Setting Latar 1970
Demi menebus hutang ayahnya, Asha menikah dengan putra kedua Juragan Karto, Adam. Pria yang hanya pernah sekali dua kali dia lihat.
Ia berharap cinta bisa tumbuh setelah akad, tapi harapan itu hancur saat tahu hati Adam telah dimiliki Juwita — kakak iparnya sendiri.
Di rumah itu, cinta dalam hati bersembunyi di balik sopan santun keluarga.
Asha ingin mempertahankan pernikahannya, sementara Juwita tampak seperti ingin menjadi ratu satu-satunya dikediaman itu.
Saat cinta dan harga diri dipertaruhkan, siapa yang akan tersisa tanpa luka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terimakasih 25
Kabar kehamilan Juwita membuat ramai seluruh desa. Juragan Karto bahkan langsung membuat tasyakuran dengan membagikan nasi besek ( besek adalah kotak anyaman bambu) kepada seluruh warga. Setiap orang memberi selamat tanpa terkecuali.
Juwita yang ada di rumah juga berhenti mengerjakan pembukuan. Dia berkata bahwa setiap melihat tulisan-tulisan itu akan menjadi pusing dan juga mual.
"Ya sudah selama kamu hamil tidak perlu melakukan itu,"ucap Juragan Karto. Dia sungguh sangat senang akan mendapatkan cucu. Apalagi memang dia sudah menunggu sejak lama.
Juwita tersenyum simpul, dia yang merasa tubuhnya lemas kini berbaring di kamar.
"Waah rasanya sangat menyenangkan karena semua perhatian kembali tertuju ke kita kan, Mas. Maksudku perhatian Bapak dan Ibu,"ucap Juwita kepada Bimo. Juwita juga tahu bahwa Bimo meras sedikit tidak suka dengan perhatian Juragan Karto kepada Adam yang selama ini tidak pernah diabaikan.
"Ya kamu benar, dengan kehamilan mu ini, Bapak dan Ibu akan sangat memerhatikan kamu dan sedikit melupakan Adam juga Asha. Maka daru itu jaga baik-baik anak ini. Dia adalah sesuatu yang begitu berharga," balas Bimo dengan senyumannya yang begitu lebar.
Cucu, Bimo tahu sekali bahwa bapak dan ibu nya sangat mendambakannya. Namun pernikahan mereka yang sudah berjalan lama itu ternyata belum juga dikaruniai keturunan. Padahal mereka selalu berusaha dengan baik dan tidak ada niatan menunda.
Siapa sangka di saat Bimo dan Juwita tengah khawatir dengan keberadaan mereka, sesuatu hal yang tidak pernah di duga datang seperti ini.
Tok tok tok
"Bimo, Juwita, ini Ibu,"suara Sugi terdengar nyaring dari balik pintu.
"Ya Bu, masuk. Pintunya tidak dikunci kok,"sahut Bimo.
Sugi berjalan masuk ke kamar dengan cepat. Dia membawa sebuah kotak yang langsung menarik perhatian Juwita. Dia tentu tahu kotak apa itu. Tapi untuk menjaga sikapnya, Juwita berpura-pura untuk tidak memerhatikannya. Juwita tidak ingin terlihat sebagai menantu yang gila harta.
"Nak, ini ada sesuatu buat kamu. Ini adalah hadiah untuk mu,"ucap Sugi sambil memberikan kotak kayu dengan ukiran tersebut.
"A-apa ini Bu," tanya Juwita, dia menerima kotak tersebut. Dan perlahan membukanya. Matanya berbinar ketika melihat isi kotak tersebut. Sebuah set perhiasan, yang terdiri dari kalung, gelang dan juga giwang.
"B-bu, i-ini cantik sekali,"ucap Juwita penuh kekaguman melihat kilau perhiasan yang diberikan oleh Sugi. Tapi sedetik kemudian dia mencoba bersikap tenang, Juwita sebisa mungkin mengontrol raut wajahnya.
"Tapi Bu, ini sepertinya mahal sekali. Selama ini aku sudah mendapatkan banyak dari Ibu. Ini terlalu berlebihan,"ucapnya lagi sambil menutup kotak perhiasan itu dan mengembalikannya lagi kepada sang ibu mertua.
Sugi tersenyum dan mendorong kotak itu ke arah Juwita. Dia juga menggelengkan kepalanya kemudian berkata, "Ini adalah hadiahku untuk mu. Untuk ibu dari cucuku yang akan kamu lahirkan nanti. Jadi terimalah. Aku sangat senang kamu akhirnya mengandung, Juwita. Dan ini wujud rasa terimakasih dan juga rasa bahagia ku."
Juwita mengangguk, dia sekali lagi berterimakasih atas pemberian dari Sugi. Air mata Juwita berkaca-kaca karena rasa haru dan senang pastinya.
"Baiklah, istirahatlah. Bim, jaga istrimu dengan baik. Kalau dia ngidam, segera carikan, jangan sampai anak kamu ngecesan nanti." Sugi melenggang pergi dari kamar. Saat pintu kamar ditutup rapat, Juwita dan Bimo bersorak.
"Waaah, ini hebat sekali Mas." Pekik Juwita.
"Kan, aku bilang apa. Bapak dan Ibu jadi lebih memerhatikan kita. Pokoknya kita harus baik-baik menjaga anak ini, Ta,"sahut Bimo.
Mereka berpelukan, mengungkapkan rasa senang yang sangat luar biasa. Sejenak Bimo lupa dengan Adam dan Asha. Pun dengan Juwita, rasa takut karena tidak lagi mendapat perhatian dari Adam seketika sirna. Dia juga tak lagi merisaukan perihal Asha.
Sedangkan di kostan Om Santo, hubungan Asha dan Adam berkembang dengan pesat. Empat hari ada di sana Adam sudah tidak canggung lagi saat berada di dalam kamar yang sama dengan Asha. Bahkan saat ia pulang lebih awal dari kampus karena jam kosong, Adam juga terlihat santai.
"Kamu masih mengerjakan tugas itu?" tanya Adam. Dia berjalan ke arah Asha dan membungkukkan tubuhnya di sisi meja.
"Iya, Bapak kan sudah memberiku tanggung jawab ini jadi aku akan melakukannya dengan baik," sahut Asha. Dia menoleh ke arah Adam. Wajah mereka bertatapan, netra mereka saling bertemu dan masing-masing dari mereka bisa merasakan hembusan nafas yang hangat.
"Sha," panggil Adam dengan begitu lembut dan entah mengapa membuat dada Asha berdesir.
Keduanya sudah berbagi tempat tidur yang tidak besar sehingga tubuh mereka sering kali berdempetan. Bukan hanya itu, Adam juga tak lagi canggung jika keluar dari kamar mandi dengan masih bertelanjangg dada. Adam juga tak segan melepas bajunya di depan Asha.
Seperti yang Asha katakan, mereka adalah pasangan yang sah jadi tak masalah jika saling melihat tubuh masing-masing.
"Kenapa, Mas?" tanya Asha. Mereka masih saling memandang. Asha bisa melihat mata Adam yang saat ini terus memandangi bibirnya. Ia tahu suaminya itu menginginkan sesuatu tapi Asha tidak ingin memulainya. Dia ingin Adam sendiri yang memiliki inisiatif.
Sreet
Adan menangkup wajah Asha, dimana Asha cukup terkejut. Tapi dia berusaha menguasai dirinya. Ini pertama kali Adam melakukan hal seperti ini.
"Bolehkah?" tanya Adam. Asha paham maksud pertanyaan sang suami.
"Jika tak ada lagi namanya dalam pikiranmu, maka aku mengizinkannya," sahut Asha.
Adam terdiam sejenak, seolah tengah berpikir. Agaknya Adam tengah memastikan perasaannya.
"Dalan pikiranku sekarang hanya ada kamu, mesku rak bisa dipungkiri dalam hatiku masih samar tentangnya," ucap Adam jujur.
Ia menarik tangannya kembali, mengurungkan niatnya untuk mencium bibir istrinya. Namun sesuatu dilakukan Asha yang mana membuat Adam tercengang.
"Sha?"
"Lakukan apa yang kamu inginkan, Mas. Aku, aku akan menghapus kesamaran itu sehingga menjadi hilang tak bersisa," ucap Asha yang sekarang gantian menangkup wajah Adam.
Mata Adam berembun, dia sepenuhnya baru menyadari bahwa wanita yang dinikahinya ini sungguh sangat baik dan juga memiliki hati yang lapan. Dengan lembut dan penuh kehati-hatian, Adam melabuhkan ciuman pada bibi Asha. Ciuman yang sangat kaku bagi keduanya karena ini pengalaman pertama bagi mereka. Namun lambat laun, ciuman itu bisa mereka lakukan dengan lembut dan menyenangkan.
Phuaaah
Keduanya melepaskan bibir yang saling bertaut itu untuk mengambil oksigen yang masing-masing terkuras. Adam mengusap lembut bibir Asha dengan ibu jarinya dan menghantukkan kening mereka dengan pelan.
"Terimakasih, Sha. Terimakasih karena sudah memberiku kesempatan. Aku berjanji akan terus berusaha menghapus bayangnya. Aku mohon bantuanmu,"ucap Adam sungguh-sungguh dan Asha bisa merasakan kesungguhan itu.
"Ya baiklah, tapi jangan pernah kecewakan aku, Mas. Karena sekali kamu mengecewakanku, maka aku tak akan pernah bisa menjadi seperti ini,"sahut Asha lirih.
TBC