Aku memang perempuan bodoh soal cinta, pacaran 5 tahun tapi menikah hanya 8 bulan. Tak pernah mendengar nasehat dari orang tua dan sahabatku, perkara pacarku itu. Aku nekad saja menikah dengannya. dalihku karena sudah lama kenal dengannya aku yakin dia akan berubah saat menikah nanti.
Ternyata aku salah, aku serasa teman tidur saja, bahkan aku tak diberi nafkah lahir, ditinggal dikontrakan sendiri, keluarganya tidak pernah baik padaku, tapi aku masih bodoh menerima dan sabar menghadapi tingkahnya. Bahkan cicilan dan biaya rumah sakit aku yang meng-cover. Gila gak? bodoh banget otakku, hingga aku di KDRT, dan itulah titik balikku berpisah dengannya, hingga menemukan kebahagiaan bersama seseorang yang sama sekali tak kukenal, tapi bisa mewujudkan impian pernimahan yang aku inginkan, hanya karena apa? restu orang tua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAHAGIA KITA
Aku deg-deg an menunggu has tes urinku, tak perlu menunggu pagi, begitu sampai rumah aku langsung masuk ke kamar mandi, Fabian pun mengekorku. "Kak, kok masuk?" tanyaku yang baru saja melepas rok kerja. Fabian hanya menaikkan alisnya, heran mungkin kenapa juga aku bertanya begitu.
"Mau lihat kamu lah, gimana sih!"
"Ya tapi keluar dulu!" nyatanya meski aku dorong tetap saja dia kekeh, alhasil aku pipis dilihatin Fabian coba. Duh, kalau lagi gak bercumbu canggung juga, terlebih dia kepo banget, malah dia yang mengetes. Kita sama fokus pada pergerakan alat itu, memang sengaja aku coba yang murah dulu, dan tanpa menunggu lama, dua garis terlihat sangat jelas. Aku dan Fabian berekspresi sama melongo bahkan melotot juga.
"Yang!" panggil Fabian sembari menatapku.
"Aku hamil, Kak!" ucapku masih belum percaya. Fabian langsung memelukku erat.
"Aku jadi ayah, wah aku laki beneran nih!" kugeplak saja punggungnya, dan dia tertawa.
"Kamu terima?" tanyaku sembari mendongakkan kepala.
"Maksud kamu?"
"Siapa tahu kamu balik sama Maya, dan gak mau aku hamil!" Fabian berdecak sebal.
"Maya mulu. Siapa sih dia."
"Dih, sok gak kenal!" ucapku sembari membalas pelukannya. Kami pun mandi bersama sembari bercanda, malah Fabian konyol banget, mencium perutku sembari menyapa calon anak kita.
"Halo Sayang, ini ayah!" ucap Fabian membuatku tertawa bahagia. Sepertinya Fabian memang terima anak ini.
"Kenapa gak mau dipanggil papa?" tanyaku penasaran. Dia anak orang kaya, biasanya paling suka kalau panggilan mama-papa, atau mami-papi. Ini memilih ayah.
"Lebih mengena aja ke hati, panggilan ayah itu."
"Yakin?" ledekku. Fabian tertawa sembari menarik hidungku. Feelingku sih bukan itu alasan utamanya.
"Takut seperti papa, punya istri dua!"
"Hem, gak bakal punya istri dua. Karena kalau mau menikah lagi, aku yang mundur!"
"Apaan sih. Cuma kamu yang bakal jadi istriku," ucap Fabian tegas, sembari menatapku intens.
"Janji ya?" Fabian mengangguk dan langsung mencium bibirku mesra. Bagiku inilah rumah tangga yang aku impikan dulu. Hanya ada suami dan istri, dalamnya cinta hanya kita yang rasa. Tak ada aturan dari pihak liar, hanya komitmen aku dan Fabian. Hidup berumah tangga sesuai kesepakatan kita, yang tentunya saling menguntungkan satu sama lain. Tak ada yang paling tinggi, tak ada pihak yang merendah. Aku dan Fabian setara sebagai pasangan.
Aku sampai heran, kita menikah belum ada rasa cinta yang besar, tapi kita bisa menjalani rumah tangga dengan baik begini. Mungkinkah efek restu orang tua sehebat ini, sampai orang yang awalnya gak saling cinta, malah bisa menghadirkan cinta sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu. Kita tak pernah menyesal menuruti permintaan ibu dan mama. Yang ada kita bahagia karena berhasil menjadi anak berbakti sehingga doa kedua orang tua kita sangat berperan dalam rumah tangga ini.
Rasa yang sering kali aku abaikan, nyatanya dikuatkan dengan kehadiran calon anak kita, malam itu juga aku dan Fabian ke dokter kandungan. Di-USG masih berbentuk kantong kata dokternya masih sekitar 5 minggu, diberi vitamin dan penguat kandungan bila muncul flek, dan beberapa saran dari dokter tersebut tentang kehamilan di trimester pertama. Fabian minta dua foto USG, mau ditaruh di dompet katanya. Aku bahagia sekali, Fabian begitu antusias dengan kehamilan ini.
"Bapaknya cinta banget kayaknya, ya!" ucap dokter kandungan tersebut sembari memasukkan foto USG ke dalam album pemeriksaan. Rasanya, aku semakin diratukan. Fabian tak pernah melepas gandengannya.
Aku membalas sweetnya dengan membelikan kue ulang tahun, gak perlu diam-diam. Bukan tipe kita ternyata kasih surprise, aneh ya. Selepas menjemputku di kantor, aku mampir beli kue ultah, aku sudah bilang kalau malam ini mulai tahun ini aku adalah orang pertama yang akan mengucapkan ulang tahun pada dirinya. Bagiku ini sih sudah romantis.
Kita berniat begadang memang, begitu tengah malam, aku menyalakan lilin di atas kue itu, kita berfoto selfi, dan aku lebih kaget lagi, Fabian ternyata sudah custom pigora mini untuk foto USG. Dia bahkan mengarahkanku memegang testpack mahal, dan dia memegang USG. Kita juga memakai topi ultah.
"Ulang tahun kali ini adalah ulang tahun terbaik yang pernah aku jalani, punya istri, dan otw jadi ayah!" ucap Fabian bahkan dia berinisiatif merekam. Ponselnya ia letakkan di tripod. Dia menatap dan berbicara denganku begitu tulus dan dalam. Rasanya malam ini deep banget selama pernikahan.
"Biasanya aku menyambut ulang tahun datar saja, tak banyak doa dan harapan. Tapi sekarang aku berdoa, ya Allah aku sehat, aku kuat, lancarkan rezeki hamba karena ada amanah yang Engkau titipkan padaku istri yang baik, dan anak yang sehat!" aku mewek mendengar doa Fabian, aku langsung memeluknya. "Makin cinta gak sama aku?" goda Fabian saat aku sesenggukan dalam pelukannya.
"Apaan sih," jawabku sembari memukul dadanya, dan mengusap air mataku. Dia tertawa dan kembali menarik diriku dalam pelukannya. Kita diam sebentar, menikmati kedekatan kita tanpa adegan panas. Merasakan degupan jantung masing-masing.
"Kita harus kuat sebagai pasangan. Jangan pernah menyerah apapun keadaannya."
"Selagi gak ada kata selingkuh, KDRT, judol, dan perbuatan kriminal lainnya, aku sanggup menjadi istri kamu."
"Iya, hampir tiap hari aku meminta hakku masa' iya masih belum percaya sih."
"Riwayat muda kamu dulu playboy Fabian!"
"Tobat, sudah tobat. Takut kehilangan Namira aku mah."
Kita pun berniat berbagi kebahagiaan dengan keluarga dekat, esoknya setelah pulang dari kantor aku mampir ke rumah ibu. Sengaja bawa makanan banyak untuk makan malam bersama, meski tak pernah menginap, ibu dan bapak sangat bahagia mendapat kabar kalau aku sudah isi. Beliau mendoakan kehamilanku sehat baik ibu dan bayiku nanti, tak lupa Fabian juga didoakan agar menjadi ayah yang kuat, sehat, dan rezekinya lancar. Kami bahagia sekali atas doa yang diberikan, percayalah doa dari orang tua adalah doa paling ampuh dalam menjalani kehidupan yang keras ini.
Setelah mengabari keluargaku, kita pun berencana datang ke rumah utama tanpa pemberitahuan dan bukan saat weekend. Kita datang hari kamis sore, jadi setelah jemput aku dari kantor, kita langsung meluncur ke rumah utama. Fabian juga sudah membawakan baju ganti, dan baju kantorku untuk esoknya.
Kita berharap doa baik juga diberikan oleh keluarga ini untuk kehamilanku. Begitu turun dari mobil, dan tanganku digenggam Fabian erat, senyum bahagia kita harus disimpan saat mendengar teriakan keras dari mama Jovan di area rumahnya dekat dengan pintu masuk.
"Kenapa, Kak?" tanyaku bingung. Fabian sendiri tak tahu juga, mengedikkan bahu dan kita pun nekat untuk masuk. Samar kita mendengar bahwa istri pertama papa tak setuju ada pernikahan lain. Fabian menarikku agar lebih cepat berjalan ke area rumah mama mertuaku, karena kalau ada peristiwa tertentu papa yang akan menjelaskan di meja makan.
"Istriku jangan kepo ya," ucapnya, dan mau tak mau aku pun mengangguk.
up teros sampe pagi