Zona Khusus Dewasa + Slowburn
Drasha Season 2
Adriel (28), sosok CEO yang dikenal dingin dan kejam. Dia tidak bisa melupakan mendiang istrinya bernama Drasha yang meninggal 10 tahun silam.
Ruby Rose (25), seorang wanita cantik yang bekerja sebagai jurnalis di media swasta ternama untuk menutupi identitas aslinya sebagai assassin.
Keduanya tidak sengaja bertemu saat Adriel ingin merayakan ulang tahun Drasha di sebuah sky lounge hotel.
Adriel terkejut melihat sosok Ruby Rose sangat mirip dengan Drasha. Wajah, aura bahkan iris honey amber khas mendiang istrinya ada pada wanita itu.
Ruby Rose tak kalah terkejut karena dia pertama kali merasakan debaran asing di dadanya saat berada di dekat Adriel.
Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 ACICD - Drasha (Ruby) dan Biola
Sesampainya di kediaman keluarga Alveroz, Tamara langsung bergegas ke kamar Drasha yang berada di lantai atas bagian timur mansion.
Ruangan itu rapi dan tetap terawat bersih, didominasi warna soft dan furnitur minimalis.
Mata Tamara yang basah menyapu sekeliling, langkahnya pelan dengan tangan yang meremas bagian dada dressnya.
Dada Tamara bergejolak penuh rindu ketika meraih biola yang sering dimainkan Drasha. Dia mengelus alat musik kesukaan putrinya.
Tamara kemudian duduk di samping kasur, meraih sebuah bingkai yang ada di atas nakas. Memperlihatkan foto Drasha dengan seorang wanita bernama Rosalina, ibu angkat Drasha.
Dia mengusap permukaan kaca foto, lalu tetes air satu persatu jatuh di sana.
Ibu mana yang tidak merindukan putri kandungnya yang telah tiada? Apalagi dia telah melihat sosok yang menyerupai putrinya?
Bahu Tamara berguncang dan isakannya sangat kencang. "Drasha…"
"Sayang…"
Suara berat itu membuat Tamara mengangkat pandangannya pelan.
"Riovan…" gumam Tamara pedih. Suaminya duduk di sebelahnya lalu memeluk Tamara erat. Lantas wanita paruh baya itu menenggelamkan wajahnya di dada sang suami.
"Aku sudah dengar dari Sophia," ujar Riovandra.
"Aku… aku nyari perlengkapan untuk Elias di mall, dan… aku… aku… lihat wanita yang… wajahnya sama dengan Drasha kita, Riovan…" Tamara tidak berhenti terisak.
Riovandra mengusap kepala istrinya lembut, lalu mengecup pucuk kepalanya. Dia mengerti perasaan Tamara, pasalnya Riovandra juga pernah melihat wajah yang mirip putrinya sekitar delapan bulan lalu. Tapi, dia menganggap itu hanya salah lihat. Hanya bentuk kerinduan mendalam pada sang putri.
"Iya, sayangku…" Riovandra tidak mau menghakimi istrinya. Dia hanya terus memeluk Tamara dengan penuh kelembutan.
Dulu, mereka kehilangan Drasha saat putri kandung mereka satu-satunya itu berusia dua tahun. Mereka terpisah lima belas tahun lamanya sampai bisa berkumpul kembali. Tapi, tidak cukup dua tahun kebersamaan mereka, Riovandra dan Tamara kehilangan Drasha untuk selamanya.
Sungguh singkat.
Dan, tidak ada kata yang benar-benar bisa menjelaskan bagaimana perasaan orang tua yang kehilangan anak untuk selamanya. Tidak ada.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tokyo, 22.15 JST.
Dalam suite mewah yang luas, lampu kota Tokyo menembus dari jendela kaca raksasa. Pintu kamar mandi bergeser terbuka. Dari balik pintu itu, seorang pria bertubuh tinggi tegap dengan aura dingin keluar.
Siapa lagi kalau bukan Adriel.
Rambutnya masih sedikit basah, beberapa helai menempel di kening. Setangkai uap hangat masih mengikuti langkah pria itu dari kamar mandi.
Bathrobe berbahan premium tersampir di tubuh Adriel, terikat longgar di pinggang, cukup untuk memperlihatkan dada bidang dan garis ototnya yang jelas terbentuk.
Adriel berjalan pelan di karpet lembut, mencapai nakas, lalu meraih laptop dan hapenya.
Tanpa tergesa, dia menjatuhkan diri ke sofa besar di ujung tempat tidur king size. Lantas Adriel menaruh laptop di pangkuannya. Cahaya layar memantul di rahangnya yang tegas, menonjolkan tulang pipi dan pandangan tajamnya.
Di layar, dia mengecek rekaman CCTV yang ada di GH Aerox Esports divisi Warrior Legends.
Bukan memantau para player ataupun coaching staff, tapi Adriel malah memperhatikan semua gerak-gerik Ruby selama ada di sana.
Pria itu lalu menyandarkan sikunya di senderan tangan sofa. Matanya tetap fokus pada layar.
"Dia mungkin belajar diam-diam tentang psikologi sampai bisa menarik perhatian semua orang, kenapa coba dia bisa secepet itu akrab sama anak-anak Aerox."
Jari tengah tangan kirinya terus mengusap touchpad untuk mempercepat rekaman ke momen yang ada Ruby.
"Rann sama Skymoon sampai bisa senyum kayak gitu?" Adriel mengerutkan kening begitu melihat dua player Aerox berwajah datar dan cuek bisa senyum karena Ruby.
Bukan cuma itu, para coaching staff di sana tampak curi-curi pandang pada Ruby.
Adriel menutup rapat laptopnya lalu melemparkan benda itu ke samping, untung tidak sampai jatuh ke lantai.
Pria itu kemudian menghela napas panjang. Matanya berkilat penuh kekesalan.
Dia tidak menemukan gerak-gerik mencurigakan dari Ruby Rose.
Selanjutnya, dia mengusap layar hapenya dan masuk ke aplikasi BunnyChat. Pria itu langsung masuk ke momen Ruby.
Ada postingan terbaru. Sebuah kue cokelat dan foto wanita itu mendekatkan wajahnya pada cake tersebut. Bibirnya manyun sedikit seperti memberikan kiss.
Lanjut, Adriel menggulir layar, menatap satu per satu postingan Ruby di momen BunnyChat.
Ada yang dia bersama para player Aerox Esports.
Lanjut ke bawah lagi ada postingan saat dia meliput di pedalaman. Ah, ini hari yang sama dengan waktu Narell keponakannya diculik.
Adriel terus scroll momen Ruby. Bahkan saat dia mengenakan pakaian, dia tidak berhenti.
Semakin Adriel scroll ke bawah, semakin dia tahu kalau memang Ruby Rose itu suka cake dan camilan cokelat. Sama persis seperti Drasha.
Adriel tidak sadar sudah menghabiskan berjam-jam dengan hanya mengecek satu per satu postingan Ruby di momen BunnyChat wanita itu. Sampai postingan pertama malah.
Dan, ada satu postingan yang membuat Adriel terpaku lama. Dia memandanginya sekarang, foto Ruby sedang memainkan biola dengan rambutnya yang berwarna hitam.
Dilihat dari tanggalnya, foto itu sekitar dua tahun lalu yang artinya Ruby masih menetap di Jerman.
Air berkumpul di pelupuk mata Adriel.
Dia jadi teringat pertama kali melihat Drasha dan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Adriel merebahkan badannya di kasur lalu tangannya mencengkram hapenya erat, sementara tangannya yang lain terangkat untuk menutupi matanya yang basah.
"Drasha…" lirih Adriel penuh lara.
Lalu, tak sengaja jemari pria itu menekan tombol ❤di postingan Ruby. Dan menyusul sebuah stiker kelinci imut yang matanya berbinar love love juga terkirim di kolom komentar foto tersebut.
Di belahan dunia lain, pukul 11.20 WIB. Ruby baru saja selesai mengeksekusi seorang pemimpin galeri seni yang sering mengadakan lelang lukisan palsu.
Ruby memasuki mobil hitam, duduk di jok belakang. Seorang wanita berambut pendek sebatas dagu mulai melajukan mobil.
"Very well done for today, Silent Bell," sahut wanita itu.
"Hm, sure," timpal Ruby singkat. Dia lalu meraih hapenya.
Dan, Ruby memiringkan kepalanya sedikit begitu menatap layar. Ada notifikasi dari aplikasi BunnyChat.
[Coldeverest memberikan komentar pada postingan kamu]
[Coldeverest memberikan like pada postingan kamu]
Ruby mengusap layar dan menekan postingan yang baru saja mendapatkan like dan komentar itu.
Ternyata foto Ruby yang memainkan biola.
"Coldeverest ini siapa?"
"Ini kontak baru seingat aku."
"Dia sampai scroll ke momen BC aku yang paling bawah. Stalker?"
Detik berikutnya, Ruby mengerutkan kening. Like dan komentar berupa stiker itu hilang tiba-tiba.
Di momen yang sama, meski beda waktu, di Tokyo sana, Adriel mengutuk dirinya sendiri karena tidak sengaja memencet love dan stiker menjijikkan itu pada postingan Ruby.