NovelToon NovelToon
Sulastri, Aku Bukan Gundik

Sulastri, Aku Bukan Gundik

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Era Kolonial / Balas Dendam / Nyai
Popularitas:14.5k
Nilai: 5
Nama Author: Anna

“Sekarang, angkat kakimu dari rumah ini! Bawa juga bayi perempuanmu yang tidak berguna itu!”

Diusir dari rumah suaminya, terlunta-lunta di tengah malam yang dingin, membuat Sulastri berakhir di rumah Petter Van Beek, Tuan Londo yang terkenal kejam.

Namun, keberadaanya di rumah Petter menimbulkan fitnah di kalangan penduduk desa. Ia di cap sebagai gundik.

Mampukah Sulastri menepis segala tuduhan penduduk desa, dan mengungkap siapa gundik sebenarnya? Berhasilkah dia menjadi tengkulak dan membalas dendam pada mantan suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sulastri 33

Kicau burung betet yang kelaparan, menjadi irama paling berisik di pagi hari, matahari masih mengintip di balik bukit, memancarkan semburat kuning gading yang hangat.

Di balik lembaran koran yang berdesir tipis, wajah Petter segar berseri, rambut yang masih setengah basah dibiarkan tergerai, rahangnya membentuk garis tajam, menandai jenggot yang baru dirapikan—tegas dan maskulin. 

Sulastri dengan hati-hati menurunkan nampan berisi teh panas, beberapa potong rebusan ubi jalar, dan biskuit khas Eropa yang tersusun rapi di piring keramik bercorak kincir angin biru muda.  

“Tehnya, Meneer?” ujarnya lembut, lalu turut duduk di kursi teras belakang. 

Sambil melipat korannya, Petter melirik wajah ayu itu sesaat, senyumnya mengembang, dengan sedikit menegakkan punggung, ia mengambil cangkir teh, meniupnya pelan sebelum menyesapnya. 

“Hari ini kau jadi pergi ke klinik Anderson?” tanyanya sembari meletakkan cangkir teh, lalu menyomot satu keping biskuit jahe favoritnya.

“Kemungkinan jadi, kemarin sore saya sudah janjian dengan Dokter Anderson untuk pergi bersama,” jawab Sulastri, tangannnya yang lentik dengan cekatan merajut topi baru untuk sang putri.  

“Anne kau bawa?” 

Sulastri berdehem kecil, kemudian menatap sang putri yang kesenangan bermain di pelataran beralas rumput jepang. “Sampun, Pak, Anne biar saya mandikan dulu.”  

Pak No menoleh ke arah teras belakang, pipi keriput laki-laki sepuh itu terangkat pelan. “Biar Mbokmu saja yang mandikan, kamu temenin Papanya sarapan.” Ia kemudian mengangkat Anne kegendongannya. 

Bocah gempal itu sedikit berontak, kakinya menghentak udara, suaranya merengek kecil—minta kembali diturunkan. Anne memang suka sekali kalau sudah bermain di rerumputan, merangkak ke sana kemari bak kelinci yang baru terbebas dari sangkar besi. 

Sulastri berdecih pelan, ekor matanya melirik sang Meneer yang tersenyum samar. Wanita ayu itu meletakkan jarum rajutnya, beranjak berdiri hendak mengambil sang putri. Namun, langkahnya tertahan saat Mbok Sum datang dengan terhuyung dari dalam rumah. 

“Biar Mbok’e saja yang mandikan, air sama baju salinnya juga sudah Mbok’e siapkan.” 

“Si Mbok ‘kan sedang tidak enak badan, istrahat saja dulu,” ujar Lastri, wajahnya tampak khawatir. “Semalam Lastri dengar si Mbok masih batuk-batuk,” lanjutnya, sembari mengambil rumput kering yang menempel di pipi Anne. 

Mbok Sum tersenyum hangat, matanya melebar sejenak lalu kembali mengecil, bibirnya bergumam—mengajak bicara Anne yang tertawa riang. 

“Hanya batuk keselek,” nadanya di buat lucu. “Bukan meriang … iya, Noni ciliknya si Mbok mau mandi? Mau jalan-jalan sama ibu sama pa—” 

“Mbok …,” Lastri menyergah cepat, suaranya lembut namun penuh penekanan. 

Wanita itu memang selalu protes, tiap kali orang-orang mengajari Anne memanggil Petter dengan panggilan papa, dia takut terjadi kesalah pahaman di kemudian hari. 

“Kamu ini kenapa, to, Nduk? Anne ‘kan memang anaknya Petter. Lihat, wajah mereka mirip, seleranya juga sama,” sahut Mbok Sum, sembari melucuti pakaian Anne dan mulai mengoleskan minyak  kelapa murni bercampur bubuk beras. 

Petter yang baru menandaskan tehnya turut menyahut. “Panggil yang seharusnya saja, Mbok, nanti juga kalau sudah besar dia punya pilihannya sendiri, mau panggil Mijnheer atau Papa.” Ia kemudian beranjak dari duduknya, melirik Sulastri yang masih cemberut. “Bersiap-siaplah, aku yang akan mengantar mu ke klinik.” 

“T-ti—” 

Sulastri tak berani melanjutkan ucapannya, tatapan tajam Petter seolah rem pakem yang mengunci tenggorokannya. 

Selesai Anne dimandikan dan berpakaian, mereka berangkat menuju klinik yang letaknya tak jauh dari rumah utama. Anne terus-terusan berceloteh menambah suasana hangat di dalam pickup yang melaju pelan. Sesekali Petter menggoda bocah lucu itu, hingga terkekeh, dan berjingkat-jingkat kesenangan. 

Kurang dari sepuluh menit, mereka sampai di klinik yang sudah ramai, bocah-bocah kecil berlarian, beberapa ibu hamil berkumpul sembari rasan-rasan. 

Sulastri mengambil Anne yang sudah turun bersama Petter. lalu memasukkannya dalam kain gendongan. 

“Jangan pulang sebelum aku datang menjemput, aku tidak akan lama pergi ke kotanya,” titah Petter seraya memastikan jarik gendongan Anne terselip kencang. 

“Baik,” jawab Sulastri patuh. 

Sejak perdebatan terakhir mereka di ladang gulma, wanita itu memilih patuh apapun yang dititahkan Meneernya. Dia tidak mau ambil resiko lebih dalam yang dapat membahayakan detak jantungnya. 

Suasana pasar masih ramai meski matahari sudah cukup tinggi. Petter berjalan dengan tenang memasuki lorong sempit menuju toko pakaian milik sahabat lamanya. 

Di belakang, Dasim mengikuti setengah berlari. Mata pemuda itu tak henti menyapu kesana-kemari, memindai pasar asing yang baru pertama kali dia kunjungi. 

Seringai tipis tergaris di wajah Petter, saat dia melihat seorang wanita semok sedang mencoba satu set kebaya warna jingga. Tangannya bertepuk kecil, bibirnya bergumam, namun masih cukup terdengar gendang telinga orang di depannya.  

“Cantik.” 

Amina seketika menoleh, wajahnya berubah sumringah tak menyangka Londo idamannya berdiri di depan mata. ‘pucuk di cinta bulan pun tiba, kalo jodoh emang tak kemana,’ batinnya bersorak ria. 

“Eh, Tuan, kita bertemu lagi,” sapanya malu-malu. 

“Benar, Nyonya, sepertinya kita berjodoh dengan ketidaksengajaan,” gurau Petter, tatapannya tertumbuk pada kebaya yang dikenakan Amina. Ia kemudian berjalan mendekat, mengelus pelan kain kebaya itu. “Apa Anda suka?” tanyanya, seraya menyapa pemilik toko—si sahabat lama, menggunakan bahasa Belanda. 

Amina terperanjat seketika, melongo, tak menyangka. ‘Langsung mau di belikan,’ batinya semakin girang, saat melihat pemilik toko menyiapkan dua kresek bungkusan.

“Nyonya?” Panggil Petter, pelan. “Apa Anda suka dengan kebaya yang sedang Anda coba?” ulangnya, tangannya bersedekap di dada, bibir merah mudanya mengulas senyum hangat. 

“Hah! Eh … saya masih ingin lihat-lihat, Tuan. Ini … sepertinya kurang cocok untuk saya,” jawabnya, badannya masih melenggok, mengepaskan pilihan. 

“Bukankah wanita cantik akan cocok mengenakan apa saja?” goda petter kembali, di tangannya sudah menenteng dua kresek bungkusan plastik hitam. 

Sontak, wajah Amina berbinar. ‘Masih juga dicoba, langsung dibungkus saja,’ batinnya terkikik gembira. Lalu, dengan sedikit  tergesa melepas kebaya yang dicobanya. 

Petter tersenyum simpul, berbincang sedikit dengan si teman lama, lalu keluar dari toko pakaian disusul Amina yang mengekor di belakangnya. 

“Tidak jadi pilih yang itu?” tanya Petter, yang menyadari wanita itu mengikutinya.

“Ah, itu, saya … kurang begitu suka,” kilahnya, dalam hatinya. ‘Kenapa aku pilih sendiri kan sudah dipilihkan?’ 

Petter mengangguk pelan, kemudian menyerahkan dua kresek di tangannya pada Dasim yang menunggu di ujung lorong. 

Dasim yang menyadari kehadiran si wanita ular, memicing tajam, rautnya tidak menunjukkan keramahan, pun Amina yang tersenyum sinis saat melihat mantan jongos yang berhasil disingkirkannya.

Wanita itu melewati Dasim dengan angkuh seolah menegaskan dia kembali menang satu langkah dari Sulastri.

Dasim berdecih kesal, lalu dengan sengaja berdehem kencang saat menyadari tangan Amina curi-curi kesempatan— berusaha menggandeng lengan sang Tuan, sedang Petter yang berjalan di depan menyeringai kecil sembari terbatuk pelan. 

Petter menghentikan langkahnya, tatapannya teduh dengan senyum yang terulas. “Anda tadi datang sendiri atau…,”

“Saya diantar oleh kusir dokar.” 

Petter manggut-manggut paham, ia lalu memanggil Dasim yang berdiri lima langkah di belakangnya. “Jul, belikan dulu delima di ujung sana, Anne dan ibunya sangat suka buah delima.” 

Dasim sedikit ragu, perasaannya enggan meninggalkan sang Meneer berduan dengan wanita ular yang jelas dia tau banyak bisa— racunnya. 

“Jul …,” ulang, Petter.  

“Ng-ngeh, Tuan,” sahut Dasim. 

“Kesinikan itu bungkusannya.” 

Dasim pun menyerahkan dua kresek hitam yang di tentengnya, lalu mengambil beberapa koin sen di tangan Petter. Pemuda itu berlari dengan gesit, tidak mau memberi kesempatan untuk mereka berdua'an. 

Amina yang kesenangan, menunggu dengan jantung berdebaran. Tangannya sudah gatal ingin menerima bungkusan di tangan Petter. Namun, sampai Dasim kembali, bungkusan itu tak jua berpindah ke tangannya. 

Wanita itu mengernyitkan dahi, tatapannya memicing—penasaran. “Ehm, Tuan, Anda tadi membeli—” 

“Oh, ini, baju kebaya untuk Sulastri dan Anne yang sengaja saya pesankan untuk menghadiri pertemuan keluarga, saya sengaja memesan di teman lama agar serasi dengan jas yang akan saya kenakan,” sahut Petter. 

Seketika, wajah Amina memucat, tubuhnya menegang.

“Nyonya?” 

Amina tergagap pelan, senyumnya dipaksakan. 

“Saya pergi dulu, Sulastri dan Anne sudah menungu di rumah.” Pamit Petter.

Amina tak menjawab, hanya tersenyum masam. Wajah wanita itu semakin memerah kala Dasim melewatinya sembari terkekeh gembira. 

“Kurang ajar! Lihat saja aku akan secepatnya merebut itu semua!” 

Ciprakkkkk! 

“Haduh … maaf, Nyonya, saya tidak tau ada orang berdiri di situ,” ucap pedagang nasi yang berniat menyiramkan air bekas cucian piring ke jalan. 

Amina semakin berang, wajah yang sedikit basah memerah bak pantat ayam habis bertelur, rahangnya mengeras, tangannya mengepal kencang, hingga buku-buku jarinya memucat. 

“Jan___cx!” umpatnya murka.

Bersambung.

Hai ... Pembaca yang baik ...

Masih setiakah dengan cerita ini?

Heheheee ... Terimakasih untuk banyaknya cinta

yang pembaca beri untuk si Amatir ini.

Semoga Amatir ini bisa menyelesaikan cerita ini dengan baik,

dan sesuai dengan apa yang di bayangkan para pembaca.

Sampai ketemu besok pagi untuk bab selanjutnya ...

Selamat malam minggu

Salam hangat

Anna🍁

1
Sayuri
nah loh awas
Sayuri
kalo ma kartijo, boro2 di kasih minum
Nanda
wkwkwkwk. gapapa kak, makasih udah update 😍
Sayuri
mana ea kok blum up lagi?
Anna: salah setting tanggal, saya kira hari tanggal 10 🤣
total 5 replies
kalea rizuky
visual nya cocok
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
cinta semu
q baca ny aja sambil mesam- mesem 😂😂terus apa kabar hati ny tuan meneer Peter ya.... Sulastri oh Sulastri...
Anna: terpantau nggak tidur semalaman.
total 1 replies
Sayuri
jgn smpe sya sambit pke keranjang km y
Anna: galakkk ya?
total 1 replies
Sayuri
kibas ja pkai rambut gondrongmu ndo.
Anna: Petter berkata "aku jadi duta shampo lain?"
total 1 replies
Sayuri
mau tapi malu. malu tapi mau. mau mau malu
Anna: malu-malu meong
total 1 replies
Sayuri
hhhhhaha
Sayuri
abu2. mayitttt kh dia tor? 🤭
Anna: kaya mau ngetik putih, to, berattt banget nih jari 🤣
total 1 replies
Sayuri
wajib naik gaji euy
Anna: Dasim telah di sabotase
total 1 replies
Nanda
nyengir gak lu Peter!
Anna: terpantau nggak tidur ...
total 1 replies
Nanda
mayday mayday! meneer we’ve got situation here!!
Anna: Petter mengetik ...
total 1 replies
Nanda
menghindar, tapi masih perhatian yakk wkwkwk🤣
Anna: jinak-jinak merpati 🤭
total 1 replies
CallmeArin
thor ah dikit banget inimah
Anna: hehhh 🫶
total 1 replies
cinta semu
kok sak ipet men nek lanjut ne cerito...mara,i penasaran Thor... ojok medit2 po'o...😂😂
Anna: sabarr yek ee, jempol sepuhh iki. 🤣🤣
total 1 replies
Sayuri
lanjut kk. tripel up dong. seru ini q suka lastri yg ngelawan gini. hancur2 dah amina tu
Anna: pelan-pelak pak sopirrrrr .... #jempoljompo.
total 1 replies
Sayuri
coba aj klo bisa. smpe lubang melar di hajar kasman, mener g kan sudi melirikmu
Anna: hehhhh ... lubang apa itu yang melar 🤣🤣
total 1 replies
Sayuri
btul tuh. tp kmu jgn diem lagi ya sul kalo di nyinyirin ma mreka
Anna: Sulastri sedang mengetik ....
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!