Alya, gadis kelas 12 yang hidup sederhana, terkejut saat mengetahui ayahnya terlilit hutang besar pada Arka Darendra — CEO muda paling berpengaruh di kota itu.
Saat debt collector hampir menyeret ayahnya ke polisi, Arka datang dengan satu kalimat dingin:
“Aku lunasi semuanya. Dengan satu syarat. Putrimu menjadi istriku.”
Alya menolak, menangis, berteriak—tapi ayahnya memaksa demi keselamatan mereka.
Alya akhirnya menikah secara diam-diam, tanpa pesta, tanpa cinta.
Arka menganggapnya “milik” sekaligus “pembayaran”.
Di sekolah, Alya menyembunyikan status istri CEO dari teman-temannya.
Di rumah, Arka perlahan menunjukkan sisi lain: posesif, protektif, dan… berbahaya.
Mereka tinggal seatap, tidur sekamar, dan gairah perlahan muncul—walau dibangun oleh luka.
Konflik berubah ketika masa lalu Arka muncul: mantan tunangan, dunia bisnis yang penuh ancaman, dan rahasia gelap kenapa ia sangat tertarik pada Alya sejak awal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Alya yang Memulai
Setelah pengungkapan takdir masa kecil (Bab 34), suasana di kamar tidur Arka berubah total. Keintiman yang mereka rasakan tidak lagi terbebani oleh bayangan trauma atau obsesi yang salah arah. Itu adalah koneksi dua jiwa yang saling terikat oleh utang nyawa dan takdir. Alya tidak lagi melihat Arka sebagai penculiknya yang dingin; dia melihat pria yang pernah dia selamatkan, yang membalas kebaikan itu dengan perlindungan yang terlalu kuat.
Alya menatap Arka yang kini berbaring di sampingnya, tampak lelah tetapi damai. Kerutan di dahi Arka telah menghilang, digantikan oleh ekspresi ketenangan yang langka. Alya menyadari, ini adalah saat yang tepat. Jika dia ingin meyakinkan Arka bahwa dia adalah Alya, dan bahwa cinta mereka nyata, dia harus memimpin.
Alya mengangkat kepalanya, mendekatkan wajahnya ke Arka. Arka, merasakan gerakan Alya, membuka mata dan menatapnya dengan pertanyaan.
“Tuan Arka,” bisik Alya.
“Arka. Panggil aku Arka, Alya. Bukan Tuan Arka,” koreksi Arka, suaranya lembut.
Alya tersenyum tipis. “Arka. Aku ingin mencoba percaya. Percaya pada takdir itu, dan percaya pada cinta yang Anda bilang Anda rasakan untukku.”
Dia tidak menunggu jawaban. Untuk pertama kalinya, Alya lah yang memulai. Dia mendekatkan wajahnya dan menyentuh bibir Arka.
Ciuman itu lembut, namun penuh dengan makna yang tak terucapkan. Itu adalah ciuman janji, ciuman kepercayaan, dan ciuman yang memutus rantai masa lalu. Arka terkejut sesaat, tetapi kemudian membalas ciuman itu dengan intensitas yang lebih dalam. Arka mencium Alya seolah-olah dia adalah oasis setelah badai, seolah-olah dia adalah satu-satunya sumber kehidupan.
Alya merangkul leher Arka, membiarkan dirinya tenggelam dalam perasaan itu. Dia ingin membuktikan, bahwa keintiman ini adalah murni karena keinginan, bukan karena ketakutan.
Arka membalikkan tubuh, menindih Alya, tetapi gerakannya sangat hati-hati, penuh hormat. Ciuman mereka semakin dalam, dipenuhi dengan luapan emosi yang tertahan. Arka membelai wajah Alya dengan lembut, seolah Alya adalah harta yang rapuh.
Alya menarik diri sebentar, napasnya tersengal. Dia menatap Arka, matanya gelap oleh keinginan yang baru ditemukan.
“Aku yang memulai, Arka,” kata Alya, nadanya tegas. “Aku ingin kau tahu, bahwa ini adalah pilihanku.”
Arka tersenyum, senyum yang begitu tulus, yang membuat hati Alya bergetar. “Aku tahu, istriku. Dan itu adalah hal terindah yang pernah kau lakukan.”
Mengeksplorasi Keintiman Baru
Arka mulai menciumi leher Alya, gerakannya penuh hasrat tetapi sangat lembut. Alya merasakan sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, sensasi yang memicu luapan gairah. Tangannya bergerak ke rambut Arka, menariknya lebih dekat.
Keintiman mereka meningkat. Arka melepaskan pakaian tidur Alya dengan hati-hati. Dia tidak terburu-buru, dia memberikan Alya waktu untuk mundur kapan saja.
Alya, dengan keberanian barunya, membalas. Dia membalas setiap sentuhan Arka dengan sentuhan yang sama, menjelajahi punggung Arka yang keras dan berotot.
Arka menarik Alya ke posisi duduk, mendudukkan Alya di pangkuannya. Ini adalah posisi yang sangat intim, memungkinkan mereka untuk saling berdekatan dan saling menatap mata.
“Kau sangat cantik, Alya,” bisik Arka, suaranya serak. “Kau sempurna. Kau milikku.”
Alya menangkup wajah Arka, menatap mata Arka, matanya penuh air mata kebahagiaan dan kepercayaan. “Aku ingin mencoba percaya,” kata Alya, mengulangi kata-katanya yang diucapkan di awal.
Alya menyandarkan kepalanya ke dada Arka, merasakan detak jantung Arka yang berdebar kencang. Dia merasakan tangannya membelai punggung Alya, sentuhan yang kini terasa seperti perlindungan, bukan pemaksaan.
Alya mengangkat wajahnya, ciuman mereka kembali panas, penuh gairah yang dibangun di atas janji dan pengakuan.
Garis Batas yang Dihormati
Saat hasrat mereka mencapai puncaknya, saat Arka hampir mencapai batas kendalinya, ia merasakan tubuh Alya menegang sedikit. Meskipun Alya telah memulai, ketegangan dan pengalaman pertamanya yang penuh trauma masih membayangi.
Arka berhenti. Tiba-tiba.
Dia menjauhkan wajahnya dari Alya, napasnya memburu. Matanya yang gelap menatap mata Alya, mencari petunjuk.
“Alya?” tanya Arka, suaranya penuh kekhawatiran yang mendalam. “Kau baik-baik saja? Kau… kau terlihat gugup.”
Alya tidak bisa berbohong. Dia memeluk leher Arka erat-erat, menyembunyikan wajahnya. “Aku… aku hanya sedikit takut. Ini… ini terasa berbeda. Tapi aku tidak ingin berhenti.”
Arka membalikkan tubuh Alya, memeluknya dari belakang. Arka tahu, dia bisa melanjutkan ini. Alya tidak menolak, dan Alya sudah memberikan izin secara lisan. Tetapi Arka telah berjanji untuk melepaskan obsesi dan bayangan Aida. Dia harus menghormati Alya, sepenuhnya.
Arka menarik napas panjang, menenangkan dirinya yang hampir lepas kendali.
“Tidak, Alya,” bisik Arka, mencium bahu Alya dengan lembut. “Aku tidak ingin mengambil ini darimu dalam keadaan apa pun kecuali kau seratus persen siap.”
Arka membalikkan Alya lagi, menatap mata Alya dengan kejujuran yang menghangatkan.
“Aku mau kamu siap, bukan takut. Malam ini, kita hanya berpelukan. Aku sudah menunggu bertahun-tahun untukmu. Beberapa hari lagi tidak akan membunuhku.”
Arka tersenyum sedih. “Aku ingin malam itu menjadi malam di mana kau melupakan semua traumamu, malam di mana kau mencintaiku sebagai Arka. Bukan malam yang dipaksakan atau malam yang disebabkan oleh perasaan bersalah.”
Alya menatap Arka, tercengang. Arka Darendra, si CEO posesif yang mengendalikan segalanya, kini menunjukkan kontrol diri yang luar biasa, memilih untuk menghormati dirinya di atas hasratnya sendiri. Ini adalah pengakuan cinta yang paling tulus.
Alya memeluk Arka, membiarkan tubuhnya bersandar di dada Arka. Keintiman mereka mungkin belum disempurnakan secara fisik, tetapi secara emosional, mereka sudah menjadi satu.
Malam itu, mereka tidur berpelukan, kulit menyentuh kulit, tetapi tidak melangkah lebih jauh. Alya merasakan jantung Arka berdetak pelan, dan dia tahu, Arka benar-benar telah melepaskan hantunya demi cinta sejati pada Alya. Alya tertidur dengan rasa damai dan aman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dia telah memulai, dan Arka telah menunjukkan bahwa dia siap menunggu sampai Alya benar-benar siap.