Follow IG othor @ersa_eysresa
Anasera Naraya dan Enzie Radeva, adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Namun tepat di hari pernikahan, sebuah tragedi terjadi. Pesta pernikahan yang meriah berubah menjadi acara pemakaman. Tapi meskipun begitu, pernikahan antara Ana dan Enzie tetap di laksanakan.
Namun, kebahagiaan pernikahan yang diimpikan oleh Ana tidak pernah terjadi. Karena bukan kebahagiaan yang dia dapatkan, tapi neraka rumah tangga yang ia terima. Cinta Enzie kepada Ana berubah menjadi benci di waktu sama.
Sebenarnya apa yang terjadi di hari pernikahan mereka?
Apakah Ana akan tetap bertahan dengan pernikahannya atau menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pingsan
Enzi masih jauh dari kata sembuh, tetapi kini ia mulai berjalan.
Berkat dorongan Arvin yang tanpa henti dan terapi rutin dengan psikolog, Enzi mulai membangun tembok pertahanan mental terhadap rasa bersalahnya. Dokter itu mengajarkan Enzi untuk menerima perasaannya dan memisahkannya dari tanggung jawabnya.
"Rasa bersalah Anda adalah bukti bahwa Anda mencintai istri Anda dan menyesali tindakan Anda. Jangan biarkan rasa bersalah itu membunuh Anda lagi," kata dokter itu di suatu sesi. "Gunakan penyesalan ini sebagai bahan bakar untuk memperbaiki diri Anda. Setidaknya kedua orang tua anda akan bangga melihat Anda tetap kuat dan bertanggung jawab, bukan hancur."
Perlahan, Enzi mulai kembali ke ruang rapat, meskipun dengan kehadiran Arvin yang selalu mendampingi di sampingnya, siap mengambil alih jika Enzi melamun. Ia mulai membaca laporan keuangan, memaksa dirinya fokus pada angka-angka, strategi pasar, dan proyek jangka panjang. Ini adalah sebuah pertarungan—pertarungan antara Enzi yang berduka dan Enzi sebagai seorang CEO.
"Proyek investasi di Bali yang sempat tertunda itu... aku sudah tinjau lagi. Potensinya sangat besar, Vin. Tapi kita harus pastikan pemasok lokal kita lebih kompeten," ujar Enzi suatu pagi, suaranya terdengar lebih berwibawa daripada beberapa waktu sebelumnya.
Arvin menatapnya dengan bangga. "Aku sudah menyiapkan daftarnya. Aku tahu kamu akan bangkit. Kamu adalah Enzi yang aku kenal."
Kembalinya Enzi tidak instan. Ada hari-hari buruk di mana ia kembali murung, mengunci diri di kantornya, atau bahkan melewatkan sesi terapi. Namun, Arvin akan selalu datang. Kadang hanya duduk diam bersamanya, kadang menariknya keluar untuk makan di pinggir jalan yang mereka sukai, atau bahkan menemaninya pulang ke rumah yang terasa dingin dan kosong.
"Kau tahu, Vin... terkadang aku hanya ingin tidur dan tidak bangun lagi," ucap Enzi suatu malam, saat mereka duduk di teras rumah Enzi.
"Tidak bisa, Zie. Kamu harus hidup. Dan aku akan memastikan kamu tetap hidup. Kamu berjanji padaku, kita akan menjadi kakek-kakek yang masih mengurus perusahaan ini bersama-sama," jawab Arvin, nadanya tegas namun diakhiri dengan kekehan mereka bedua.
Dukungan Arvin adalah jangkar bagi Enzi. Arvin mengatur jadwal Enzi, memastikan Enzi makan, berolahraga, dan yang terpenting, ia memastikan Enzi tidak pernah sendirian. Enzi tahu, tanpa Arvin, dia pasti sudah kehilangan segalanya. Pemulihan ini adalah sebuah proses yang panjang, dan Enzi tahu dia akan selalu memiliki bekas luka, tetapi setidaknya, kini ia sudah bisa kembali berdiri tegak.
************",
Sementara itu di Paris, Sera Valencia berkembang pesat.
Tiga bulan berlalu dengan cepat. Sera tidak lagi hanya menjadi asisten pribadi. Fabian telah mengangkatnya sebagai Koordinator Hubungan Klien Internasional. Dengan kemampuan berbahasa Inggris yang fasih dan kecerdasannya yang cepat dalam menganalisis data, ia menjadi aset berharga bagi firma tersebut. Dia bahkan berhasil menjalin relasi yang baik dengan para klien dari Asia maupun Eropa, memanfaatkan pengalaman dan pemahaman budayanya.
Kursus bahasa Prancisnya juga menunjukkan hasil yang memuaskan. Ia kini bisa bercakap-cakap dengan sedikit lancar, bahkan bernegosiasi kecil-kecilan dalam bahasa baru itu.
"Kau harus istirahat, Sera. Kau bekerja seperti tidak ada hari esok," tegur Fabian suatu hari, melihat Sera bekerja hingga larut malam.
"Justru karena ada hari esok, Bian. Aku harus memanfaatkan setiap menit untuk membangun diriku. Setelah ini aku ingin membangun butik untuk menyalurkan hobby dan bakatku. Semoga bosku memberikan ijin," ucap Sera, dengan mata berbinar penuh ambisi.
Ia sudah bertemu dengan beberapa tokoh pentinh di komunitas bisnis Paris, membangun jaringan yang kuat, dan memetakan pasar. Ia melakukan semuanya dengan semangat yang membara, seolah waktu yang ia buang percuma dalam pernikahannya harus diganti sepuluh kali lipat. Saat usahanya di mulai, dia akan memasarkan produknya kepasa mereka. Sera yakin, kalau nantinya bisnis barunya akan berjalan dengan baik.
"Tentu saja, aku tidak akan pernah menghalangimu untuk berkreasi. Jika nantinya hobbymu bisa menghasilkan uang, itu akan membuatmu menjadi kaya. " jawab Fabian sambil terkekeh, "Taoi ingat, kamu tetaplah asisten terbaikku. "
Sera tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya. Memang ini yang dia inginkan, sebuah kepercayaan dan kebebasan untuk berkreasi seperti keinginannya.
Hubungan Sera dan Fabian tetap harmonis. Mereka adalah duet yang kompak di kantor dan tetangga yang akrab setelah jam kerja. Makan malam bersama di salah satu apartemen, berbagi cerita tentang kemajuan Sera, atau sekadar menonton film, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan baru Sera.
"Aku melihatmu sebagai seorang bos di masa depan, Sera," ujar Fabian saat mereka menikmati hidangan ratatouille di apartemen Sera. "Aku akan menjadi investor pertamamu."
"Itu janji, ya," balas Sera sambil tertawa.
Namun, di balik semangatnya yang membara, tubuh Sera mulai mengirim sinyal bahaya. Pola tidurnya berantakan, dan ia sering melewatkan makan siang. Ia terlalu banyak minum kopi untuk menahan kantuk. Beban kerja yang begitu tinggi, ditambah tekanan mental dari kehidupan barunya, mulai menggerogoti fisiknya.
Sera mengabaikannya. Meskipun dia sering merasa mual dipagi hari. Ia berpikir, ini hanya kelelahan biasa, dan hanya karena telat makan hingga membuat penyakit lambungnya kambuh lagi.
Puncaknya terjadi pada hari Jumat, saat mereka sedang mempersiapkan presentasi penting untuk klien dari London. Mereka berada di ruang rapat, hanya berdua, dikelilingi oleh cetakan laporan dan peta pikiran.
Sera berdiri di depan papan tulis kaca, menjelaskan struktur keuangan proyek itu kepada Fabian. Tiba-tiba, pandangannya mulai kabur. Kepala Sera terasa berat, dan ia merasa darahnya turun dengan cepat.
"Bian... aku.."
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Sera limbung. Tubuhnya merosot ke lantai marmer ruang rapat dengan bunyi keras, menjatuhkan pena yang ia pegang.
Fabian terkejut luar biasa. Ia segera berlari menghampirinya.
"Sera! Hei, Sera!" Fabian menepuk-nepuk pipi Sera. Wajah Sera pucat pasi, dan ia tidak sadarkan diri.
Fabian langsung panik. Semua keceriaan dan ketenangan yang selalu ia tunjukkan seketika menghilang, digantikan oleh ketakutan yang mendalam. Ia mengangkat tubuh Sera yang ringan itu dengan hati-hati.
"Tidak, tidak, tidak. Kau tidak boleh kenapa-kenapa," gumam Fabian, air muka khawatir jelas tergambar di wajahnya. Fia segera menelepon layanan darurat sambil bergegas keluar dari ruangan.
Fabian membawa Sera menembus koridor kantor yang tenang. Para karyawan yang melihat bos mereka membawa seorang wanita tak sadarkan diri dalam pelukannya langsung terdiam, dipenuhi kebingungan.
"Siapkan mobil! Cepat! Atau panggil layanan darurat sekarang juga!" teriak Fabian kepada resepsionis, nadanya penuh kepanikan yang belum pernah didengar siapa pun darinya.
Lima menit kemudian, mereka sudah berada di dalam mobil, melaju cepat menuju rumah sakit terdekat. Fabian memeluk erat Sera, tangannya gemetar.
"Bertahan, Sera. Kamu harus bertahan. Aku sudah berjanji akan menjagamu," bisik Fabian, mata birunya menatap Sera dengan cemas, dipenuhi ketakutan akan kehilangan orang yang kini menjadi bagian paling penting dalam hidupnya.
Biar Enzi hidup dalam penyesalan nya.
😁🤣
dobel up thor sekali" tak tiap hari jg🤭🥰🥰 thank you thor 🙏🥰