Halwa adalah siswi beasiswa yang gigih belajar, namun sering dibully oleh Dinda. Ia diam-diam mengagumi Afrain, kakak kelas populer, pintar, dan sopan yang selalu melindunginya dari ejekan Dinda. Kedekatan mereka memuncak ketika Afrain secara terbuka membela Halwa dan mengajaknya pulang bersama setelah Halwa memenangkan lomba esai nasional.
Namun, di tengah benih-benih hubungan dengan Afrain, hidup Halwa berubah drastis. Saat menghadiri pesta Dinda, Halwa diculik dan dipaksa menikah mendadak dengan seorang pria asing bernama Athar di rumah sakit.
Athar, yang merupakan pria kaya, melakukan pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibunya yang sakit keras. Setelah akad, Athar langsung meninggalkannya untuk urusan bisnis, berjanji membiayai kehidupan Halwa dan memberitahunya bahwa ia kini resmi menjadi Nyonya Athar, membuat Halwa terombang-ambing antara perasaan dengan Afrain dan status pernikahannya yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Setelah selesai menyuntik Halwa, Athar mengatur posisi istrinya agar bisa tidur nyenyak di sofa pesawat yang nyaman.
Ia mencium kening Halwa dan memastikan selimutnya terpasang rapi.
Melihat istrinya yang sudah tertidur pulas, Athar kembali ke tempat duduknya.
Ia harus meninjau ulang laporan keuangan dan kerusakan yang diterima dari Kanada selama penerbangan panjang tersebut.
Perjalanan yang jauh akhirnya berakhir, dan mereka sampai di Kanada.
Athar tidak membuang waktu. Ia membawa Halwa bersamanya ke kantor cabang yang terbakar, yang kini dipindahkan ke sebuah venue sementara di dekat sana, untuk melakukan meeting mendadak dengan para kepala departemen.
Halwa duduk di kursi roda, ditemani oleh salah satu staf keamanan, di sudut ruangan meeting.
Ia mencoba fokus mendengarkan, meskipun masih lelah.
Athar membuka meeting dan meminta laporan. Salah satu karyawan kunci, Mr. Brown, Kepala Operasional, mengatakan alasan terjadinya kebakaran adalah korsleting listrik, yang disampaikannya dengan nada terlalu tenang.
Namun, Halwa yang mendengar penjelasan itu melihat keanehan.
Mr. Brown terlalu cepat menyimpulkan, dan detail yang dia berikan tidak sinkron dengan beberapa foto kerusakan yang ia lihat sekilas di laptop Athar.
Halwa memberanikan diri. Ia mengetuk pintu ruang meeting.
"Athar, boleh aku bicara sebentar di sini?" tanya Halwa dengan suara lirih.
Athar, meskipun terkejut dengan interupsi itu, menganggukkan kepalanya.
"Tentu, Sayang. Masuklah."
Athar memapah Halwa ke dekat meja. Halwa menarik napas dalam-dalam.
"Mr. Brown, Anda mengatakan itu korsleting listrik, tetapi dari foto yang saya lihat, titik awal apinya ada di area penyimpanan data, bukan di panel listrik utama. Dan, kenapa Anda terlihat sangat yakin tanpa menunggu hasil investigasi penuh?"
Halwa menerangkan apa yang ia anggap keanehan dengan nada tenang namun tajam.
Mr. Brown terkejut karena seorang gadis remaja berani mempertanyakan laporannya.
"Nyonya Halwa, Anda tidak tahu apa-apa tentang operasional kantor di sini. Ini murni kecelakaan teknis!"
"Kecelakaan yang terjadi tepat setelah Tuan Athar pergi ke Rusia?" balas Halwa. "Itu terlalu kebetulan."
Perdebatan terjadi antara Halwa dan Mr. Brown. Terpojok oleh logika Halwa, dan kesal karena direndahkan, Mr. Brown kelepasan bicara.
"Aku hanya melakukan apa yang diperintahkan! Aku sudah dibayar untuk itu!" teriak Mr. Brown tanpa sengaja.
Seluruh ruangan hening. Mr. Brown menyadari
kesalahannya.
Athar menatap tajam, matanya membakar. "Siapa yang membayarmu, Brown? Jawab!"
Karyawan tersebut langsung ambruk. Ia menganggukkan kepalanya dengan putus asa.
"Maaf, Tuan Athar. Saya disogok. Ada seseorang yang menelepon dari jaringan luar, menjanjikan uang dalam jumlah besar untuk membakar server utama."
Athar mengepalkan tangannya. Ia tahu ini adalah ulah musuhnya.
Ia menoleh ke Halwa, bangga, tetapi juga marah karena Halwa sekali lagi telah mempertaruhkan dirinya.
Athar segera memberi isyarat. Anak buahnya dengan cepat menahan Mr. Brown, sementara Athar menghubungi pihak kepolisian setempat.
Tidak lama kemudian, polisi datang dan menangkap Mr. Brown atas tuduhan sabotase dan penggelapan.
Setelah kekacauan mereda, Athar menoleh, menatap wajah istrinya dengan pandangan yang penuh kekaguman.
"Hebat kamu, Hal," ucap Athar, matanya berkaca-kaca karena bangga. Ia langsung memeluk tubuh istrinya dengan sangat hati-hati.
"Anak SMA bisa menguak kasus sebesar ini secepat ini. Aku bahkan tidak menyadarinya."
Halwa tersenyum tipis.
Ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto yang aneh kepada suaminya dimana foto detail kerusakan yang dikirimkan Athar padanya tadi malam.
"Lihat ini, Athar," Halwa menunjuk bagian dari foto.
"Kalau itu murni korsleting, api seharusnya menyebar ke atas panel listrik. Tapi di sini, bekas arangnya terlalu fokus di sudut penyimpanan hard drive dan ada cairan aneh. Dari sini aku tahu kalau ada yang aneh. Itu bukan kecelakaan."
Athar memandangi bukti yang ditunjukkan Halwa. Ia adalah seorang pebisnis ulung, tetapi kecerdasan Halwa dalam menemukan detail kecil di tengah situasi panik benar-benar luar biasa.
"Kamu menyelamatkan perusahaan kita, Sayang," bisik Athar, mencium kening Halwa. "Dan kamu menyelamatkan aku."
Setelah urusan dengan polisi selesai dan Mr. Brown diamankan, Athar membawa Halwa menuju hotel mewah yang sudah disiapkan.
Mereka harus berada di Kanada selama dua minggu ke depan untuk menyelesaikan urusan investigasi kebakaran dan memulihkan data perusahaan.
Setibanya di hotel, Athar memastikan Halwa beristirahat dengan nyaman.
Halwa mengeluarkan laptopnya untuk melakukan sesi belajar online dengan Bu Dayang.
"Selamat pagi, Bu Dayang," sapa Halwa ceria dari Kanada, meskipun ia masih terlihat sedikit pucat.
"Selamat pagi, Halwa. Wah, senang melihatmu kembali belajar. Ibu dengar kamu berhasil mengungkap kasus di kantor suamimu? Hebat sekali!" puji Bu Dayang.
Halwa tersipu malu dan mulai fokus pada pelajarannya.
Athar duduk di kursi terdekat, sesekali mencuri pandang ke arah istrinya, bangga.
Setelah dua jam penuh konsentrasi, tubuh Halwa mulai terasa lelah.
Ia menyandarkan kepalanya ke belakang kursi. Perlahan, matanya terpejam, dan ia tertidur pulas dengan laptop masih menyala di pangkuannya.
Athar yang melihat Halwa ketiduran, segera mendekat.
Ia mematikan laptop Halwa dan menutupnya.
Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuh istrinya yang ringan dan memindahkannya ke tempat tidur, merebahkan tubuhnya perlahan di atas bantal.
Athar mencium kening Halwa yang damai.
"Istirahatlah, Sayang," ucap Athar pelan, menyelimuti Halwa, dan ia berjanji di dalam hati untuk menyelesaikan semua masalah ini secepat mungkin agar istrinya bisa pulih total.
Di luar hotel mewah yang sama, Afrain berdiri di seberang jalan, menyamarkan dirinya dalam kegelapan malam.
Ia menatap kamar Athar dan Halwa, senyum tipis terukir di bibirnya.
Rencananya berhasil; Athar terlalu arogan dan protektif, yang membuatnya rentan dan membawa Halwa ke Kanada, tepat seperti yang Afrain inginkan.
Afrain mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Lakukan malam ini juga. Pastikan tidak ada kesalahan. Aku ingin dia menghilang tanpa jejak."
Tengah malam. Athar dan Halwa tertidur pulas di ranjang.
Athar memeluk Halwa erat, merasa aman karena istrinya berada di sampingnya.
Tidak ada yang menyadari, seorang lelaki berpakaian serba hitam dan bertopeng sudah berhasil menyusup masuk ke dalam kamar hotel yang seharusnya berkeamanan tinggi itu, menggunakan kunci duplikat.
Lelaki itu bergerak tanpa suara. Ia mendekati ranjang, mengabaikan Halwa yang masih lemah. Prioritasnya hanya Athar.
Dengan cepat dan cekatan, lelaki itu menutup mulut dan hidung Athar dengan kain berbau eter yang kuat sampai Athar lemas.
Athar sempat tersentak, mencoba melawan dengan sisa kesadaran, tetapi obat bius itu bekerja dengan sangat cepat.
Tubuhnya lemas, dan Athar pingsan tak sadarkan diri.
Setelah Athar pingsan, lelaki itu segera mengambil troli besar yang biasa digunakan untuk membawa barang bawaan.
Dengan susah payah, ia membopong tubuh Athar yang kekar dan membawanya ke dalam troli.
Ia menutupinya dengan tumpukan linen hotel agar tidak menarik perhatian.
Lelaki itu meninggalkan Halwa sendirian di dalam kamar hotel yang sunyi, membawa Athar yang tidak sadarkan diri keluar dari hotel melalui jalur staf, menghilang ditelan malam.
Halwa tetap tertidur pulas, tidak menyadari bahwa suaminya telah diculik.