayangkan bahwa pernikahan yang ia jaga dengan sepenuh hati justru kandas di tengah jalan. Sejak mengalami insiden yang membuatnya harus menjalani perawatan panjang, ia kehilangan banyak hal—termasuk komunikasi dengan suaminya sendiri. Berbulan-bulan ia berjuang seorang diri, berharap ketika pulih, rumah tangganya masih bisa dipertahankan.

Namun harapan itu runtuh seketika. Saat suaminya akhirnya pulang dan berdiri di hadapannya, bukan pelukan hangat atau kabar baik yang datang… melainkan satu kalimat yang menghancurkan seluruh dunianya: ia diceraikan.

Adinda hanya bisa terpaku, tak pernah menyangka bahwa ketegarannya selama ini justru berakhir pada kehilangan yang lebih besar daripada rasa sakit yang pernah ia derita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 7 Merasa tidak berguna

Pagi harinya, Adinda sudah terbangun dari tidurnya. Dengan bantuan Mbak Tia, ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah selesai, Adinda kembali duduk di kursi rodanya. Tatapannya kosong menatap lantai, wajahnya muram, seolah sedang menimbang sesuatu yang berat di hatinya.

"Aku tidak boleh terus-terusan seperti ini..." gumamnya lirih.

"Setidaknya aku harus berusaha berdiri. Aku sudah cukup merepotkan banyak orang... Aku tidak mau terus jadi beban. Aku harus mencoba..."

Dengan tekad yang memaksa, Adinda meletakkan kedua tangannya di sandaran kursi roda dan berusaha berdiri.

Otot kakinya menegang, wajahnya meringis menahan sakit. Namun dia tak peduli.

BRUG!

Tubuhnya terhempas ke lantai.

"Nona!" teriak Mbak Tia panik dari arah kamar mandi.

Suara teriakan itu membuat Vikto, yang baru saja menuruni anak tangga, sontak terkejut. Tanpa berpikir panjang, ia berlari menuju kamar tamu. Begitu melihat pintu terkunci, ia langsung mendobraknya dengan keras.

“Dinda! Kamu kenapa?!”

Adinda berusaha tersenyum, meski air matanya menetes. “T-tidak apa-apa, Kak...” jawabnya terbata.

Dengan cepat, Vikto berlutut dan mengangkat tubuh Adinda ke pelukannya, membawanya ke atas tempat tidur. Sementara itu, Mbak Tia buru-buru membenarkan posisi kursi roda yang terguling.

“Kamu gak apa-apa, Dinda? Kenapa kamu bisa jatuh? Kan ada Mbak Tia,” tanya Vikto, nadanya penuh cemas.

Adinda hanya terdiam. Ia menunduk dalam, menggenggam ujung bajunya erat-erat.

Vikto melirik ke arah Mbak Tia.

“Saya tidak tahu, Tuan,” jawab Mbak Tia cepat. “Saya tadi ke kamar mandi sebentar untuk menyiapkan air hangat.”

Vikto kembali menatap Adinda, nadanya melembut.

“Dinda... kamu kenapa? Jangan bilang kamu berusaha berdiri sendiri?”

Adinda menggigit bibirnya, lalu mengangguk pelan.

“Dinda, kondisi kamu belum kuat. Jangan paksakan tubuh kamu kalau belum mampu,” ujar Vikto dengan nada tegas tapi lembut.

“Tapi Kak...”

Suara Adinda mulai bergetar. “Aku gak mau terus merepotkan Kak Vikto... Aku ingin bisa berdiri, bisa jalan... dan—”

“Dan apa?” potong Vikto, matanya menatap tajam.

“Dan bisa pergi dari rumah ini... Aku sadar, kehadiranku di sini cuma menimbulkan masalah untuk Kak Vikto. Aku dengar... semalam Kakak bertengkar dengan kedua orang tuanya Kakak. Aku gak mau jadi penyebabnya.”

Vikto menarik napas panjang, menunduk sesaat sebelum menatap Adinda dalam-dalam.

“Dinda, dengarkan Kakak baik-baik.”

Suaranya kini berat dan tulus.

“Sampai kapan pun, kamu adalah tanggung jawab Kakak. Apa pun alasannya. Selama Kakak masih hidup, Kakak gak akan biarkan kamu disakiti atau ditindas siapa pun.”

Air mata Adinda menetes tanpa bisa ia tahan. Ia memalingkan wajah, menutup mulutnya dengan tangan agar isakannya tak terdengar.

Sementara Vikto hanya duduk di tepi ranjang, menatapnya dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan—antara marah, sedih, dan takut kehilangan.

Vikto menatap Adinda yang masih tampak murung di atas tempat tidur. Ia berusaha menenangkan dengan senyum lembut di wajahnya.

“Sekarang kamu mandi dulu, ya,” katanya pelan. “Nanti Kakak ajak kamu jalan-jalan sebentar ke taman di seberang lampu merah. Biar kamu gak jenuh di rumah terus. Setelah ini Kakak mau beresin beberapa berkas dulu di ruang kerja.”

Adinda mengangguk pelan. “Iya, Kak.”

Suara itu terdengar lembut, tapi di baliknya masih ada sisa ketakutan yang belum hilang.

Vikto menoleh pada Mbak Tia. “Mbak Tia, nanti kalau Adinda sudah selesai mandi, tolong panggil saya di ruang kerja, ya. Biar saya yang bantu siapin dia keluar.”

“Iya, Tuan,” jawab Mbak Tia sopan.

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, Vikto pun melangkah keluar dari kamar tamu. Pintu menutup perlahan di belakangnya.

Sesaat, keheningan kembali memenuhi ruangan. Adinda memandangi kursi roda di sudut kamar dengan tatapan kosong. Dalam benaknya masih terbayang momen ketika tubuhnya terhempas ke lantai tadi pagi.

Tangannya perlahan menyentuh lututnya yang masih terasa nyeri.

"Kenapa aku harus selemah ini...?" gumamnya lirih.

Sekilas matanya berkaca, tapi ia buru-buru menghapus air matanya sebelum Mbak Tia sempat melihat.

Ia berusaha tersenyum kecil, menutupi kecemasan yang mulai tumbuh lagi di hatinya — takut merepotkan, takut menyusahkan, dan takut kehilangan satu-satunya orang yang kini benar-benar peduli padanya.

___________

Pagi itu, udara terasa sejuk. Embun masih menempel di ujung dedaunan, dan sinar matahari yang lembut menyelinap di antara ranting pohon.

Vikto perlahan mendorong kursi roda Adinda menyusuri jalan setapak taman di seberang lampu merah. Sesekali burung berkicau dari pepohonan, menambah keheningan yang menenangkan.

Namun, sejak mereka tiba, Adinda hanya diam. Tatapannya kosong menatap bunga-bunga yang bergoyang diterpa angin pagi.

Vikto menoleh dan tersenyum kecil. “Kamu kenapa, Dinda? Biasanya kalau lihat taman begini kamu langsung semangat.”

Adinda tersenyum samar, tapi tidak segera menjawab.

“Aku cuma... lagi mikir aja, Kak.”

“Mikir apa?” tanya Vikto lembut.

Adinda menarik napas panjang. “Mikir... tentang diriku sendiri. Tentang semua yang udah terjadi.”

Ia menunduk, menatap tangannya yang saling menggenggam di pangkuan.

“Aku kadang ngerasa... aku ini gak pantas duduk di sini, menikmati semua ini. Aku cuma numpang hidup. Aku gagal sebagai istri, gagal jadi perempuan yang kuat.”

Langkah Vikto terhenti. Ia memutar kursi roda Adinda agar berhadapan langsung dengannya.

Tatapan matanya lembut, tapi sarat emosi.

“Jangan bilang begitu, Dinda,” katanya pelan namun tegas. “Kamu gak gagal. Kamu cuma terluka. Dan luka itu bukan salah kamu.”

Adinda menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang mulai menumpuk di pelupuk mata.

“Tapi, Kak... aku cuma nyusahin semua orang. Aku bahkan bikin Kak Vikto ribut sama kedua orang tua Kakak. Kadang aku berharap, andai aja aku gak pernah datang ke rumah ini...”

“Cukup, Dinda,” potong Vikto lirih, suaranya bergetar tapi tegas.

Ia berlutut di depan kursi roda Adinda, menatap mata wanita itu dalam-dalam.

“Kamu gak tahu seberapa berarti kehadiran kamu di hidup Kakak. Sejak kamu datang, Kakak baru sadar kalau hidup itu gak cuma tentang pekerjaan dan tanggung jawab. Tapi juga tentang... menjaga seseorang yang tulus seperti kamu.”

Adinda menatapnya, air matanya jatuh satu per satu.

“Kenapa Kak Vikto... selalu sebaik ini sama aku?” suaranya hampir tak terdengar.

Vikto tersenyum tipis, lalu menatapnya penuh ketulusan.

“Mungkin karena... Kakak tahu rasanya kehilangan sesuatu yang berharga. Dan Kakak gak mau kehilangan kamu juga, Dinda.”

Adinda terdiam, dadanya terasa sesak oleh emosi yang tak bisa dijelaskan. Pagi itu, di bawah sinar matahari yang lembut, keduanya hanya saling menatap, dua hati yang sama-sama luka, tapi mulai saling menyembuhkan tanpa perlu banyak kata. Satu terluka karena terlambat mengungkapkan perasaan, karena Adinda yang sudah mempunyai pilihan sendiri.

1
Uba Muhammad Al-varo
Diva renungankan apa yang dikatakan Vikto, hidup itu pilihan dan yang menentukan hidup mu mau dibawa kemana itu diri mu sendiri Diva.
Sunaryati
Kamu jadilah perempuan baik, Diva. Ikuti kata kakak Vikto, jangan seperti kedua orang tuamu.
Sunaryati
Dinda mau jadi mak comblang kakaknya 🤣🤣🤭
Uba Muhammad Al-varo
kebenaran apa yang sebenarnya ditunjukkan oleh Oma Hela ke Vikto membuat Vikto letih dan menanggung berat beban
Sunaryati
Bikin penasaran apalagi yang di dapat dari oma Hela, semoga masalah lancar ditangani
Uba Muhammad Al-varo
waktunya kamu bahagia dengan berkumpul kembali dengan kakak mu dan hidup bersama dengan suami yang mencintaimu dengan tulus
Uba Muhammad Al-varo
kasih banyak misteri yang tersembunyi, apa sebenarnya pesan yang disampaikan orang kepercayaan Oma Hela sehingga nggak boleh ada yang tahu🤔🤔🤔
Sunaryati
Kesalahan kedua orang tuamu, namun kamu kena getahnya Diva
Uba Muhammad Al-varo
ternyata banyak konspirasi yang terjadi antara pak abdi,Bu wirna dan keluarga Hambalang demi keserakahan harta mereka membunuh keluarga goawana (kedua orang tuanya Adinda dan Erijon)dan Kesuma ( kedua orang tuanya Vikto)semoga aja pak abdi dan Bu wirna dan keluarga Hambalang dapat hukuman yang berat
Sunaryati
Makanya Ny Hela memberikan saham dan aset paling banyak untuk Adinda ternyata itu milik keluarganya. Selamat menikmati masa tua di penjara Pak Abdi dan Ny Wirna dan juga keluarganya Hambalang. 💪Thoor
Sunaryati
Seharusnya sudah curiga sejak Pak Abdi da Bu Warna memaksamu menikah dengan wanita pilihan mereka. Ternyata hanya anak angkat Nenek Hela. Semoga segera terungkap
Uba Muhammad Al-varo
ternyata banyak misteri yang terjadi pada kehidupan nya Vikto
Sunaryati
Kenapa Oma Hela tidak mengungkapnya, ketika masih sehat. Apa ada ancaman Abdi?
Sunaryati
Rahasia apa sih Oma kok bikin penasaran saja
Sunaryati
Suka
Sunaryati
Semoga liburan kalian membuahkan hasil, segera tumbuh Victo yunior, Otw bahagia Dinda. Untuk Riko demoo kamu dapat jodoh lagi, buka hati kamu untuk dicintai dan mencintai wanita. Jodoh kamu bukan Dinda. Semoga orang tua dan adik Victo segera sadar akan kesalahannya jika belum juga sadar semoga dapat karma
Uba Muhammad Al-varo
semoga ini awal kebahagiaannya Adinda dan Vikto dan membuat mereka bersatu menjadi dan secepatnya mendapatkan keturunan
Uba Muhammad Al-varo
nyonya wirna, tuan Abdi dan diva kalian sadar apa yang kalian bicarakan bisanya menyalahkan orang lain, hadeuh....🤦🏼‍♀️🤦🏼‍♀️🤦🏼‍♀️
Uba Muhammad Al-varo
hadeuh.......nih kedua orang tuanya dan adiknya Vikto nggak sadar2 atas perbuatannya malah tambah menjadi2 dan berniat mencelakakan Adinda
Uba Muhammad Al-varo
semoga aja hubungan antara Vikto dan Adinda tidak akan terpisahkan walaupun terjangan badai dahsyat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!