Aqilla Pramesti begitu putus asa dan merasa hidupnya sudah benar-benar hancur. Dikhianati dan diceraikan oleh suami yang ia temani dari nol, saat sang suami baru saja diangkat menjadi pegawai tetap di sebuah perusahaan besar. Ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Namun, takdir berkehendak lain, siapa sangka nyawanya diselamatkan oleh seorang pria yang sedang berjuang melawan penyakitnya dan ingin hidup lebih lama.
"Apa kamu tau seberapa besar perjuangan saya untuk tetap hidup, hah? Kalau kamu mau mati, nanti setelah kamu membalas dendam kepada mereka yang telah membuat hidup kamu menderita. Saya akan membantu kamu balas dendam. Saya punya harta yang melimpah, kamu bisa menggunakan harta saya untuk menghancurkan mereka, tapi sebagai imbalannya, berikan hidup kamu buat saya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
"Nanti aja, saya lagi sibuk," jawab Radit dengan wajah datar.
"Tapi, ini darurat sekali, Pak. Ada yang membobol bagian keuangan," kata pria bernama Edwin yang merupakan kepala bagian keuangan.
Radit mengerutkan kening seraya memandang lekat wajah Aqilla yang masih berdiri tepat di hadapannya. "Apa maksud kamu? Jelaskan secara rinci, saya kurang paham."
Aqilla balas memandang lekat wajah Radit, ia tidak tahu apa yang tengah dibicarakan olehnya di dalam sambungan telepon. Namun, raut wajah pria itu seketika berubah, wajahnya memerah dengan dada naik turun. Sepertinya, telah terjadi sesuatu yang buruk dengan perusahaan miliknya itu.
"Sebenarnya ada apa? Kenapa muka Mas Radit tiba-tiba berubah kayak gitu? Apa terjadi sesuatu yang serius dengan perusahaan?" batin Aqilla, belum cukup dengan masalah anak-anaknya, kini masalah lain menimpa perusahaan Radit.
"Saya minta kamu usut masalah ini secepatnya dan cari siapa orang yang sudah membobol perusahaan kita," ucapan terakhir Radit sebelum pria itu menutup sambungan telepon.
"Ada apa, Mas? Apa terjadi sesuatu dengan perusahaan?" tanya Aqilla, memandang lekat wajah Radit.
"Nggak ada apa-apa, Qilla. Kamu gak usah khawatir, kita fokus aja sama masalah anak-anak," jawab Radit, tersenyum ringan.
"Nggak mungkin gak terjadi apa-apa, Mas. Pasti terjadi sesuatu sama perusahaan, 'kan?"
Radit menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. "Cuma masalah kecil, Qilla. Bawahan saya bisa menyelesaikan masalah itu. Kita ke Rumah Sakit sekarang."
Aqilla menganggukkan kepala, ia yakin tengah terjadi sesuatu yang serius dengan perusahaan meskipun Radit mengatakan hanya masalah kecil saja. Meskipun begitu, dirinya tidak ingin ikut campur dengan urusan perusahaan.
"Kalau kamu sibuk, antar aja aku ke Rumah Sakit, Mas. Kamu bisa balik ke sini dan selesaikan masalah kamu," pinta Aqilla seraya melangkah menuju pintu.
"Nggak apa-apa, Mas akan temani kamu sampai urusan kamu sama Ilham selesai. Mas nggak mau Ilham sampai menyakiti kamu kayak waktu itu," jawab Radit dan hanya dijawab dengan anggukan oleh Aqilla.
***
Satu jam kemudian di Rumah Sakit, tepatnya pukul 16.00, Ilham tengah duduk di luar ruangan operasi dengan perasaan gelisah. Sudah lebih dari lima jam istrinya berada di ruangan tersebut guna melakukan operasi pengangkatan rahim. Kepalanya tertunduk, menatap lantai mamer berwarna putih bersih, buliran bening memenuhi kedua mata, dadanya pun terasa sesak. Bagaimana tidak, di saat ia belum mengetahui keberadaan anak-anaknya yang tiba-tiba kabur dari kediamannya tanpa sebab, ia harus kehilangan anak yang sedang ia tunggu-tunggu kelahirannya berikut rahim sang istri yang itu artinya, dirinya tidak akan pernah memiliki keturunan lagi.
"Ya Tuhan, apakah ini karma yang dimaksud sama Aqilla? Dulu saya menyakiti dia dan meninggalkan anak-anak, sekarang Engkau ambil bayiku berikut rahim istriku," batinnya, rasa sesak semakin terasa menghimpit dada.
Lampu yang berada di pintu ruang operasi pun seketika padam sebagai pertanda bahwa operasi selesai dilakukan. Seiringan dengan itu, pintu pun terbuka. Seorang Dokter dengan mengenakan pakaian operasi melangkah keluar seraya membuka masker medis yang menutup separuh wajahnya.
Ilham sontak berdiri tegak, melangkah menghampiri sang Dokter dengan khawatir. "Bagaimana keadaan istri saya, Dok? Dia baik-baik aja, 'kan?" tanyanya.
Dokter menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan, memandang wajah Ilham dengan lekat. "Operasinya berhasil, tapi kita harus menunggu istri Anda siuman untuk memastikan organ intinya sudah normal kembali. Kami akan terus memantau kondisi pasien dan memastikan pasien kembali siuman dalam keadaan normal."
"Baik, Dok. Terima kasih banyak," jawab Ilham tersenyum lega. "Tapi, Dok, apa saya bisa ketemu sama istri saya?"
"Mohon maaf, kami harus memantau kondisi pasien secara ketat. Kami akan menghubungi Anda lagi setelah pasien sudah bisa ditemui dan keadaan beliau sudah baik-baik saja."
Ilham hanya terdiam seraya menarik napas dalam-dalam, rasanya benar-benar sakit seolah ia mampu merasakan apa yang sedang dirasakan oleh istrinya. Di sisi lain, ia masih mengkhawatirkan kedua buah hatinya yang masih belum diketahui keberadaannya hingga saat ini. Dirinya pun tidak bisa berbuat apa-apa karena ada Dona yang tengah membutuhkannya saat ini. Ilham larut dalam lamunan, ia tidak pernah seterpuruk ini, hidupnya benar-benar berada diambang kehancuran.
"Baiklah, Pak Ilham, saya permisi. Kami akan segera menghubungi Anda lagi setelah kami memastikan keadaan pasien baik-baik saja," pamit sang Dokter dan hanya dijawab dengan anggukan oleh pria bernama lengkap Ilham Nurdiansyah itu.
"Ya Tuhan, semoga Dona bisa siuman dalam keadaan sehat kembali. Aku mohon, Tuhan, tolong lindungi Kaila dan Keano di mana pun mereka berada. Aku menyesal karena sempat berpikir untuk memisahkan mereka dari Ibunya," batin Ilham seraya menahan sesak di dada.
Pria itu melangkah ke arah kursi dan hendak duduk di sana guna menunggu kabar selanjutnya, tapi tubuhnya seketika tertahan dan kembali berdiri tegak saat melihat dua petugas polisi berjalan di koridor, memandang wajahnya dengan lekat membuatnya seketika gugup.
"Polisi? Mau ngapain polisi ke sini? Apa mungkin Pak Radit udah tau kalau aku yang membobol bagian keuangan?" batinnya, tubuhnya seketika gemetar.
"Selamat sore, Pak Ilham," sapa salah satu petugas polisi seraya menghentikan langkah tepat di depan Ilham.
Ilham semakin gugup. "Se-selamat sore, Pak. Eu ... ada apa, ya?"
"Kami membawa surat perintah penangkapan Anda atas dugaan korupsi dan pembobolan akses keuangan di perusahaan PT Wijaya Sentosa."
"Hah? Ti-tidak mungkin, Pak. Aku pasti difitnah, aku nggak melakukan apa yang dituduhkan," sangkal Ilham dengan ketakutan.
"Kami punya buktinya, Ilham," seru Radit, melangkah menghampiri bersama Aqilla.
Ilham sontak menoleh dan menatap ke arah sumber suara. Wajahnya merah padam, kedua tangannya mengepal. "Sial," umpatnya dengan suara pelan.
Radit dan Aqilla menghentikan langkah tidak jauh dari Ilham dan petugas polisi, memandang wajahnya seraya tersenyum menyeringai. "Kamu pikir, perusahaan saya itu perusahaan kecil? Saya mempekerjakan karyawan hebat yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Kamu lihat, baru beberapa jam aja kamu membobol keuangan perusahaan, bawahan saya sudah bisa menemukan pelakunya dan saya punya bukti kuat."
Ilham hanya bisa terdiam dengan mata terpejam. Menyangkal pun tidak ada gunanya karena Radit memiliki bukti kuat yang akan menjeratnya dengan Pasal 374 KUHP yang mengatur tentang penggelapan, dan hukumannya adalah:
- Pidana penjara paling lama 4 tahun.
Pasal 374 KUHP berbunyi: 'Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan sengaja memiliki barang yang bukan miliknya, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.'
"Tunggu apa lagi, Pak. Cepat tangkap dia!" titah Radit seraya menunjuk wajah Ilham menggunakan jari telunjuk.
Ilham tiba-tiba berlutut di lantai dengan kedua mata berkaca-kaca, menundukkan kepala seraya terisak. "Aku mohon jangan tangkap aku, Pak Radit. Dona keguguran dan baru saja melakukan operasi pengangkatan rahim. Aku mohon maafin aku, aku terpaksa melakukan itu untuk biaya operasi Dona. Beri aku waktu, aku janji akan mengembalikan uang itu secepatnya."
Bersambung ....