Aqilla Pramesti begitu putus asa dan merasa hidupnya sudah benar-benar hancur. Dikhianati dan diceraikan oleh suami yang ia temani dari nol, saat sang suami baru saja diangkat menjadi pegawai tetap di sebuah perusahaan besar. Ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Namun, takdir berkehendak lain, siapa sangka nyawanya diselamatkan oleh seorang pria yang sedang berjuang melawan penyakitnya dan ingin hidup lebih lama.
"Apa kamu tau seberapa besar perjuangan saya untuk tetap hidup, hah? Kalau kamu mau mati, nanti setelah kamu membalas dendam kepada mereka yang telah membuat hidup kamu menderita. Saya akan membantu kamu balas dendam. Saya punya harta yang melimpah, kamu bisa menggunakan harta saya untuk menghancurkan mereka, tapi sebagai imbalannya, berikan hidup kamu buat saya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Aqilla seketika memejamkan kedua mata seraya menarik napas dalam-dalam. "Ya Tuhan, kenapa harus ketemu sama Mas Ilham di sini?" ucapnya dalam hati.
Sedangkan Radit yang tengah menggendong Keano sontak menurunkan tubuh mungilnya seraya menatap wajah Ilham yang tengah digiring oleh dua orang petugas berseragam dengan kedua tangan diborgol.
"Ilham? Ya Tuhan, bagaimana perasaan anak-anak setelah tau Ayahnya masuk penjara?" batinnya seraya menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan.
Keano tiba-tiba berlari menghampiri ayahnya seraya berteriak kencang. "Ayaaaah!"
Ilham sontak menghentikan langkahnya, menoleh ke arah sumber suara. Kedua matanya berkaca-kaca, kakinya gemetar seketika saat melihat Keano berlari menghampirinya.
"Ke-Keano," gumamnya dengan lemah dan bergetar.
"Ayaaaah!" teriak Keano lagi seraya menangis sesenggukan.
Ilham segera berjongkok saat putranya tiba di hadapannya, ingin sekali memeluknya, tapi kedua tangannya diborgol. "Syukurlah kamu baik-baik aja, Keano. Ayah khawatir banget sama kamu. Maafin Ayah, Keano. Ayah benar-benar minta maaf."
Keano melingkarkan kedua tangan di leher Ilham, memeluk erat tubuh sang ayah. "Ayah lagi ngapain di sini? Kenapa tangan Ayah diborgol segala? Ayah kenapa?"
Ilham tersenyum getir seraya mengurai pelukan. "Ayah nggak apa-apa, Sayang. Ayah hanya akan menginap di sini selama--" pria itu menahan ucapannya sejenak seraya menahan sesak. "Kamu nggak usah khawatir. Ayah hanya akan menginap di sini sementara, Sayang."
Keano mengurai pelukan, terisak seraya menatap wajah sang ayah. "Maafin aku karena pergi dari rumah Ayah. Aku sayang sama Ayah, tapi aku takut."
Ilham tersenyum getir seraya menahan isakan. "Nggak, Sayang. Ayah yang seharusnya minta maaf sama kamu. Maafin Ayah, Keano. Maaf karena udah membuat kalian menderita seperti ini."
Keano hanya menganggukkan kepala, kembali memeluk tubuh Ilham dengan erat. Meskipun ia mendengar sesuatu yang mengerikan tentang sang ayah, tapi hal tersebut tidak mengurangi rasa sayangnya kepada ayah kandungnya itu. Melihat keadaan ayahnya seperti itu membuat hati yang sudah terluka seakan hancur seketika.
"O iya, kakak kamu mana?" tanya Ilham, kembali mengurai pelukan.
Keano menoleh ke arah belakang lalu menunjuk sang kakak yang tengah berdiri bersama ibunya dan pria bernama Radit. Putri sulungnya itu bahkan hanya bergeming seraya menatapnya dan sang adik. Berbeda dengan Keano, Kaila tidak segera berlari kepada ayahnya. Ia sebenarnya ingin melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Keano, tapi ucapan Ilham yang mengatakan akan membuang mereka masih terngiang-ngiang di telinga dan membuatnya trauma.
"Izinkan saya bertemu sebentar sama putri saya, Pak," pinta Ilham kepada dua petugas yang berdiri di sampingnya dan hanya dijawab dengan anggukan oleh keduanya.
Pria itu melangkah pelan menghampiri Kaila, kakinya gemetar, buliran bening bergulir deras membasahi kedua sisi wajahnya. Rasanya sakit luar biasa melihat sikap dingin putri sulungnya itu. Apalagi, Kaila nampak berdiri di belakang pria bernama Raditya Nathan Wijaya, hanya menatap wajahnya dengan ketakutan.
"Ka-Kaila," lirih Ilham, berjongkok tepat di depan Radit seraya merentangkan kedua tangannya yang masih diborgol.
Radit menunduk menatap wajah Kaila. "Nggak usah takut, Kai. Peluklah Ayahmu, Om tau kamu kangen sama Ayah."
Kaila sontak mendongak menatap wajah Radit tanpa mengatakan sepatah katapun. Matanya nampak memerah dan berair. Bibirnya gemetar menahan isakan. Radit hanya menganggukkan kepala seraya mengusap kepala anak itu dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Kaila kembali menatap wajah sang ayah seraya bergumam, "A-Ayah," lirihnya lalu melangkah cepat, memeluk tubuh sang ayah.
"Kaila, Kaila putri Ayah," seru Ilham, tangisnya kembali pecah, memeluk erat tubuh sang putri. "Maafin Ayah, Kaila. Ayah benar-benar minta maaf."
Kaila hanya menganggukkan kepala, tidak ada kata yang terucap dari bibirnya. Hanya suara isakan-nya saja yang terdengar nyaring dan memekikkan telinga. Tangis anak itu benar-benar pecah seolah tengah memuntahkan apa yang selama ini ia tahan sendirian. Ayah dan anak itu saling berpelukan seraya menangis sesenggukan.
Aqilla tidak kuasa menahan rasa harunya. Wanita itu memalingkan wajah ke arah samping seraya menyeka air mata yang tiba-tiba bergulir membasahi kedua sisi wajahnya. Karma dibayar kontan. Ilham akhirnya merasakan apa yang pernah ia rasakan dahulu, bahkan lebih dari itu. Namun, melihat kedua buah hatinya terluka, membuat hatinya teriris. Ia sadar, ada darah Ilham yang mengalir di dalam tubuh kedua buah hatinya. Jika Ilham terluka, maka anak-anaknya pun akan merasakan hal yang sama.
"Maafin Ibu, Nak. Maaf, karena kalian harus melewati semua ini," batinnya, menahan sesak di dada.
Kedua petugas polisi berikut Keano melangkah mendekati Ilham dan yang lainnya. Keano kembali memeluk sang ayah bersama sang kakak. Hingga petugas berseragam tersebut terpaksa harus mengakhiri pertemuan mengharukan itu.
"Maaf, saudara Ilham. Anda harus kembali ke sel," ujar salah satu petugas.
Ilham terpaksa mengurai pelukan kedua buah hatinya. Menyeka air mata di wajah dengan kedua tangan di borgol. "Ayah pergi dulu, ya," ucapnya dengan lemah dan bergetar.
"Nggak, Ayah gak boleh pergi. Memangnya Ayah kenapa harus dipenjara segala?" teriak Kaila seraya menangis sesenggukan. "Aku udah maafin Ayah ko. Ayah jangan dipenjara, aku mohon!"
"Iya, aku janji akan jadi anak yang baik dan nurut sama Ayah, tapi Ayah jangan pergi," rengek Keano seraya terisak.
"Ayah nggak akan lama di sini, Sayang. Ayah janji akan menemui kalian setelah Ayah bebas," jawab Ilham dengan lemah dan bergetar. "Kalian baik-baik sama Ibu dan Om Radit. Jadilah anak yang soleh dan nurut sama Ibu dan Om Radit. Ayah sayang sama kalian," ucapnya, lalu mengecup kedua sisi wajah Kaila dan Keano secara bergantian, sebelum akhirnya berdiri tegak.
"Tidak. Jangan pergi Ayah, aku mohon!" teriak Keano saat kedua petugas polisi menggiring dan membawa Ilham berjalan.
Aqilla memeluk tubuh Keano dari belakang, menahannya agar tidak berlari mengejar Ilham. "Sudah cukup, Keano. Ada Ibu, Nak. Biarkan Ayahmu pergi," liriknya, seraya terisak.
"Ayaaaah!" teriak Kaila, hendak berlari mengejar sang ayah, tapi Radit segera menahan tubuhnya seraya berjongkok.
"Tenang, Kaila. Biarkan Ayah kamu pergi," lirih Radit, memegangi kedua sisi bahu Kaila.
"Lepasin aku, Om. Aku mau ke Ayah," teriak Kaila. "Aku sayang Ayah. Maafin aku karena udah membenci Ayah. Aku minta maaf. Ayaaaah. Huaaaa!"
Bersambung ....