Gimana jadinya kalau kau harus menikah dengan muridmu sendiri secara rahasia?? Arghhh, tidak ini gak mungkin! Aku hamil! Pupus sudah harapanku, aku terjebak! Tapi kalau dipikir-pikir, dia manis juga dan sangat bertanggung-jawab. Eh? Apa aku mulai suka padanya??!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poporing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 : Curahan hati Rio
Malam itu Risa gak pulang ke rumah melainkan ia ke bar Izone tempat di mana Rio sedang bekerja. Perasaanya sedang gak bagus dan ia membutuhkan minum segelas atau dua gelas untuk meluapkan emosinya.
Begitu masuk ke dalam bar, Rio sudah dapat mengenali wanita itu dari kejauhan. Perasaannya langsung tidak enak dan waspada. Untuk apa Risa ke bar? Jangan bilang dia mau minum?
Sebelum pelayan lain menghampiri, Rio sudah jalan duluan mendekati Risa.
"Kenapa kau datang ke tempat ini?" Tanya Rio tanpa basa-basi.
"Aku sedang butuh hiburan," jawab Risa acuh tak acuh dan langsung berjalan melewati Rio begitu saja.
Risa langsung duduk di meja bartender dan segera memesan minuman cocktail (yang tentunya memiliki kadar alkohol).
Rio gak menyerah. Ia berdiri di belakang Risa dan mengamatinya yang sedang memesan minuman.
"Kau gila, kau mau minum?" Rio tak habis pikir melihat sikap Risa yang sembrono, dia mau minum padahal sedang hamil.
"Lalu kenapa? Kamu gak bisa melarang aku." Risa kelihatan cuek bahkan terkesan gak peduli.
"Ini dia pesanannya, silahkan!" Si bartender meletakkan segelas minuman cocktail berwarna biru.
Baru saja Risa hendak mengambil gelas cocktail tersebut tapi Rio malah sudah menyambar gelas itu duluan.
"Gak boleh minum ini!" Ujarnya menjauhkan gelas itu dari Risa.
"Apaan sih, ngatur hidup gue banget lu!" Risa melotot kesal dan mencoba meraih minuman tersebut.
Rio mencoba menahan Risa yang meronta dan memaksa untuk mengambil gelasnya kembali, akhirnya secara reflek Rio menenggak minuman itu.
"Keterlaluan!" Risa melihat minumannya habis oleh Rio langsung menggebrak meja. Dia menoleh ke arah si bartender dan memesan segelas lagi.
Rio yang sebenarnya tak terbiasa dengan minuman beralkohol langsung merasakan pusing namun tetap ditahannya. Dia berusaha fokus untuk mengawasi Risa sampai melupakan pekerjaannya sendiri.
Satu gelas lain sudah berada di atas meja. Risa melirik ke arah Rio seakan kode agar pemuda itu tak mengambil minumannya.
Tapi Rio tak mengindahkan kode itu. Dia kembali mengambil gelas minuman milik Risa dan meminumnya.
Risa melotot tak percaya Rio begitu cepat menghabiskan semuanya. Sementara si bartender yang menyaksikan semua itu mulai cemas. Dia tahu Rio gak pernah minum dan wajah anak itu sudah memerah sekarang.
"Rio, kamu jangan minum lagi, sudah cukup!" Ujar si bartender mencoba mengusir Rio secara halus dari sana.
"Gak, sebelum dia pulang...," jawab Rio yang memasang muka masam sambil menunjuk ke arah Risa.
"Kamu gak bisa usir dia Rio! Dia pelanggan!" Si bartender udah geleng-geleng. Dia yakin Rio udah mabuk.
"Kenapa gak boleh? Dia Istri aku!" Sebuah pengakuan terlontar begitu saja dari bibir Rio.
"Hah? Jangan sembarangan!!!" Wajah si bartender benar-benar pucat. Dia melirik ke arah Risa dan tersenyum kecil, seolah berusaha meminta-maaf dengan sopan atas sikap rekan kerjanya.
"Ambilkan segelas minuman lagi!" Tapi Risa tetap cuek dan memesan satu gelas lainnya.
Bartender itu kelihatan agak ragu tapi tetap melayani Risa. Ia memberikan satu gelas minuman lain.
Tak lama minuman itu kembali ia letakkan di depan Risa, dan sebelum Rio berhasil menyambar minuman itu, Si bartender langsung menepis tangan Rio.
"Kau itu kenapa Rio? Sudah, jangan minum terus, kau sudah mabuk!" Ocehnya yang sebenarnya dia peduli dengan keadaan Rio saat ini yang sudah setengah mabuk.
"Aku tidak peduli! Jangan hentikan aku!" Rio berteriak dengan nada keras. Dia terlihat marah dan berusaha meraih gelas itu dari tangan pria yang lebih dewasa di depannya.
"Berhenti kubilang! Bukankah kau sudah janji pada Ibumu untuk tak minum?" Sang bartender mencoba mengingatkan Rio.
"Aku gak akan berhenti sebelum dia berhenti memesan minuman dan pulang!" Rio menatap ke arah Risa yang sudah kehabisan kata. Ia tak menyangka Rio akan bereaksi se protektif ini.
"Kamu mabuk Rio!" Akhirnya itulah kalimat yang terucap dari Risa. Jujur ia juga jadi ikut cemas.
"Aku gak peduli!" Balas Rio yang pandangan matanya mulai sedikit buram.
"Rio, ayo kita pulang!" Melihat kondisi Rio yang tidak kondusif Risa akhirnya memutuskan untuk membawa Rio pergi.
"Eh..?" Bartender itu hanya bisa bengong melihat Rio dipapah oleh wanita itu. "Apa tidak apa-apa? Biar kami saja yang mengurusnya," ucap si bartender yang hendak keluar dan mengambil alih.
"Tidak apa-apa, saya kenal dia kok," balas Risa menggeleng dan memberi kode untuk tak usah dibantu.
Risa membawa Rio berjalan keluar sambil merangkul kan tangan pemuda itu ke lehernya. Rio yang sudah tidak terlalu fokus berjalan akhirnya diajak berjalan dengan setengah diseret sampai ke area parkir.
Di sana Risa membuka pintu mobil dengan satu tangan sementara tangan yang lain berusaha menjaga keseimbangan agar tubuh Rio tidak jatuh.
"Rio masuklah," ucap Risa sambil melepaskan rangkulan tangan pemuda itu dan mendorongnya halus agar masuk ke mobil.
Tapi Risa gak menduga kalau saat itu tangannya malah ditarik kuat oleh Rio.
"Ri-Rio!??" Risa yang tertarik ke dalam jatuh tepat di atas tubuh pemuda itu.
Brukh...!
Risa menatap wajah Rio yang begitu dekat dengannya. Menyadari posisinya Risa berusaha untuk bangun, namun lengan pemuda itu sudah melingkar di pinggangnya dengan kuat.
"Kenapa? Takut?" Rio berbisik dengan suara serak.
"A-apa-apaan kamu, Rio? Lepas, saya mau bangun!?" Wajah Risa memerah seketika kayak kepiting rebus. Ia mencoba bangun dan mendorong sedikit tubuh Rio.
"Bukannya Bu Risa pernah melakukan ini? Apa Ibu lupa??" Rio bertanya sambil setengah menggoda. Sontak Risa teringat kembali akan kejadian malam itu.
"Jangan bahas soal itu, Rio! Sudah lepas, kita pulang!" Risa mulai merasa gelisah ketika tatapan anak muridnya itu menjadi semakin intens. Ada sebuah perasaan berdebar yang tiba-tiba saja terasa di dadanya.
"Memangnya pernah ada 'kita' di mana Bu Risa? Bu Risa selalu punya keinginan dan keputusan sendiri yang Ibu mau tanpa peduli keinginanku 'kan?" Rio menarik napas panjang dan menghembuskannya secara kasar membuat Risa merinding saat napas berat pemuda itu menyapu wajahnya.
"Bu Risa...." Tangan Rio yang satunya lagi kini sudah bergerak menyentuh wajah Risa dan mengusapnya perlahan.
"Rio, kamu mau apa??" Tanya Risa dengan hati gak karuan. Ada rasa cemas, berdebar namun ada rasa senang menyelinap dalam hati.
Risa terdiam secara otomatis sementara jari-jari pemuda itu menyapu bagian wajahnya seolah sedang melakukan penjelajahan kecil. Ibu jarinya turun ke bibir Risa yang menggoda. Rio mengusap bibir mungil itu secara perlahan. Matanya berubah sayu, dan lambat-laun Rio memejamkan matanya dan tertidur.
"Hah? Dia tidur??" Risa sedikit kaget melihat Rio yang malah tidur begitu saja. "Kenapa malah tidur di momen penting?" Batin Risa merasakan ketidakpuasan. Namun sedetik kemudian, Risa menampar mentalnya sendiri.
"Bego gue, ngapain gue berharap dia melakukan lebih? Justru bagus 'kan!" Risa perlahan-lahan membuka lingkaran lengan kokoh pemuda itu yang mulai melonggar dari pinggangnya dan secara hati-hati bergerak turun dari mobil bagian belakang.
Risa sempat menatap wajah damai Rio saat tertidur sebelum akhirnya menutup pintu mobil.
"Maafin gue Rio...," gumamnya pelan dan langsung bergegas membuka pintu kemudi dan masuk ke dalamnya.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Apakah Risa dapat luluh kepada Rio setelah semua kejadian ini atau ia masih tetap setia kepada Dion?
.
.
.
BERSAMBUNG....