NovelToon NovelToon
Amorfati

Amorfati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Keluarga / Trauma masa lalu / Tamat
Popularitas:864
Nilai: 5
Nama Author: Kim Varesta

Amorfati sebuah kisah tragis tentang takdir, balas dendam, dan pengorbanan jiwa

Valora dihancurkan oleh orang yang seharusnya menjadi keluarga. Dinodai oleh sepupunya sendiri, kehilangan bayinya yang baru lahir karena ilmu hitam dari ibu sang pelaku. Namun dari reruntuhan luka, ia tidak hanya bertahan—ia berubah. Valora bersekutu dengan keluarganya dan keluarga kekasihnya untuk merencanakan pembalasan yang tak hanya berdarah, tapi juga melibatkan kekuatan gaib yang jauh lebih dalam dari dendam

Namun kenyataan lebih mengerikan terungkap jiwa sang anak tidak mati, melainkan dikurung oleh kekuatan hitam. Valora, yang menyimpan dua jiwa dalam tubuhnya, bertemu dengan seorang wanita yang kehilangan jiwanya akibat kecemburuan saudari kandungnya

Kini Valora tak lagi ada. Ia menjadi Kiran dan Auliandra. Dalam tubuh dan takdir yang baru, mereka harus menghadapi kekuata hitam yang belum berakhir, di dunia di mana cinta, kebencian, dan pengorbanan menyatu dalam bayangan takdir bernama Amorfati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Varesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33. Kemarahan Julia

🦋

Kediaman Majesty

Maura duduk tenang di sofa panjang dengan secangkir teh hangat di tangannya, aroma manisnya memenuhi ruang keluarga. Sementara itu, Ayla tampak hati-hati menimang Anthony yang tertidur pulas di pelukannya, napas kecil bayi itu naik-turun dengan teratur.

"Sudah lama aku tidak menimang bayi…" bisik Ayla, suaranya pelan seolah takut membangunkan Anthony. "Rasanya canggung sekali."

Maura tersenyum lembut. "Anggap saja latihan untuk cucu pertamamu nanti."

Ucapan itu membuat Ayla ikut tersenyum tipis. "Tapi, kau tahu sendiri… Asteria dan Auliandra, mereka terlalu sulit membuka hati untuk seorang pria."

"Tenang saja." Maura menaruh cangkir tehnya di meja, lalu menatap sahabatnya penuh keyakinan. "Sebentar lagi Asteria akan menikah dengan Gavriel, dan Auliandra akan menikah dengan Jevano."

Ayla terdiam sesaat, sebelum menghela napas panjang. "Bukannya aku menolak pilihan mereka, hanya saja… apa ini tidak terlalu berisiko?"

Maura menuangkan teh ke cangkir Ayla dengan gerakan tenang. "Risiko akan selalu ada, Ayla. Tapi itu keputusan mereka. Kita hanya bisa memberi saran… selebihnya biarlah mereka yang menentukan jalan hidupnya."

Kata-kata Maura terasa menenangkan, membuat hati Ayla sedikit lebih ringan. Ia menatap Anthony di pelukannya, seolah membayangkan masa depan yang tak pasti untuk anak-anak mereka.

Suasana hangat itu pecah oleh suara tawa riang. Dari halaman, dua anak berusia lima tahun berlari masuk.

"Nenek! tolong Ruru"

Maura buru-buru berdiri dan meraih tubuh mungil Rubby yang hampir tersungkur. "Astaga, Rubby! Jangan berlarian begitu, sayang. Kalau kau jatuh bagaimana? Bundamu bisa sangat marah."

Ayla tersenyum melihat perhatian Maura, lalu menoleh pada bocah laki-laki yang berdiri tak jauh, Gio. "Gio, kenapa kau kejar-kejar adikmu?"

"Ruru sembunyikan bukuku," jawab Gio datar dengan ekspresi dingin.

Maura mengusap kepala Rubby yang masih berada di pelukannya. "Apa benar begitu, Rubby?"

Rubby mengangguk cepat, matanya berbinar. "Benar! Kalau Ruru nggak sembunyiin buku Mas Gio, Mas Gio nggak bakal keluar kamar."

Maura menghela napas lalu mendudukkannya di kursi. "Rubby sayang… bukankah sudah janji pada bunda untuk tidak menyembunyikan buku Mas Gio lagi?"

Rubby tersenyum nakal. "Tapi bunda juga bilang, kalau Mas Gio nggak mau keluar kamar, buang aja bukunya. Jadi Mas Gio harusnya berterima kasih, soalnya Ruru cuma sembunyiin… nggak buang."

Ayla menutup mulut menahan tawa, sementara Maura hanya bisa menatap dengan wajah setengah bingung setengah geli. Gio sendiri memejamkan mata, menahan emosi.

Dengan nada lembut tapi menekan, Gio mendekat. "Ruru, di mana kau sembunyikan bukuku?"

Rubby terkikik lalu melompat turun dari kursi. "Kejar aku dulu! Kalau berhasil tangkap Ruru, nanti Ruru kasih bukunya." Ia langsung berlari masuk ke dalam rumah.

"Rubby!" Gio sontak mengejarnya.

"Hati-hati! Jangan sampai terluka," seru Maura refleks.

Ayla tertawa lepas sambil menggeleng. "Ternyata begini rasanya punyaccucu"

_Kantor Majesty Grup_

Ruang CEO dipenuhi aroma kopi pahit. Lucas duduk bersandar di kursinya, wajahnya dingin. Di hadapannya, Darnel dan Rion memperhatikan serius.

"Wardana Grup berhasil kembali bangkit," ujar Lucas pelan, matanya tajam.

Rion menyeruput kopinya. "Semua itu berkat Zayn."

Darnel mengernyit. "Zayn? Anak itu… apa benar begitu besar pengaruhnya?"

"Lebih dari yang kau kira, Paman." Lucas menyunggingkan senyum tipis. "Zayn seperti magnet, menarik magnet lain untuk datang mendekat."

Rion menghela napas berat. "Tapi kau juga tahu, magnet punya dua sisi. Kalau sisi yang lain kita mainkan dengan benar, Wardana bisa jatuh lagi."

Lucas menatap ayahnya, lalu tersenyum licik. "Ayah tenang saja. Semua sudah kuatur… mereka tak akan melihat serangan ini datang."

_Perusahaan Wardana Grup_

Karena Gavriel sedang tidak ada, Shara kini yang duduk di kursi CEO. Di dalam ruangannya, ia ditemani Zayn dan Tessa. Meja dipenuhi kotak-kotak kecil berisi perhiasan mewah.

"Apa Anda punya desain yang lebih mewah dan mencolok?" tanya Shara pada Yenna, sang desainer.

Yenna mengeluarkan tabletnya dan memperlihatkan sebuah desain glamor. "Ini karya terbaik saya, dan desain yang belum pernah saya jual."

Shara mengangguk puas. "Ambil yang ini."

Zayn turun dari sofa, matanya terpaku pada sebuah gelang dengan batu rubi berkilau. Ia mengambilnya. "Nenek, aku mau ini."

"Itu untuk perempuan, Zayn," jawab Shara lembut.

"Nanti ayah akan menikah, kan? Aku ingin punya adik perempuan. Gelang ini untuknya."

Shara tersenyum, menyerah pada rengekan cucunya. "Baiklah. Tessa, bayar semuanya."

"Baik, Nyonya."

Saat Shara keluar untuk menjawab telepon, tiba-tiba Tessa limbung dan jatuh pingsan. Zayn menoleh kaget, namun langkah kecilnya terhenti ketika Yenna menghampiri.

Ia meraih Zayn, membawanya duduk di pangkuannya. "Bagaimana kabarmu, sayang?"

"Baik, Tante." Zayn tersenyum kecil. "Mereka memperlakukanku dengan sangat baik."

Yenna menatapnya dalam, senyum kecut menghiasi bibir. "Hati-hati, jangan terlalu terlena oleh kasih sayang itu. Kau tak pernah tahu apakah tulus… atau hanya topeng."

Zayn turun, menatapnya dengan serius. "Aku tahu apa yang harus kulakukan… dan apa yang tidak."

Yenna mengelus kepalanya, lembut tapi terasa berat. "Anak pintar… Tante senang bisa melihatmu."

"Aku juga, Tante."

_Pelabuhan_

Asap hitam pekat masih mengepul dari bangkai kapal yang terbakar. Bau anyir bercampur garam laut menusuk hidung. Cakra berdiri dengan rahang mengeras, sementara Latif di sampingnya menatap muram.

"Media sebentar lagi datang. Apa yang harus kita katakan?" tanya Latif resah.

"Bilang saja karena kebocoran gas," jawab Cakra dingin, matanya tetap lurus ke arah kapal yang hangus.

Latif sempat hendak membantah karena alasan itu terlalu sederhana, namun tatapan Cakra memaksanya diam.

Dari kejauhan, di atas kapal yang lain, seorang wanita bergaun hitam berdiri. Rambut jellyfish cut-nya terayun tertiup angin laut. Senyum tipis menghiasi bibir mungilnya.

"Satu kapal sudah musnah… tinggal beberapa lagi," bisiknya.

Lyra berbalik meninggalkan tempat itu. Sekilas Latif melihat sosoknya, namun buru-buru mengalihkan perhatian ketika kerumunan wartawan berlari mendekat.

Kediaman Thandor

Hening menyelimuti ruangan setelah teriakan Julia mereda, hanya terdengar denting gelas anggur William yang diletakkan di atas meja marmer.

Julia berdiri di ambang pintu dengan napas tersengal, dadanya naik turun. Matanya memerah, bukan hanya karena amarah, tapi juga ketakutan yang ia sendiri tak sanggup ungkapkan.

"William… dia satu-satunya putri kita. Mahiera bukan pion dalam permainanmu," suaranya bergetar, antara marah dan cemas.

William menatap istrinya tajam, seolah ingin menusukkan keyakinannya langsung ke hati Julia. "Justru karena dia satu-satunya, Julia. Aku tidak bisa membiarkannya menjadi lemah. Dunia ini tidak akan memberi belas kasihan. Dia harus bisa berdiri bahkan di tengah hutan tergelap sekalipun."

Julia menunduk, tangannya mengepal erat di sisi gaunnya. Ada luka lama yang kembali menyeruak, luka yang selama ini ia kubur dalam-dalam. "Kau selalu begitu, William… selalu menguji orang yang kau cintai, sampai mereka hancur."

Ucapan itu membuat William terdiam sejenak. Sekilas ada bayangan penyesalan melintas di matanya, namun segera ia hapus dengan senyum tipis.

"Kau tidak mengerti, Julia. Aku hanya ingin Mahiera bertahan hidup. Jika ia berhasil melewati ini… tak ada lagi yang bisa menjatuhkannya."

Julia menatap suaminya dengan getir. Atau justru tak ada lagi yang bisa menyelamatkannya…

Air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan. Namun ia tidak ingin terlihat rapuh di depan William. Ia berbalik, melangkah keluar, meninggalkan pria yang selalu menyembunyikan ambisi di balik kata-kata bijaknya.

Saat pintu berderit menutup, William menghela napas panjang. Ia memandang gelas anggurnya, menatap bayangannya sendiri di cairan merah pekat itu. Wajahnya tampak lelah, namun ada kilatan tajam di matanya.

"Maafkan aku, Julia. Kadang untuk melindungi… aku harus mengorbankan rasa damai."

🦋 To be continued…

1
Iin Wahyuni
sebenarnya auliedra dan kiran d pihak mana💪
Iin Wahyuni
Thor dr awal SMp skrg aku bc,serius aku bingung kisahnya Thor,JD sdkt nggk paham💪
eva lestari
🥰🥰
Nakayn _2007
Alur yang menarik
Sukemis Kemis
Gak sabar lanjut ceritanya
Claudia - creepy
Dari awal sampe akhir bikin baper, love it ❤️!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!