NovelToon NovelToon
Obsesi Tuan Adrian

Obsesi Tuan Adrian

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / CEO / Diam-Diam Cinta / Mafia / Cintapertama / Balas Dendam
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Azona W

Di tengah gemerlap kota yang tak pernah tidur, hidup mereka terikat oleh waktu yang tak adil. Pertemuan itu seharusnya hanya sekilas, satu detik yang seharusnya tak berarti. Namun, dalam sekejap, segalanya berubah. Hati mereka saling menemukan, justru di saat dunia menuntut untuk berpisah.

Ia adalah lelaki yang terjebak dalam masa lalu yang menghantuinya, sedangkan ia adalah perempuan yang berusaha meraih masa depan yang terus menjauh. Dua jiwa yang berbeda arah, dipertemukan oleh takdir yang kejam, menuntut cinta di saat yang paling mustahil.

Malam-malam mereka menjadi saksi, setiap tatapan, setiap senyuman, adalah rahasia yang tak boleh terbongkar. Waktu berjalan terlalu cepat, dan setiap detik bersama terasa seperti harta yang dicuri dari dunia. Semakin dekat mereka, semakin besar jarak yang harus dihadapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azona W, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Adrian, Lihat Aku

Malam menjelma menjadi lebih gelap daripada biasanya, seolah seluruh kota kehilangan cahaya setelah pesan berdarah itu ditemukan di jendela. Hujan mulai turun tipis, seolah menaburkan ketegangan baru yang langsung meresap ke tulang.

Adrian berjalan cepat menuju ruang kerjanya, hampir menyeret langkah, rahangnya mengeras. Elena mengejarnya, takut ia akan masuk ke mode “tak terkendali” yang pernah ia lihat sebelumnya.

“Adrian!” panggilnya.

Pria itu tidak berhenti.

Tidak menoleh.

Tidak merespons.

Elena akhirnya menggapai lengan jaketnya.

“Adrian, lihat aku.”

Barulah Adrian berhenti. Namun saat ia menoleh, Elena merasakan sesuatu yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Raut wajah Adrian… kosong. Dingin. Terluka.

Seperti seseorang yang berdiri di batas kewarasan tipis, siap jatuh kapan saja.

“Elena,” katanya pelan, “kau harus menjauh dariku sebentar.”

Elena menggeleng cepat. “Tidak.”

“Elena.” Suaranya dalam, hampir seperti ancaman tapi sebenarnya hanya keputusasaan. “Aku tidak stabil sekarang. Aku tidak ingin menyakitimu dengan cara apa pun.”

Elena maju satu langkah.

“Aku tidak pergi ke mana pun. Jadi jangan suruh aku menjauh.”

Adrian memejamkan mata. Menahan getaran di dadanya.

“Elena… simbol dua goresan itu berarti satu hal.” Ia mengembus napas keras. “Cassian menganggap kita sudah menggali bagian pertama dari masa lalu. Dan bagian kedua… akan lebih buruk.”

Elena menelan ludah.

“Apa maksudmu?”

Adrian membuka mata. Emosinya akhirnya muncul, bukan dingin, tapi rawan pecah.

“Dua goresan berarti dia akan membuka luka masa laluku. Luka yang berhubungan dengan ibuku.”

Elena memegang tangannya. “Kita akan hadapi bersama.”

Namun Adrian justru mundur selangkah.

“Elena… aku tidak ingin kau melihat bagian itu dari diriku.”

“Bagian apa?”

Adrian tersenyum tipis, senyum yang tidak pernah ia tunjukkan sebelumnya. Senyum seseorang yang sudah terlalu terluka.

“Bagian yang tidak bisa lagi membedakan antara melindungimu… dan menghancurkan siapa pun yang pernah menyakitiku.”

Elena menyentuh pipinya, memaksanya untuk tidak lari dari tatapan.

“Kalau kau tidak bisa membedakan itu, biar aku yang membedakannya untukmu.”

Airmata mengalir di sudut mata Adrian, tersamar oleh tatapannya yang gelap.

“Elena… jangan lakukan ini… kau tidak tahu apa yang Cassian lakukan pada ibuku.”

“Kalau begitu ceritakan padaku,” katanya lembut. “Aku ingin tahu. Aku perlu tahu.”

Adrian menelan ludah, memalingkan wajah.

“Tidak di sini. Bukan sekarang.”

Elena mendekat, memegang wajahnya dengan kedua tangan.

“Adrian. Kau tidak sendiri. Kau tidak harus membawa semuanya sendiri.”

Adrian akhirnya menyerah. Bahunya jatuh. Kepalanya terkulai sedikit, menyentuh kening Elena.

“Elena…” ia berbisik, suara itu penuh luka, “…aku takut kehilanganmu lebih dari apa pun. Dan Cassian tahu itu.”

Elena membalas dengan suara yang sama lembutnya.

“Kau tidak akan kehilangan aku.”

Adrian akhirnya menarik Elena ke pelukannya, erat, kuat, bukan posesif, tetapi putus asa. Seperti seseorang yang memeluk jangkar terakhirnya.

“Aku butuh kau…” bisiknya. “…aku benar-benar butuh kau.”

Elena membalas pelukan itu penuh kehangatan.

“Aku di sini. Aku tidak akan pergi.”

....

Sebastian muncul di pintu. Ia tidak masuk, hanya bersandar dengan tablet di tangan.

“Aku membencimu, Adrian,” katanya datar.

Adrian melepaskan Elena perlahan.

“Apa lagi, Sebastian?”

“Aku benci harus bilang ini,” Sebastian mengibaskan tablet itu,

“…tapi aku sudah menemukan identitas lengkap Dorian Hale.”

Elena langsung duduk. Adrian mengangkat alis.

“Dan…?”

Sebastian mendekat, menyerahkan tablet pada Adrian.

Nama pada layar terbaca jelas.

DORIAN H. HALE

- Mantan petugas investigasi internal yang dipecat.

- Hilang dari radar selama 8 tahun.

- Penanganan kasus.

Kasus Pembakaran Rumah 12 Tahun Lalu.

Korban:  Amelia Northwood.

Status: Tidak tuntas.

Elena membeku.

“Amelia Northwood…” Ia menutup mulut. “Itu… ibumu, Adrian?”

Adrian tidak menjawab. Tapi wajahnya menjawab semuanya.

Sebastian melanjutkan dengan suara rendah.

“Ya.”

Elena memandang Adrian dengan seribu pertanyaan di matanya.

“Jadi Dorian Hale… berada di TKP ketika ibumu meninggal?”

Sebastian mengangguk.

“Dan lebih dari itu. Dia adalah penyidik utama yang hilang sebelum kasus itu ditutup. Setelah itu… Cassian mengambilnya.”

Elena menelan ludah.

“Jadi… ibumu… dan ayahku… dua orang yang tidak saling kenal…

keduanya berhubungan dengan orang yang sama?”

Sebastian menghela napas.

“Ya. Dan itu tidak mungkin kebetulan.”

Adrian menggenggam pinggir meja begitu kuat hingga buku jarinya memutih.

“Elena.” Suara Adrian penuh kemarahan terpendam. “Ini artinya Cassian sudah mengawasi keluargaku jauh sebelum aku mengawasinya.”

Sebastian menambahkan.

“Dan dia sudah mengawasi ayah Elena jauh sebelum Elena lahir.”

Elena menutup mata.

“Jadi sejak awal… keluarga kita sudah masuk radar Cassian?”

Adrian mengangguk gelap.

“Sejak lama.”

Hening turun.

Hening yang padat.

Hening yang menghubungkan masa lalu dua keluarga berbeda…

dalam satu benang merah kelam bernama Cassian.

Elena memecah hening itu.

“Adrian,” suaranya hampir berbisik, “apa yang terjadi pada ibumu?”

Adrian akhirnya mengangkat wajah.

Dan apa yang Elena lihat di sana… bukan kemarahan. Bukan ketakutan.

Tapi rasa sakit yang begitu dalam hingga membuat napasnya tercekat.

“Elena…” suaranya pecah, “…ibuku tidak mati karena kecelakaan.”

Elena menegang.

Sebastian menunduk. Seolah ia tidak bisa melihat reaksi Adrian.

Adrian menutup mata, lalu membuka perlahan.

“Rumah kami dibakar. Dari dalam.”

Elena menutup mulut, shock.

“Dan satu-satunya orang yang tahu itu…” Adrian menoleh ke Sebastian. “…adalah Dorian Hale.”

Elena menggeleng, air mata naik ke pelupuk.

“Adrian…”

Adrian melanjutkan, kali ini suaranya gemetar dan penuh luka.

“Dan sekarang aku tahu kenapa ayahmu terlibat. Karena Dorian Hale… dan Cassian… mereka ada di balik kematian ibuku.”

Dan sebelum Elena bisa merespons, tiba-tiba jendela belakang rumah berbunyi, keras.

BRAK!

Semua orang menoleh.

Suara langkah kaki di halaman.

Sangat cepat.

Adrian langsung menarik Elena ke belakang, tubuhnya menjadi perisai.

Sebastian meraih senjata listrik kecil yang terselip di ikat pinggangnya.

Adrian berbisik rendah.

“Elena… jangan lepaskan tanganku.”

Elena mengangguk gemetar.

“A-Adrian… siapa itu?”

Adrian memutar tubuhnya, mengeluarkan pisau lipat dari saku belakang.

Kemudian ia berkata, suara paling gelap yang pernah Elena dengar darinya.

“Cassian sudah memulai tahap tiga.”

 

 

 

 

1
Mentariz
Penasaran kelanjutannya, ceritanya nagih bangeett 👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!