NovelToon NovelToon
1000 Hari Bersamamu

1000 Hari Bersamamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Romantis / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Romansa
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Mardonii

Doni Pradipta, seorang koki berbakat yang kehilangan segalanya dalam kebakaran lima tahun lalu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena sebuah undian aneh: menjadi personal chef (Koki Pribadi) bagi Naira Adani, aktris terkenal yang tengah terpuruk setelah perceraian dan skandal besar.

Pertemuan keduanya yang semula hanya soal pekerjaan perlahan berubah menjadi perjalanan penyembuhan dua hati yang sama-sama retak mencoba untuk bertahan. Di dapur itu, Naira menemukan kembali rasa aman, sementara Doni menemukan alasan baru untuk percaya pada cinta kembali.

Ikuti kisah mereka yang penuh emosi, tawa, dan luka yang perlahan sembuh.
Jangan lupa dukung karya ini dengan Like, Comment, dan Vote agar cerita mereka bisa terus berlanjut. 🤍✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardonii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35. LIVE COOKING

..."Ada keberanian dalam keterbukaan, ada kekuatan dalam kerentanan. Dan kadang, penyembuhan terbaik adalah ketika dunia melihat kamu bangkit, bukan bersembunyi."...

...---•---...

Pukul enam pagi, Doni sedang memotong bawang bombay saat pintu dapur terbuka. Ratna masuk dengan langkah cepat, sepatu hak mengetuk lantai marmer. Laptop terbuka di tangannya, layar menyala terang. Tapi wajahnya tidak tegang seperti biasa saat membawa berita buruk. Sebaliknya, matanya bergerak cepat dari layar ke Doni, ke pintu sudah memetakan langkah berikutnya.

"Mas Doni, kita punya kesempatan." Ratna bicara dengan volume normal, tapi setiap kata diucapkan dengan jeda yang terukur. Tidak ada ruang untuk negosiasi. "Ferdi si Pengacara Rendra mengeluarkan pernyataan kemarin. Media sedang ramai."

Doni meletakkan pisau. Tangan menyeka ke lap dapur, gerakan otomatis sambil otaknya bersiap. "Pernyataan apa?"

Ratna memutar laptop. Judul besar di layar: "Naira Adani Diduga Isolasi Diri, Mantan Suami Khawatir Kondisi Mental."

"Mereka coba rusak reputasi Nona lagi. Tapi kali ini kita lawan balik." Ratna tersenyum tipis. Senyum yang tidak sampai ke mata. Terukur. "Kita tunjukkan Nona baik-baik saja. Lebih dari baik-baik saja. Kita tunjukkan dia pulih, produktif, dan bahagia."

"Bagaimana caranya?"

"Memasak langsung di kamera dengan kata lain Live Cooking." Ratna menutup laptop. "Kita undang media. Nona Naira memasak dengan bimbingan Mas Doni. Tunjukkan proses pemulihan yang nyata. Dan sekaligus..." Ia menatap Doni langsung. "Tunjukkan siapa koki misterius yang viral waktu konfrontasi itu. Publik masih penasaran. Kita manfaatkan itu."

Pintu terbuka lagi. Naira masuk dengan rambut masih basah, kaus katun putih dan celana olahraga. Matanya langsung menangkap laptop di tangan Ratna, ekspresi serius di wajah mereka.

"Ada apa?" Suaranya hati-hati.

Ratna menjelaskan dengan cepat. Pernyataan Rendra. Rencana memasak langsung. Tanggapan strategis untuk balik narasi.

Naira mendengar sambil berdiri di ambang pintu. Jemari bermain dengan ujung kausnya, memutar-mutar kain tipis dengan gerakan kecil yang berulang. Tapi saat Ratna selesai, ia menarik napas panjang. Bahu naik, turun perlahan.

"Kapan?"

"Besok. Saya sudah kontak media. Mereka antusias." Ratna menatapnya. "Ini kesempatan bagus. Tapi harus sempurna."

"Apa yang harus aku lakukan?" Naira melangkah masuk. Bahu tegak. Dagu terangkat. Keputusan sudah dibuat.

"Jadilah dirimu sendiri. Tunjukkan kamu bahagia. Tunjukkan proses belajar memasak sebagai pemulihan. Dan biarkan Mas Doni melakukan pekerjaannya." Ratna melirik ke Doni. "Tunjukkan keahlian. Buat mereka kagum. Buat mereka lupa semua gosip dan hanya lihat bakat."

Doni mengangguk pelan. "Menu apa?"

"Sesuatu yang anggun tapi tidak terlalu rumit. Sesuatu yang bisa tunjukkan kemampuan tapi tetap bisa dipahami penonton." Ratna berpikir sebentar. "Risotto? Dengan kerang yang dibakar?"

"Bagus." Doni sudah merencanakan di kepala. "Risotto butuh teknik tapi tidak terlalu menakutkan. Kerang bisa saya tunjukkan teknik bakar yang sempurna. Dan penyajian bisa spektakuler."

"Sempurna." Ratna tersenyum. "Besok pukul sembilan. Siapkan yang terbaik."

Siang hari dihabiskan persiapan. Doni ke pasar dengan Pak Hendra, memilih bahan sendiri. Kerang harus segar, masih berbau laut bersih tanpa amis. Beras arborio kualitas terbaik, bulir yang gemuk dan mengkilat. Keju parmesan yang sudah berumur dua tahun, keras tapi harum. Anggur putih yang kering tapi tidak terlalu asam. Saffron yang asli, benang merah jingga yang mahal tapi memberikan warna dan aroma yang tidak bisa ditiru.

Di rumah, ia latihan penyajian berkali-kali. Risotto harus lembut, tidak terlalu kental atau cair. Kerang harus kerak keemasan tapi bagian dalam tetap bening. Sayuran mini untuk warna. Parutan lemon untuk aroma. Saus balsamic untuk garis artistik di piring.

Naira mengamati dari meja dapur. "Ini seperti lukisan."

"Makanan adalah seni." Doni mengatur ulang posisi kerang. "Orang makan dengan mata dulu, baru mulut."

"Kamu gugup?"

Doni berhenti sebentar. Tangannya stabil tapi bahu naik sedikit, kaku di pangkal leher. "Sedikit. Ini pertama kali aku di depan kamera. Langsung. Tidak ada kesempatan kedua kalau gagal."

"Kamu tidak akan gagal." Naira berdiri, berjalan mendekat. Jarak aman, masih satu meter. "Aku sudah lihat kamu masak ratusan kali. Kamu luar biasa."

"Terima kasih." Senyum Doni kecil tapi tulus. "Kamu siap?"

"Aku harus siap." Rahang Naira mengeras. Garis tegas di sepanjang tulang pipi. "Ini tentang mengambil kembali ceritaku dari Rendra. Aku tidak akan biarkan dia kendalikan hidupku lagi."

Malam hari, Doni tidak bisa tidur. Ia berbaring menatap langit-langit. Panaskan panci. Tumis bawang bombay sampai bening. Masukkan beras, panggang sebentar. Siram dengan anggur. Tambah kaldu sedikit demi sedikit. Aduk. Terus aduk. Jangan berhenti. Setiap langkah diulang seperti mantra. Kalau dia latih cukup banyak di kepala, tangannya akan otomatis besok. Muscle memory.

Tapi ada sesuatu di balik rencana memasak. Lima ratus orang akan menonton. Atau lebih. Mata. Menilai. Mengawasi. Napas terasa sedikit lebih pendek. Dada sesak.

Pukul lima pagi ia sudah di dapur. Semua bahan dikeluarkan, ditata rapi di meja. Pisau diasah sampai bisa memotong kertas. Panci dipoles sampai berkilat. Setiap detail penting.

Naira turun pukul tujuh. Rambut dikeriting lembut, riasan natural yang membuat kulitnya bercahaya. Gaun katun biru laut yang sederhana tapi anggun. Ia terlihat seperti versi terbaik dirinya sendiri. Sehat. Bahagia. Hidup.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Doni sambil mengatur celemek.

Jantung Naira berdetak di telinga. Mulut kering. Tapi ada sesuatu di dada, bukan hanya takut. Ada api kecil. Aku bisa lakukan ini.

"Gugup. Senang. Takut." Naira menarik napas. Tangan mengepal di sisi tubuh, lalu lepas. Santai. "Semuanya sekaligus. Tapi siap."

Pukul delapan, kru media mulai berdatangan. Tiga kamera, dua reporter, satu fotografer, beberapa asisten teknis. Dapur yang biasanya tenang tiba-tiba ramai dengan orang dan peralatan. Lampu dipasang, kabel ditarik, posisi diukur.

Ratna mengatur semua dengan efisien. "Ini siaran langsung. Durasi satu jam. Kita buka dengan wawancara singkat Nona Naira, lalu masuk ke proses memasak. Mas Doni, tunjukkan kemampuan. Nona, tunjukkan antusiasme belajar. Alami. Santai."

Pukul 09.00. Lampu merah menyala.

Jantung Naira melompat. Suara di kepala tiba-tiba sunyi, bukan tenang, tapi mati. Seperti volume dunia dibisukan.

Ini dia. Tidak ada jalan mundur.

"Selamat pagi, semuanya!" Reporter wanita tersenyum ke kamera. Gigi putih sempurna. Semangat profesional. "Hari ini kita di kediaman Naira Adani. Dan seperti yang sudah Anda dengar, ada banyak spekulasi tentang kondisi Naira belakangan ini. Tapi hari ini, Naira sendiri yang akan bicara. Selamat pagi, Naira."

Naira menarik napas. Senyum. Kamu bisa senyum. Otot wajah bergerak. Mata juga. Buat mata ikut senyum.

"Selamat pagi." Suaranya keluar stabil. "Terima kasih sudah bergabung dengan kami."

"Bagaimana kabar Anda? Banyak yang khawatir."

"Saya baik-baik saja. Lebih baik dari yang pernah saya rasakan dalam waktu lama." Naira menarik napas. "Perceraian memang berat. Dan saya butuh waktu untuk diri sendiri. Tapi saya tidak bersembunyi. Saya pulih. Dan salah satu cara yang paling membantu adalah memasak."

"Memasak?" Reporter terlihat tertarik tulus. "Ceritakan lebih lanjut."

"Ada sesuatu tentang proses memasak yang sangat... menenangkan. Kamu fokus pada saat ini. Pada bahan di depanmu. Pada aroma, tekstur, rasa. Tidak ada ruang untuk pikiran negatif. Dan saat kamu selesai, kamu punya sesuatu yang indah. Sesuatu yang bisa kamu bagikan." Naira melirik ke arah Doni yang berdiri siap di meja. "Dan saya beruntung punya guru yang luar biasa."

Kamera beralih ke Doni. Ia mengangguk sopan. "Senang bisa membantu, Nona Naira."

"Ini dia, koki misterius yang viral beberapa bulan lalu saat konfrontasi dengan mantan suami Naira." Reporter berjalan mendekat. "Nama Anda Doni, benar?"

"Benar. Doni Pradipta." Suaranya tenang. Profesional. Tapi ada kehangatan di sana.

"Anda koki pribadi Naira sejak kapan?"

"Hampir delapan bulan." Doni mulai mengatur bahan. Gerakan efisien, terlatih. "Saya datang melalui program undian yang menghubungkan koki dengan klien."

"Dan bagaimana pengalaman Anda mengajar Naira memasak?"

Doni tersenyum kecil. "Nona Naira murid yang baik. Fokus. Mau belajar. Dan tidak takut gagal. Itu kualitas penting dalam memasak."

"Hari ini kita akan masak apa?"

"Risotto dengan kerang bakar. Hidangan Italia klasik." Doni mulai menjelaskan sambil tangannya bergerak. "Risotto adalah tentang kesabaran. Tidak bisa terburu-buru. Harus diperhatikan terus. Seperti proses pemulihan. Pelan-pelan. Dengan perhatian."

Kiasan itu mendarat dengan sempurna. Naira dan reporter sama-sama mengangguk.

Doni mulai bekerja. Tangan bergerak dengan ketepatan yang lahir dari ribuan jam latihan. Bawang bombay dipotong sangat kecil, seragam. Pisau bergerak cepat, tuk tuk tuk tuk, irama yang menenangkan. Bawang putih dicincang halus, aromanya tajam dan segar.

"Pertama, kita buat dasar." Ia memanaskan panci, menambah mentega dan minyak zaitun. Bunyi desis lembut saat bawang masuk. "Tumis sampai bening. Jangan sampai kecoklatan. Kita mau manis alami, bukan pahit."

Ia mengaduk dengan spatula kayu, gerakan melingkar yang lembut. "Naira, coba Anda aduk. Rasakan kapan bawangnya sudah siap."

Naira maju, mengambil alih spatula. Tangannya tidak seyakin Doni tapi ada fokus di matanya. "Seperti ini?"

"Sempurna. Lihat, sudah mulai bening." Doni menunjuk. "Sekarang masukkan beras."

Naira menuang arborio. Beras gemuk dan putih seperti mutiara.

"Aduk sampai setiap butir terlapisi minyak. Ini panggang beras. Memberikan tekstur yang lebih baik nanti." Doni berdiri di samping, tidak terlalu dekat tapi cukup untuk membimbing. Tangannya tidak menyentuh tapi gerakannya menuntun.

Aroma berubah. Beras mulai harum, sedikit seperti kacang.

"Sekarang anggur." Doni menuang anggur putih ke panci. Bunyi desis keras, uap naik membawa aroma alkohol yang tajam. "Ini angkat. Angkat semua rasa yang menempel di dasar panci."

Ia mengaduk cepat, anggur menguap, menyisakan aroma rumit.

"Sekarang bagian yang butuh kesabaran." Doni mengambil sendok sayur, mulai menambahkan kaldu ayam panas satu sendok pada satu waktu. "Tambah kaldu, aduk sampai terserap, tambah lagi. Jangan terburu-buru. Proses ini yang bikin risotto lembut."

Naira mengambil alih. Tangan mengaduk dengan irama yang perlahan ia temukan. Satu sendok kaldu. Aduk. Tunggu. Tambah lagi.

"Ini seperti meditasi," katanya pelan. Matanya fokus ke panci, tapi ada ketenangan di wajahnya. Bahu turun. Napas teratur. "Berulang tapi menenangkan."

"Persis." Doni tersenyum. "Memasak adalah meditasi. Kesadaran penuh dalam bentuk paling sederhana."

Sementara Naira mengaduk, Doni mulai persiapan kerang. Tangannya menepuk kerang dengan tisu, menghilangkan semua kelembapan. "Kerang harus benar-benar kering. Kalau basah, tidak akan bakar dengan baik. Kita mau kerak keemasan."

Ia panaskan wajan besi sampai berasap. Tambah sedikit minyak, hanya lapisan tipis. Lalu kerang masuk dengan bunyi desis keras. Ia tidak menyentuh. Tidak menggerakkan. Hanya membiarkan.

"Berapa lama?" tanya reporter, terpesona.

"Dua menit satu sisi. Lihat, pinggirnya mulai keemasan. Ini karamelisasi. Gula alami di kerang yang berkaramel." Doni menunjuk dengan spatula. "Sekarang balik."

Satu gerakan cepat. Kerang berbalik sempurna. Sisi lain sama keemasan.

"Satu menit lagi. Tidak lebih. Kerang cepat terlalu matang. Kita mau bagian dalam tetap bening. Seperti mentega yang lembut."

Ia angkat kerang, taruh di piring. Keemasan sempurna. Kerak renyah tapi dalam lembut.

Kembali ke risotto. Naira masih mengaduk dengan sabar. "Ini sudah terasa lebih lembut."

"Coba rasanya." Doni memberikan sendok bersih.

Naira mencicipi. Matanya menutup sebentar, merasakan. "Gurih. Kaya. Tapi seperti masih kurang sesuatu?"

"Parmesan dan mentega." Doni mengambil parmesan yang sudah diparut halus. "Ini sentuhan akhir. Matikan api. Tambah parmesan dan mentega dingin. Aduk cepat. Ini bikin risotto super lembut dan mengkilat."

Naira mengikuti instruksi. Risotto berubah dari kusam jadi berkilau, tekstur seperti sutra.

...---•---...

...Bersambung...

1
Ikhlas M
Loh Naira, jangan banyak makan-makan yang pedes ya nanti sakit perut. Kasian perutnya
Ikhlas M
Bisa jadi rujukan nih buat si Doni ketika dia ingin makanan sesuatu yang dingin
Ikhlas M
Pinter banget sih kamu Don. Aku jadi terkesan banget sama chef terbaik kayak kamu
Ikhlas M
Akhirnya dia mau makan juga. Terbaik banget sih kamu Don. Chef paling the best se jagat raya
Ikhlas M
betul banget. Memang makanan lokal juga gak kalah hebatnya di bandingan makanan luar
Iyikadin
Biasanya orang yang paling kita cintai adalah orang yang paling menyakiti juga😭
☠ ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAthena
ada mslh apa sebenrnya sama naira, hingga dia jd terpuruk kyk gtu, smg masskanmu bs mmbuat naira kmbli hidup Doni
☠ ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAthena
krn selera mknnya udh nggk ada doni, coba km buat mdkn yg baunya menggugah selera, jd nnt saat namira mencium bau mskn km dia jd ingin mkn
Rezqhi Amalia
nah betul. si pemilik rumah aja gak masalah tu
Rezqhi Amalia
ya gtu sih, satu laki laki saja berbuat kesalahan, pasti semua laki laki disamakan. begitu pula sebaliknya😭🤣
Rezqhi Amalia
seperti biasa Thor, pbukaan yg bagus🥹
Cahaya Tulip
Asal Ratna ga tau..klo pun tau tenang aja don, Naira pasti membelamu. yang penting nasi gorengnya jangan lupa pakai terasi 😁👍
@dadan_kusuma89
Ternyata kau sudah memikirkan sampai sedalam itu, Don. Aku salut denganmu, bukan hanya rasa di lidah yang kau utamakan, namun lebih dari itu, selain enak juga harus sehat.
@dadan_kusuma89
Filosofi dalam setiap resep racikan yang kau ciptakan selalu mengandung unsur penawar, Don. Meski tanpa kata ataupun ramuan herbal, namun jika rasa yang ditimbulkan memiliki kekuatan hakiki, maka semua itu bisa menjadi pendorong semangat hidup.
☕︎⃝❥Ƴ𝐀Ў𝔞 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
mungkin krn klean mulai dekat, jd Naira ingin lebih kenal, paham & berempati sama kmu Don 🤭
Muffin
Betul mereka punya luka kehilangan yang sama. Hanya beda cara bersikap aja. Kalau naira lebih menutup diri
Muffin
Teratur sekali yaa hidup naira. Aku aja kadang makan pagi dirapel makan siang 🤣
LyaAnila
dia goreng nasi goreng lagi kah? kalau iya, pasti baunya harum. ahjadi pengen🤭
PrettyDuck
hwaaaa kalo ketauan pengacaranya jadi masalah gak nih? tapi syukur2 naira gak jadi mati kelaperan kann 😭
PrettyDuck
akhirnya makan kau nairaa! udah 8 bab si doni nungguin biar kamu makan 🫵
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!