Gimana jadinya kalau kau harus menikah dengan muridmu sendiri secara rahasia?? Arghhh, tidak ini gak mungkin! Aku hamil! Pupus sudah harapanku, aku terjebak! Tapi kalau dipikir-pikir, dia manis juga dan sangat bertanggung-jawab. Eh? Apa aku mulai suka padanya??!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poporing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35 : Sosok baru
Di luar Rio malah terlibat perkelahian dengan seorang pria yang merampok tas seorang wanita muda. Kebetulan, suasana hatinya memang sedang buruk, jadi dihajarnya saja sekalian lelaki itu keras-keras sampai berteriak memohon ampun kepada Rio yang sudah sangat mendominasi.
Untung saja ada warga yang memisahkan agar Rio tidak semakin menjadi. Beberapa orang menarik Rio yang seperti kehilangan kendali.
Lelaki itu dengan ketakutan meminta maaf dan segera mengembalikan tas yang baru saja ia rampok.
"Maaf, maafkan saya, sungguh, saya terpaksa karena butuh untuk uang makan anak-anak saya," ucap Pria itu mengungkapkan fakta yang sebenarnya cukup miris untuk didengar.
Rio mengatur napasnya dan menatap wajah tua si pria yang kemungkinan dia sudah berusia hampir 50 tahun. Cukup tua untuk melakukan pekerjaan kotor dengan resiko dihakimi massa seperti ini.
"Berapa yang kamu butuh?" Ucap Rio dengan nada suara yang masih terdengar emosional. Jujur dia emosi bukan karena si maling, tapi lebih karena kejadian sebelumnya yang sempat ia lihat.
"Sa-saya butuh 100.000 untuk makan...," jawab si pria dengan ragu.
"Kau yakin hanya segitu?" Rio menatap tak percaya. "Aku tak punya banyak uang, ini ambil semua untukmu." Rio mengambil semua uang dari dalam kantongnya dan memberikannya kepada pria itu.
"I-ini sungguh untuk saya?" Matanya berbinar cerah saat melihat uang 3 lembaran merah yang ada ditangannya.
"Ya, dan pergilah," balas Rio dengan datar.
"Terimakasih, Nak! Saya memang butuh uang untuk membawa anak saya ke dokter, sungguh terimakasih! Saya gak bakal lupa sama kebaikanmu!" Pria itu malah menggenggam erat-erat tangan Rio dengan kedua mata yang basah.
"Aku tinggal tak jauh dari sini, anda tahu kawasan apartemen di sini?" Pria itu mengangguk pelan, "kalau butuh bantuanku datang ke sana dan tanya satpam setempat, namaku Rio, cari saja," ucapnya tanpa ragu.
"Baiklah, Nak Rio, sungguh saya sangat berterimakasih, sa-saya harus pergi dulu untuk segera membawa anak saya ke dokter, sekali lagi terimakasih!" Meski wajahnya sudah babak-belur tapi pria itu justru terlihat bahagia. Ia pergi meninggalkan Rio dan bergegas pergi, sementara orang-orang tak berani menghalangi dan menatap takjub ke arah Rio.
Diam-diam wanita muda yang sejak tadi berdiri di belakang dan memperhatikan langsung mengingat nama pemuda yang baru saja menolongnya itu.
"Maaf, terimakasih," ucapnya setengah malu-malu. Ia tak berani berjalan terlalu dekat ke arah Rio.
"Nih, tasnya." Rio menyerahkan tas yang sedang ia pegang.
"Ya, sekali lagi terimakasih!" Ujarnya dengan setengah menunduk dan mengambil tas itu dari tangan Rio.
Rio pun segera berbalik memunggungi dan pergi tanpa pamit.
Wanita itu terpaku sesaat di tempat, tak lama ia pun tersenyum seperti baru saja menemukan sesuatu yang dicarinya.
"Rio..., dia tinggal di apartemen dekat lingkungan sini ya..., kebetulan sekali...," ucapnya dengan perasaan bahagia.
...****************...
Rio akhirnya kembali ke apartemen dengan pakaian yang sedikit basah karena sempat kena gerimis di depan.
Begitu pulang dilihatnya ruangan apartemen yang masih kosong, dan ia melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan hampir pukul 02:00 siang.
"Jadi dia belum kembali...?" Dengan langkah gontai Rio berjalan ke arah dapur dan melihat kondisi dapur yang masih sedikit berantakan.
Niat hati ingin merapihkan isi dapur tapi tiba-tiba hujan turun dengan deras. Rio terkejut dan melihat ke arah jendela dapur.
"Wah, kenapa mendadak turun hujan lebat," gumamnya yang malah jadi kepikiran oleh Risa. Dia ingat wanita itu keluar gak bawa payung karena buru-buru.
Ia berpikir beberapa saat kemudian akhirnya memutuskan untuk kembali keluar sambil membawa payung besar berwarna biru transparan dan jaket hitam miliknya (jaket motor).
Setelah mengunci rapat pintu apartemen, ia berlari di lorong dengan tergesa karena hujannya semakin deras. Tanpa sengaja Rio yang berlari turun tangga melewati pintu lift yang terbuka, dan di dalam sana, wanita yang tadi ia selamatkan sedang berdiri tapi Rio tak melihatnya.
"Eh? Kamu??" Wanita tadi hendak memanggil tapi pintu lift lebih cepat menutup hingga suaranya tak terdengar.
Rio menghentikan langkahnya sejenak dan menoleh ke belakang. Ia merasa seperti ada suara yang memanggil.
"Ah, perasaan gua aja kali...," ujarnya yang kemudian kembali berlari.
...****************...
Sementara itu, di luar Risa terlihat sedang berhenti di depan sebuah bangunan toko untuk berteduh dengan baju yang sudah basah setengahnya. Tubuhnya gemetar, ditambah dengan angin kencang yang menerpa.
"Dingin banget sih...," ucapnya dalam keadaan menggigil.
Sumpah ia menyesal tadi, gak seharusnya ia menolak ajakan Dion yang ingin mengantarnya pulang ke apartemen. Tapi karena takut ketahuan oleh Rio (satpam jaganya akrab sama Rio), dia jadi menolak tawaran Dion dan memutuskan untuk pulang sendiri. Dia sama sekali gak berpikir kalau hujan bakal sederas ini, padahal tadi masih gerimis kecil saja.
"Kayaknya ini karena gue kualat dari suami deh...," rutuknya dalam hati mulai ngaco.
Disaat pikirannya sedang berpusat pada karma dan segala hal, sebuah suara yang begitu ia kenal membuatnya terkejut.
"Bu Risa, gak apa-apa?" Risa tak menyangka pemuda yang baru saja ia pikirkan kini berdiri di hadapannya sambil memegang payung.
"Rio, kok kamu bisa di sini?" Tanya Risa terheran-heran.
"Sengaja cari Bu Risa, soalnya tadi Ibu keluar gak bawa payung 'kan?" Jawab Rio secara jujur dan membuat Risa jadi terharu.
"Lu se-se-seharusnya g-gak usah terlalu repot ngurusin gu-gue!" Ucap Risa sok kuat padahal suaranya sudah terbata-bata.
"Ini masih jadi tanggung-jawab saya sebagai Suami 'kan? Setidaknya sampai kita pisah...." Ada satu desahan napas berat terdengar dari suara pemuda itu dan Risa mendadak merasa getir setelah mendengarnya. "Udah lah Bu, coba bangun dulu, baju ibu sudah basah banget."
Risa menurut dan gak banyak bicara. Ia berdiri dari bangku depan toko yang sebenarnya sudah digenangi air.
"Tolong pegang, pakai ini dulu." Rio meminta Risa memegang payung yang dibawanya. Pemuda itu kemudian bantu memakaikan jaket hitamnya ke tubuh Risa.
"Ma-makasih Ri-Rio," ucap Risa yang merasa sedikit lebih hangat.
"Ya, ayo kita pulang Bu. Sini payungnya." Risa mengangguk dan membiarkan pemuda itu yang memegang payung untuk menaungi mereka (A/N : Ini simbolik hubungan mereka ke depan)
Risa berjalan pelan dan sesekali terdengar gigi-giginya saling gemerelutuk. Kedua tangannya terlipat di depan, memeluk tubuhnya sendiri agar terasa lebih hangat.
Greb...!
Tanpa diduga Rio langsung menarik tubuh Risa agar lebih dekat kepada dirinya. Satu tangannya melingkar di pundak wanita itu.
"Jalan pelan-pelan aja, Bu, dikit lagi sampai kok," ucap pemuda itu yang sesekali mengusapkan telapak tangannya ke bagian lengan Risa. Ia mencoba membuat Risa merasa lebih hangat.
Risa sendiri gak berani menatap ke arah Rio, ada rasa bersalah yang menyelinap ke hatinya.
"Ini anak sebenarnya baik, tapi..., gue gak boleh jatuh cinta sama dia..., masa depan dia masih bagus dan panjang, biar dia cari perempuan lain yang bisa cinta sama dia...," ucap hati Risa yang sudah bertekad untuk melepaskan Rio.
Keduanya masuk ke dalam lobi apartemen. Rio menutup payungnya tersebut dan langsung menggenggam tangan Risa, menuntunnya berjalan masuk menaiki tangga. Rio gak sadar kalau wanita yang sama sedang ada di lobi dan sedang bertanya-tanya sesuatu.
"Loh itu anaknya, Mbak," ucap salah seorang pedagang makanan cepat saji yang memang berlokasi di lantai 1 dan 2 apartemen.
"Perempuan itu siapa...?" Tanya si wanita yang jadi penasaran sama Risa dan berpikir dalam hati, apakah dia kakaknya Rio?
"Katanya sih, Istrinya, tapi jangan bilang-bilang ya," jawab si pedagang setengah berbisik.
"Hah, Istri??? Tapi kok...." Ia kebingungan tak menyangka kalau Rio sudah menikah, soalnya ia mengira usia pemuda itu mungkin baru belasan.
"Gosipnya sih kecelakaan..., ngerti kan Mbak?" jawab si pedagang itu lagi sambil melirik kiri dan kanan.
"Menarik..., dia jadi sudah menikah...?" Gadis itu kelihatannya jadi merasa lebih tertantang dan semakin ingin tahu mengenai Rio.
Siapakah gadis itu sebenarnya? Apa dia bakal bertindak nekad untuk mendekati Rio?
.
.
.
BERSAMBUNG....