NovelToon NovelToon
Amorfati

Amorfati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Keluarga / Trauma masa lalu / Tamat
Popularitas:864
Nilai: 5
Nama Author: Kim Varesta

Amorfati sebuah kisah tragis tentang takdir, balas dendam, dan pengorbanan jiwa

Valora dihancurkan oleh orang yang seharusnya menjadi keluarga. Dinodai oleh sepupunya sendiri, kehilangan bayinya yang baru lahir karena ilmu hitam dari ibu sang pelaku. Namun dari reruntuhan luka, ia tidak hanya bertahan—ia berubah. Valora bersekutu dengan keluarganya dan keluarga kekasihnya untuk merencanakan pembalasan yang tak hanya berdarah, tapi juga melibatkan kekuatan gaib yang jauh lebih dalam dari dendam

Namun kenyataan lebih mengerikan terungkap jiwa sang anak tidak mati, melainkan dikurung oleh kekuatan hitam. Valora, yang menyimpan dua jiwa dalam tubuhnya, bertemu dengan seorang wanita yang kehilangan jiwanya akibat kecemburuan saudari kandungnya

Kini Valora tak lagi ada. Ia menjadi Kiran dan Auliandra. Dalam tubuh dan takdir yang baru, mereka harus menghadapi kekuata hitam yang belum berakhir, di dunia di mana cinta, kebencian, dan pengorbanan menyatu dalam bayangan takdir bernama Amorfati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Varesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Senja Yang Membisu

🦋

_Pulau_

Ombak menghantam karang, memercikkan buih asin ke udara. Mahiera berdiri di bibir pantai, angin laut menampar wajahnya, namun tak mampu menjernihkan pikirannya yang kusut. Matanya menatap jauh, seolah ingin menembus garis cakrawala.

Pikirannya melayang pada Julia, ibunya. Ia bisa membayangkan dengan jelas wajah sang ibu yang dipenuhi amarah. Julia tak pernah menyetujui perjalanan ini. Mahiera tahu, keberangkatannya hanyalah bentuk pembangkangan. Tapi di dalam dirinya, ada suara lain… suara haus yang memanggilnya pada tantangan.

"Apa aku benar-benar melakukan ini demi diriku… atau demi ambisi ayah?"

Langkah kaki terdengar mendekat. Jevano berdiri di sampingnya, tubuh tegak, namun tatapannya menyimpan keresahan yang tak bisa ia samarkan.

"Kau terlihat kacau." Suaranya tenang, nyaris berbisik di tengah deru ombak. "Menyesal ikut ke sini?"

Mahiera menggeleng pelan, meski keraguan menggantung di matanya. "Bukan itu. Aku hanya merasa… seolah ada sesuatu di pulau ini yang sudah menunggu kita."

Jevano menoleh, menatap laut yang berkilau dingin di bawah cahaya bulan. Rahangnya mengeras. "Aku juga merasakannya. Pulau ini bukan sekadar titik di peta. Ada sesuatu yang lebih tua… sesuatu yang mendahului manusia."

Jantung Mahiera berdegup kencang. Kata-kata itu menyalakan api ketakutan yang selama ini coba ia padamkan. Tangannya meremas keras reling kapal, seolah butuh pegangan agar tidak tenggelam dalam bayangannya sendiri.

_Kediaman Majesty_

Keheningan menyelimuti rumah. Di ruang keluarga yang remang, Ayla duduk menatap foto Asteria dan Auliandra yang tergantung di dinding. Matanya kosong, seakan menembus bingkai itu menuju masa lalu.

"Apa aku sudah jadi ibu yang baik?" bisiknya pada dirinya sendiri. Suaranya pecah. "Mereka tampak bahagia dengan pilihan mereka… tapi kenapa hatiku justru dipenuhi rasa takut?"

Air matanya jatuh diam-diam. Bayangan kegagalan masa lalu kembali menyesakkan dada. Ia pernah kehilangan seseorang yang ia cintai karena tidak mampu menjaga. Luka itu masih segar, membuatnya sulit mempercayai keputusan putri-putrinya sekarang.

Suara langkah lembut terdengar. Maura masuk membawa selimut, lalu meletakkannya di pundak Ayla.

"Kau terlalu keras pada dirimu sendiri," ucapnya hangat. "Mereka sudah dewasa. Dan kadang… sebagai ibu, kita harus belajar melepas, meski hati kita tak pernah siap."

Ayla menoleh, matanya berkaca-kaca. "Bagaimana kalau mereka salah memilih? Bagaimana kalau jalan mereka justru menghancurkan mereka?"

Maura menatapnya lama, lalu menggenggam tangannya erat. "Kalau itu terjadi, Ayla… kita akan tetap di sini untuk menampung mereka. Itu tugas kita. Bukan mencegah luka, tapi menjadi rumah ketika mereka kembali dengan hati yang hancur."

Kata-kata itu menembus dinding rapuh Ayla. Tangisnya pecah, terisak di bahu Maura.

_Majesty Grup_ Larut Malam_

Lampu-lampu kantor sudah padam, hanya satu cahaya meja yang menyala di ruang luas milik Lucas. File menumpuk, namun matanya tak mampu fokus. Hanya satu nama yang mengganggu pikirannya:

Zayn.

Dengan tangan bergetar, Lucas membuka laci meja. Di sana tersimpan sebuah foto lama: bayi kecil dalam dekapan seorang wanita, wajah pendampingnya sudah kabur dimakan waktu. Ia menyentuhnya perlahan, bibirnya bergetar.

"Zayn… kau seharusnya tidak kembali," bisiknya serak.

Ambisi dan dendamnya ingin menghancurkan Wardana. Tapi jauh di lubuk hatinya, ada perasaan lain, sesuatu yang ia takutkan, sesuatu yang menyerupai kasih yang selama ini ia bunuh dengan dingin.

Air matanya hampir jatuh. Namun dengan cepat ia menghapusnya. Wajah Lucas kembali kaku, penuh tekad. Ia tidak boleh lemah. Bukan sekarang.

_Hutan_

Di bawah cahaya bulan bulat sempurna, seorang wanita bergaun maroon duduk sendiri. Kulitnya pucat, matanya sayu. Rembulan seolah merangkulnya dalam kesepian.

"Apa yang kau lakukan di sini?" suara berat terdengar.

Kiran menoleh sekilas. "Hanya duduk."

"Ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Gavriel, kini duduk di sampingnya.

Kiran terdiam sejenak, lalu menjawab datar, "Sepertinya begitu."

Gavriel menatap rembulan, namun sesekali matanya mencuri pandang ke arah Kiran. "Kau sangat mirip dengan istriku."

Kiran tidak menanggapi, ia bangkit menuju pondok. Gavriel mengekor.

"Apa rencanamu untuk pembangunan villa ini?" tanya Gavriel.

Langkah Kiran terhenti, ia menoleh cepat. "Itu tergantung keputusan Auliandra." Lalu kembali berjalan tanpa menunggu jawaban.

"Kau tak ingin ikut campur?"

Kali ini Kiran menghentikan langkahnya lebih keras, menatap Gavriel penuh kesal. "Aku hanya ingin bersenang-senang."

Ia kembali melangkah, meninggalkan Gavriel yang menatap punggungnya dalam diam.

"Kau tetap sama… istriku."

_Pantai_

Kiran tiba di pondok hampir bersamaan dengan Mahiera dan Jevano. Namun kali ini berbeda, Mahiera langsung masuk tanpa melontarkan sindiran pada Kiran.

Kiran tak peduli. Ia melangkah melewati Jevano, menuju pantai. Tapi tangan Jevano cepat mencekalnya.

"Kita perlu bicara."

Di tepi pantai, ombak menghapus jejak langkah mereka. Kiran jongkok, sibuk bermain dengan pasir, tak memperhatikan Jevano.

"Maafkan aku," kata Jevano lirih.

Hening. Hanya suara debur ombak menjawab.

"Maafkan aku, Kiran…"

Tatapan Kiran menusuk tajam. Bukan aku yang perlu kau minta maafkan. Tapi Auliandra." Ia kembali menunduk, membangun istana pasir.

Kesabaran Jevano runtuh. Ia menarik tangan Kiran kasar. "Aku benci diabaikan!"

Kiran melawan, suaranya meninggi. "Dan aku benci terus disalahkan!"

Tangannya berusaha keras melepaskan cekalan Jevano, dua jiwa yang terluka kini saling menyeret satu sama lain di bawah rembulan.

Cekalan tangan Jevano makin kuat, membuat Kiran mendengus kesal. Ombak terus berdebur, seolah menyuarakan ketegangan yang tak mampu mereka lepaskan dengan kata-kata.

"Kau selalu begini," suara Jevano parau, nyaris bergetar. "Selalu mengabaikanku, seolah aku bukan siapa-siapa."

Kiran menatapnya tajam, sorot matanya menusuk lebih dalam dari sembilu. "Kau ingin aku mengaku salah? Atau kau hanya ingin aku kembali tunduk padamu?"

"Aku hanya ingin kau menatapku… sekali saja, tanpa kebencian itu," ucap Jevano, nadanya merendah, hampir memohon.

Kiran terdiam. Ada bayangan masa lalu yang berkelebat di matanya, hari-hari ketika senyum Jevano adalah rumahnya, sebelum semuanya runtuh. Namun luka terlalu dalam untuk dihapus hanya dengan permintaan maaf.

"Aku menatapmu, Jevano. Dan setiap kali aku melakukannya… aku melihat pengkhianatan," bisik Kiran, dingin tapi penuh getir.

Jeveno terdiam, napasnya terengah. Ia ingin menjawab, tapi bibirnya kaku. Ia sadar, tak ada kalimat yang bisa menghapus luka itu. Tangannya perlahan melemah, melepaskan cekalan di pergelangan Kiran.

Kiran menarik napas panjang, menahan gemetar di dadanya. Ia berbalik, meninggalkan Jevano yang berdiri terpaku dengan tatapan kosong.

***

_Pondok_Larut malam

Mahiera duduk sendirian di sudut pondok, punggungnya bersandar pada dinding kayu yang dingin. Matanya menatap kosong pada lampu minyak yang berkelip redup.

Ada rasa aneh yang menggerogoti hatinya, takut, rindu, sekaligus marah. Ia teringat tatapan ibunya, teringat suara ayahnya yang selalu mendorongnya melampaui batas.

"Apa aku ini hanya boneka?" gumamnya lirih.

Pintu pondok berderit. Jevano masuk, wajahnya muram, langkahnya berat. Mahiera langsung tahu, ada sesuatu yang baru saja terjadi.

"Kau bertengkar lagi dengan Kiran?" tanyanya pelan.

Jeveno menatap Mahiera, matanya penuh letih. "Dia… tidak akan pernah memaafkanku."

Mahiera menelan ludah. Ada simpati, tapi juga ada kemarahan yang terpendam. "Mungkin karena kau lebih sering meminta maaf… daripada berusaha memperbaiki."

Kalimat itu membuat Jevano terdiam, seolah tertusuk.

"Orang yang paling kau cintai bisa saja tetap kau hancurkan, Jevano. Dan kau harus hidup dengan itu," lanjut Mahiera. Suaranya tenang, tapi getir.

***

Kediaman Majesty – Dini Hari

Ayla masih terjaga. Selimut yang tadi diberikan Maura kini tergelincir ke lantai. Ia berjalan ke jendela, menatap langit gelap yang penuh bintang.

"Kalau aku gagal lagi… aku tidak akan sanggup," bisiknya pada bayangan dirinya sendiri di kaca.

Dari pintu, Maura memperhatikannya diam-diam. Ia tahu betul ketakutan itu, rasa bersalah yang tak pernah hilang. Tapi ia juga tahu, Ayla tidak akan berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

Maura menutup mata, dadanya sesak. Berapa banyak rahasia yang harus kutahan demi menjaga keluarga ini tetap utuh?

Ia ingin bicara, ingin mengaku, tapi lidahnya kelu. Yang tersisa hanya diam, dan diam itu terasa lebih menyakitkan daripada teriakan.

Majesty Grup – Pagi Buta

Lucas masih di ruangannya. Foto lama itu kini tergeletak di meja. Matanya merah, seolah tidak tidur semalaman.

Ia mengangkat telepon, jemarinya bergetar, tapi ia tak kunjung menekan nomor. Ada nama yang ingin ia hubungi, seseorang yang selama ini ia buang dari hidupnya.

"Kalau aku melakukannya… semua rencanaku akan runtuh," bisiknya.

Tangannya menutup wajah, tubuhnya bergetar. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Lucas merasa takut pada dirinya sendiri.

🦋 To be continued…

1
Iin Wahyuni
sebenarnya auliedra dan kiran d pihak mana💪
Iin Wahyuni
Thor dr awal SMp skrg aku bc,serius aku bingung kisahnya Thor,JD sdkt nggk paham💪
eva lestari
🥰🥰
Nakayn _2007
Alur yang menarik
Sukemis Kemis
Gak sabar lanjut ceritanya
Claudia - creepy
Dari awal sampe akhir bikin baper, love it ❤️!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!