Salsa bisa lihat malapetaka orang lain… dan ternyata, kemampuannya bikin negara ikut campur urusan cintanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gelang Kodok
"Saya tanda tangan!" Surya Linardi mengangguk mantap.
Salsa Liani tersenyum lebar, mengarahkan tangan kakaknya ke kolom yang tepat. "Di sebelah sini, Kak."
Tanda tangan "Surya Linardi" tergores indah di atas kertas. Tanda tangan itu terlihat luwes, seolah memancarkan aura bintang yang siap bersinar.
Salsa mengambil pena metalik itu, hendak ikut membubuhkan tanda tangan, namun ujung penanya berhenti di udara. "Tunggu sebentar. Karena ada pengalihan saham ke namaku, aku harus lapor dulu ke atasan. Biar aman dan transparan."
Salsa melangkah keluar menuju koridor kantor Bintang Nusantara Entertainment dan menelepon Komandan Rendy Wibowo.
Di ujung telepon, setelah mendengar penjelasan Salsa, nada bicara Komandan Rendy terdengar pasrah bercampur geli. "Salsa, lama-lama saya takut jadi iri sama kamu."
Bayangkan saja, masih muda, sudah jadi ahli pemecah kasus kepolisian, sekarang malah jadi pemegang saham perusahaan hiburan raksasa. Benar-benar pemenang kehidupan!
Salsa tertawa kecil, lalu kembali ke ruang rapat. Dengan hati lega, ia menandatangani kontrak pengalihan saham itu.
Tangannya sedikit gemetar. Dua bulan lalu dia hanyalah sarjana baru lulus yang tidak punya apa-apa, dan sekarang? Dia adalah pemilik 10% saham agensi hiburan papan atas.
"Senang bekerja sama dengan Anda," ujar Salsa sambil menjabat tangan Arga Mahendra dan Reza Mahavira.
Reza beralih menatap Surya. "Pak Surya, mumpung nama Anda sedang hangat-hangatnya, mulai hari ini kita gas pol. Siap?"
Surya menoleh ke arah adiknya sejenak, terkekeh kecil, lalu mengangguk mantap. "Saya siap."
"Salsa," Reza menjelaskan sambil membuka jadwal di tabletnya, "Mulai besok kakakmu bakal sibuk banget. Terbang sana-sini, syuting variety show, persiapan album. Intensitas ketemu kalian bakal berkurang drastis."
Salsa menatap kakaknya dengan tatapan sedikit tidak rela, tapi dia mengangguk semangat. "Nggak apa-apa! Kan aku bisa lihat Kakak di TV! Lagipula jam kerjaku fleksibel, aku pasti sering mampir buat visit!"
Salsa melirik Reza dengan tatapan jenaka. "Asal Pak Manajer Kondang nggak risih aja kalau aku sering nongol."
Reza tertawa. "Mana berani saya? Kamu datang kapan saja boleh. Nanti kalau ketemu bibit unggul lagi, jangan lupa tawarkan ke saya dulu, ya."
"Mana mungkin aku kenal banyak bibit ung—" Salsa tiba-tiba terdiam, matanya berbinar menatap ke luar jendela kaca raksasa itu. "Tunggu. Atlet olahraga termasuk bintang juga, kan?"
Reza mengangkat alis tertarik. "Tentu saja. Kamu kenal siapa?"
Salsa menunjuk ke seberang sungai, tepat ke arah layar LED raksasa di dinding luar Mall Nusantara. "Dia."
Di sana terpampang wajah bintang olahraga yang sedang naik daun, Reyhan Pratama. Mata sipitnya yang tajam menyiratkan semangat muda, dengan tulisan emas "Pemecah Rekor Dunia Baru" berkilauan di bawahnya.
"Reyhan Pratama?!" Mata Reza membelalak. "Kamu kenal Reyhan?"
Salsa mengangguk santai. "Kenal. Dia malah bilang mau kasih medali emasnya buat aku."
Reza tiba-tiba tersadar. "Sebentar! Wawancara viral itu... netizen se-Indonesia sibuk nebak siapa 'Si Kodok Kecil' yang mau dikasih medali sama Reyhan. Jangan bilang..."
Salsa merasa pipinya memanas. "Iya, itu aku."
Reza berdecak kagum. Jiwa pencari bakatnya meronta-ronta. "Salsa, tolong banget, kalau dia mau kerja sama komersial, langsung telepon saya!"
Salsa tertawa. "Siap, Bos."
Waktu berlalu cepat hingga hari Rabu pekan berikutnya. Hari di mana Salsa berjanji menjemput Reyhan.
Pagi itu, Salsa sibuk di ruang tamu, mengikatkan pita pada sebuah kotak kado biru. Reyhan mau memberinya medali, jadi dia juga menyiapkan hadiah balasan.
Susi Liana dan Slamet Linardi baru pulang dari pasar. Susi yang sedang menyusun susu kotak ke lemari tiba-tiba melongo menatap foto di kemasan susu itu.
"Lho, ini kan atlet renang yang kemarin mecahin rekor dunia?" Susi menatap Salsa. "Salsa, ini temanmu yang mau kamu kasih kado?"
Slamet ikutan heboh. "Beneran, Nduk? Kok bisa kenal?"
Salsa hanya menceritakan versi singkat pertemuan mereka, tentu saja menyensor bagian halusinasi kematian yang pernah ia lihat.
"Wah, ajak main ke rumah dong kapan-kapan! Makan malam bareng!" pinta Slamet antusias.
"Nanti aku tanya ya, Pak. Takut anaknya sungkan," jawab Salsa sambil tersenyum canggung.
Sore harinya, saat dalam perjalanan menuju Bandara Internasional Jakarta, ponsel Salsa berdering. Video call dari Reyhan.
Di layar, Reyhan terlihat mengenakan topi hitam dan masker, menutupi sebagian besar wajahnya. Namun, mata sipitnya tetap terlihat berbinar. "Salsa, aku udah mau naik pesawat nih."
"Oke, aku udah OTW jemput Sang Juara Dunia!" Salsa mengetuk kaca jendela mobil dengan riang.
"Salsa, gelang kodoknya dipakai, kan?" tanya Reyhan tiba-tiba.
Salsa menggoyangkan tangan kirinya. Gelang hijau berbulu dengan kepala kodok itu bergoyang-goyang konyol di pergelangan tangannya. "Sesuai titah Yang Mulia."
"Bagus," Reyhan mengangkat tangannya sendiri, menunjukkan gelang yang sama persis. "Aku juga pakai. Biar gampang nyarinya di keramaian. Ini jimat keberuntunganku."
Salsa menggeleng pasrah. "Ya ampun, kamu pakai itu selama tanding di luar negeri?"
Reyhan hanya terkekeh.
Sesampainya di bandara pukul 17.10, Salsa langsung menuju Gate A3. Tak lama menunggu, dia melihat sosok tinggi berjaket hoodie hitam berjalan keluar.
Reyhan memeluk buket bunga anggrek bulan biru yang cantik. Di pergelangan tangannya, gelang kodok itu terlihat sangat mencolok, kontras dengan penampilannya yang cool.
Langkah Salsa memcepat. Jantungnya berdegup kencang. Reyhan mendongak, matanya menembus kerumunan dan langsung terkunci pada Salsa.
Namun, tepat saat itu, bencana terjadi.
"ITU REYHAN! REYHAN ADA DI SANA!"
Jeritan melengking membelah udara. Seketika, lautan manusia berbaju hitam merangsek maju seperti air bah. Cahaya flash kamera menyilaukan mata, teriakan histeris bersahut-sahutan.
Salsa terdorong mundur, punggungnya menabrak dinding manusia. Sosok Reyhan seketika tertelan kerumunan gila itu.
Salsa terjepit, bingung setengah mati. Kok bisa ketahuan? Bukannya jadwalnya rahasia?
Dia mendengar seorang pria bermasker abu-abu di dekatnya berbisik ke ponsel, "Aman, Bos. Orang-orang bayaran udah bikin macet total. Banyak penumpang umum yang mulai maki-maki Reyhan."
Darah Salsa mendidih. Ada yang sengaja menyewa orang untuk membuat kerusuhan dan merusak nama baik Reyhan!
"Minggir! Jangan dorong-dorong!"
Seorang gadis berjaket hoodie pink di belakang Salsa menggerutu frustrasi. "Sialan, gue harus ngejar pesawat! Tahu gini gue langsung naik ke atas tadi!"
Salsa menoleh, berniat meminta maaf, tapi saat matanya bertemu dengan gadis itu, pandangannya mendadak kabur.
Jangan sekarang! batin Salsa menjerit. Di tengah desak-desakan begini?!
Halusinasi itu datang tanpa ampun.
Salsa "melihat" gadis berjaket pink itu berlari kencang menuju imigrasi, lalu naik ke pesawat Rajawali Air penerbangan AF1431 tujuan Jepang.
Gambar berganti cepat. Kabin pesawat berguncang hebat. Jeritan ketakutan memenuhi udara. Tiba-tiba, mesin kiri meledak, memuntahkan bola api yang melahap sayap perak pesawat.
Penyebabnya: Baterai sampel ilegal di kargo yang meledak karena suhu panas.
Pesawat itu jatuh menghantam lahan pertanian luas. Bukan lahan biasa, tapi ladang eksperimen berisi varietas tanaman langka yang dikembangkan selama sepuluh tahun. Semuanya hangus. Seorang profesor tua terlihat menangis histeris di depan ladang yang terbakar.
Berita di TV muncul: Penerbangan AF1431 jatuh. Tidak ada yang selamat.
Salsa tersentak kembali ke dunia nyata. Napasnya memburu.
Gadis berjaket pink itu sudah hilang ditelan kerumunan.
Salsa melihat jam tangannya. Penerbangan AF1431 akan lepas landas satu jam lagi!
"Gawat!"
Salsa mencoba mendesak maju, tapi tubuhnya terpental. Ponsel di tangannya terlepas, jatuh ke lantai, dan seketika hilang diinjak-injak ratusan kaki manusia.
"HP-ku!" Salsa panik. Tanpa ponsel, dia tidak bisa menghubungi Komandan Rakha untuk menghentikan pesawat itu!
Situasi makin kacau. Salsa merasa putus asa. Dia berteriak memanggil nama Reyhan, tapi suaranya tenggelam.
Namun, tepat di puncak kepanikan itu, kerumunan di depannya terbelah.
Reyhan, dengan buket bunga yang mulai berantakan, menerobos massa. Dia tidak peduli pada kamera atau teriakan orang-orang. Matanya fokus mencari sesuatu.
Dan dia melihatnya. Tangan Salsa yang teracung di udara, dengan gelang kodok hijau yang mencolok.
Reyhan melangkah lebar, mengabaikan segalanya, lalu mencengkeram pergelangan tangan Salsa dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya yang kokoh.
"Tunduk," bisik Reyhan tegas.
Hidung Salsa menabrak dada bidang Reyhan. Wangi anggrek bulan menyeruak. Reyhan melepas jaketnya, menudungkannya ke kepala Salsa, melindunginya dari serbuan lampu kamera dan bahaya yang mengintai.
next
lanjuttt....
keren juga Salsa. lanjutttt
bsk2 banyakin lagi ya thoe😍💪
ganbattee