Bisakah kalian bayangkan, gadis 17 tahun yang baru masuk universitas di paksa untuk menjual tubuhnya kepada pria hidung belang? ya, Siera tidak akan pernah mau melakukan itu. melawan paman dan bibinya yang berbuat jahat padanya. bertemu seorang pria dan langsung mengajaknya menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shafrilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Esmeralda mencoba menjatuhkan Sierra.
Pagi itu, Xavier mengajak Sierra pergi ke perusahaan. Wajah Xavier sumringah, penuh semangat, sementara Sierra menatap suaminya dengan lembut.
“Kamu bahagia banget hari ini, ya?” tanya Xavier sambil menepuk punggung Sierra. Sierra tersenyum pelan.
“Iya, walaupun aku bolos kerja dan kuliah hari ini, nilai aku tetap bagus kok di kampus.”
Xavier mengernyit, lalu penasaran, “Eh, ngomong-ngomong, aku jadi kepikiran, mata kuliah apa yang mau kamu ambil tahun depan?”
Sierra mengangguk sambil melirik tumpukan buku di meja Xavier. “Aku mau ambil beberapa buku ini.”
Xavier menggeleng, “Mata kuliah apa? Kan kamu suka sama seni?”
Sierra tanpa mengangkat kepala dari buku yang dibacanya, menjawab santai, “Sebenarnya, aku mau ambil jurusan hukum. Aku mau jadi pengacara atau hakim.”
"Pengacara?" Xavier terkejut.
"Iya, Aku ingin menjadi seorang pengacara atau hakim." lanjut Sierra.
Xavier terkejut, lalu tersenyum. “Wah, hebat juga kamu. Dari seni ke hukum, itu lompatan besar, ya.”
Sierra mengangkat wajahnya, menatap Xavier dengan mata penuh tekad, “Iya, aku mau coba tantangan baru.”
Xavier meletakkan bolpoinnya dengan perlahan setelah menandatangani beberapa berkas. Ia membuka kacamatanya, lalu menatap tajam ke arah sang istri yang sedang duduk di seberangnya. "Kamu kenapa tiba-tiba mau ambil jurusan itu? Bukannya kamu suka semua hal yang berhubungan dengan seni? Melukis, desain, dan sebagainya?" tanya Xavier, raut wajahnya penuh rasa penasaran.
Sierra menghela napas, tangannya perlahan menutup bukunya yang tadi dipegangnya. "Aku ingin jadi pengacara atau hakim," jawabnya pelan, tatapannya menatap jauh seolah terseret ke masa lalu. "Aku mau mengungkap kasus kematian kedua orang tuaku."
Xavier terdiam sejenak, melihat kesungguhan di mata Sierra yang tak pernah ia lihat sebelumnya. "Kasus mereka? aku ingat pengacara kalian bilang apa terakhir kali, kan?" Xavier mencoba mengingatkan.
Sierra mengangguk, "Iya, itu yang buat aku gak bisa berhenti mikir. Aku ingin cari kebenaran sendiri." Diam sejenak, keheningan itu terisi oleh tekad yang semakin kuat di antara mereka berdua.
Mendengar ucapan istrinya, Xavier segera beranjak dari kursinya dan duduk di samping Sierra. Ia menatap wajah yang tiba-tiba berubah sendu itu, lalu bertanya pelan, "Apa yang sebenarnya terjadi, Si? Kalau ada masalah, bilang sama aku, ya."
Sierra menghela napas panjang, mencoba menyembunyikan rasa sakitnya, tapi matanya tak bisa bohong. "Aku... kedua orang tuaku sudah meninggal katanya tidak wajar, banyak yang bilang mereka mengetahui sesuatu," jawabnya lirih.
Xavier menggenggam tangan istrinya, mencoba menghadirkan kehangatan. "Maaf aku nggak tahu lebih cepat. Kalau kamu butuh apa pun, aku selalu di sini."
Sierra menatap suaminya dengan mata berkilat. "Aku nggak mau berhenti di sini, paman. Aku ingin lanjut kuliah, ambil jurusan hukum."
Xavier mengerutkan dahi, tapi mencoba mengerti. "Kenapa hukum, Si?"
"Aku ingin memberi hukuman kepada orang-orang yang memang pantas dihukum," jawab Sierra mantap. "Aku ingin mereka belajar akibat dari perbuatan salah mereka."
Diam sejenak, kemudian Xavier tersenyum tipis. "Kalau itu yang kamu mau, aku dukung kamu sepenuh hati."
Xavier menganggukkan kepalanya, walaupun dulu dia juga ingin menjadi seorang pengacara ataupun yang lebih dikenal dengan hakim jaksa tapi karena sang ayah yang lebih meminta Xavier menjadi penerus keluarga, akhirnya cita-citanya gagal juga. Kedua tangan Xavier menggenggam tangan istrinya menatapnya dengan begitu erat kemudian tersenyum.
"Aku akan selalu mendukungmu asalkan kamu tetap bersamaku aku akan memberikan apapun padamu asalkan cintamu tetap untukku." ucap Xavier yang membuat Sierra langsung mencibirkan bibirnya.
"Itu namanya aku harus membayar lunas atas apa yang aku minta." ucapnya dengan nada ketus. Sierra kemudian mencubit lengan suaminya hingga membuat Xavier berpura-pura kesakitan.
"Tentu saja, aku tak akan pernah melepaskan mu, istri kecil kesayanganku," bisik Xavier dengan suara serendah sutra sebelum bibirnya menyentuh bibir Sierra, menutup dunia mereka dalam kehangatan yang lembut.
Namun, tiba-tiba, pintu kantor Xavier terpaksa terbuka dengan dentuman keras. Seorang sosok tanpa sopan santun masuk tanpa permisi, Esmeralda. Mata Esmeralda membelalak, seolah tersambar petir berkekuatan ratusan ribu volt begitu ia menyaksikan adegan ciuman itu. "Apa-apaan ini, Xavier?!" Suaranya membelah udara, berdering bagaikan ledakan yang mengguncang ruang sepi itu.
Xavier dan Sierra seketika terhenti, tubuh mereka membeku dalam keheningan yang memanas. Suara Esmeralda yang kasar dan tak beradab itu menggema, menampar wajah nyaman yang baru saja mereka cipta. Ruangan itu berubah menjadi medan perang emosional tanpa ampun.
"Apa yang kamu lakukan, Esmeralda? Beraninya kamu nyelonong masuk ke kantorku!" Xavier meledak marah, matanya melotot seperti sedang siap meledakkan api.
Esmeralda malah menatap Sierra dengan tajam, tanpa sepatah kata permintaan maaf.
"Lihat ini, aku gak terima Xavier kamu begitu dekat sama dia!" Suaranya menggema, penuh amarah dan kecemburuan yang membakar dada. "Beraninya kamu menggoda kekasihku! Tidak di sini, tidak di rumah, dan tidak di manapun juga! Dasar wanita murahan!"
Xavier menggebrak meja, suaranya keras menghujam keheningan ruangan.
Dia melangkah mendekati Sierra dengan ekspresi ingin melakukan sesuatu, tapi tiba-tiba Xavier mendorong tubuh Esmeralda dengan sangat kasar.
"Dengarkan aku, Esmeralda! Jangan berani macam-macam sama dia, dia istriku! Apa kamu nggak dengar?!" bentak Xavier dengan nada tegas yang menampar udara.
Sierra mencibir, lalu menjulurkan lidahnya seperti mengejek, menunjukkan betapa sombongnya dia mengganggu kedamaian itu.
"Aku nggak percaya kalau dia istrimu, Safir. Aku yakin kalian cuma main sandiwara. Kalau pun dia istrimu, aku gak akan pernah rela dia bersamamu!" Esmeralda meledak dengan suara yang makin keras, matanya menyala penuh tantangan.
Melihat wanita yang tidak tahu diri tahu diri dan tiba-tiba masuk ke dalam kantor suaminya itu seketika Sierra mempunyai sebuah rencana yang akan membuat Esmeralda semakin meradang. "Oh ya suamiku, wanita ini benar-benar tidak tahu malu, dia tiba-tiba masuk ketika kita sedang berciuman. Apa dia mau melihat kita berciuman lagi?" ucap Sierra sembari menggerakkan salah satu alisnya.
Xavier tersenyum menatap istrinya Dia tahu kalau istrinya juga sangat kesal. Tanpa menunggu reaksi Esmeralda Sierra langsung menarik dasi Xavier, wanita itu kemudian memberikan ciuman yang begitu membara di depan Esmeralda.
Kedua mata Esmeralda kembali membulat ketika dia melihat adegan itu kembali terulang. "Dasar wanita murahan!" seru Esmeralda dengan suara keras. Dia kemudian mengangkat tangannya hendak memukul Sierra namun sayangnya Sierra langsung menangkis tangan Esmeralda terlebih dahulu.
Plakk..
sebuah tamparan diberikan kepada Esmeralda, Sierra benar-benar dibuat kesal oleh Esmeralda, ketika dia dan sang suami sedang mesra-mesraan malah Esmeralda datang seperti setan penghancur.
"Beraninya kamu menamparku!" teriak Esmeralda dengan dua kaki di hentakkan.
"Jadi kamu tidak mau ditampar?" ucap Sierra. kemudian dia kembali mengayunkan tangannya kembali memberikan tamparan di pipi sebelah kanan Esmeralda. "Itu untuk pipi kananmu biar kamu tidak keberatan karena satu pipi kirimu tadi aku tampar." ucap Sierra yang kemudian berkacak pinggang.
Xavier tidak membela Esmeralda sama sekali Dia kemudian kembali duduk di meja kebesarannya kembali membuka beberapa berkas.
"Sayangggg....," panggil Esmeralda. namun Xavier tidak menghiraukannya.
"Segera keluarlah dari sini sebelum istriku semakin murka, kamu tidak tahu betapa menakutkannya kalau dia marah." ucap Xavier yang kemudian kembali membuka beberapa berkas yang ada di mejanya. karena tidak dihiraukan Esmeralda keluar dari kantor Xavier dengan perasaan yang begitu kesal, salah satu tangannya mengambil ponsel untuk menelpon kedua orang tuanya.
*Bersambung*