NovelToon NovelToon
Melihat Malapetaka, Malah Dapat Jodoh Dari Negara

Melihat Malapetaka, Malah Dapat Jodoh Dari Negara

Status: sedang berlangsung
Genre:Kebangkitan pecundang / Kontras Takdir / Romansa Fantasi / Mata Batin / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:9.1k
Nilai: 5
Nama Author: INeeTha

Salsa bisa lihat malapetaka orang lain… dan ternyata, kemampuannya bikin negara ikut campur urusan cintanya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Benar-benar di Luar Nalar

Ternyata si pembunuh itu kehabisan bekal makanan. Dia terpaksa mencuri sesajen di depan makam untuk mengganjal perut, tapi sialnya, aksinya itu justru kepergok oleh Nenek Zaenab.

Salsa Liani tiba-tiba teringat omongan Nenek Zaenab yang bilang kalau dirinya punya "nyawa rangkap" alias nasibnya keras banget. Sekarang Salsa sadar, si Nenek nggak lagi membual. Orang yang berani jadi penjaga makam sendirian memang mentalnya beda.

Dalam penglihatan halusinasi Salsa, Nenek Zaenab nggak tahu kalau orang yang dia teriaki itu adalah pembunuh berantai sadis. Nenek itu bahkan berani mengejarnya! Apesnya, si Nenek terpeleset dan jatuh menggelinding ke lereng bukit.

Tapi justru kesialan itulah yang menyelamatkan nyawanya. Karena jatuh, dia lolos dari incaran si pembunuh yang berniat membungkamnya selamanya. Benar-benar hoki seumur hidup terpakai di detik itu! Kalau nasib ini ditulis di atas kertas, kertasnya bisa dipakai buat nebang pohon saking kerasnya!

Tapi kasihan juga Pak Dadang, si petugas pemadam kebakaran hutan ini.

Di layar ponsel, Pak Dadang tampak bingung karena Salsa mendadak diam. "Neng? Kok malah bengong melukin alat pemadam api? Katanya buru-buru?"

Suara dari video call itu menarik kesadaran Salsa kembali ke dunia nyata.

"Ah, iya, Pak! Maaf!"

Salsa buru-buru bertanya basa-basi soal cara pakai alat pemadam api ringan sebagai formalitas. Begitu telepon ditutup, dia langsung mentransfer uang "terima kasih" ke dompet digital Pak Dadang, lalu berlari menerobos masuk ke ruang rapat.

"Komandan Rendy, saya punya info penting!"

Suasana di ruang rapat kepolisian menegang. Komandan Rendy Wibowo dan para anggota mendengarkan laporan Salsa tentang potongan penglihatan yang melibatkan Pak Dadang dan Nenek Zaenab.

"Maksudmu, kamu melihat pembunuh berantai kasus Mata Kucing itu bersembunyi di salah satu bukit dekat Kompleks Pemakaman Bukit Hijau?" tanya Komandan Rendy memastikan.

Salsa mengangguk mantap. "Betul. Di halusinasi itu, terekam oleh drone milik petugas pemadam. Di area kosong antara gundukan makam, ada jejak orang tinggal. Ada kantong tidur."

Adit, polisi muda yang duduk di sampingnya, tak tahan untuk berkomentar. "Mbak Salsa, halusinasi kamu ini timing-nya pas banget! Benar-benar kunci emas buat ngehubungin semua petunjuk. Cuma masalahnya..."

Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Gimana cara kita nentuin bukit mana yang Mbak Salsa lihat? Area bukit di sana luas banget, kayak cari jarum di tumpukan jerami."

Polwan Lenny ikut mengerutkan kening. "Kalau kita nekat nurunin banyak drone dan helikopter buat menyisir satu-satu, malah bikin si pembunuh kaget. Risikonya terlalu besar."

"Betul. Insting anti-pengintaian dia kuat banget. Mirip kelinci liar, ada suara ranting patah sedikit langsung lari," tambah Adit.

Komandan Rendy memijat pelipisnya. Pusing. "Memblokade gunung dalam waktu singkat itu mustahil, bahkan dengan ribuan personel. Area itu terlalu luas, dia pasti punya celah buat lolos."

Salsa menumpukan kedua tangannya di tepi meja, buku-buku jarinya memutih karena tegang. "Gimana kalau kita kirim polisi berpakaian preman untuk mengintai di makam? Minta Nenek Zaenab hubungi kita kalau pencurinya muncul lagi?"

Komandan Rendy mengusap dagunya, keningnya berkerut dalam. "Itu... bisa jadi opsi terakhir." Dia menatap tajam ke sekeliling ruangan. "Tapi celahnya jelas—kalau ternyata yang datang cuma maling ayam biasa, kita malah buang tenaga dan bikin target asli curiga."

Tiba-tiba, Komandan Rakha Wisesa menegakkan tubuhnya. Jemarinya mengetuk meja dua kali, menarik perhatian semua orang.

"Justru menurut saya," suaranya berat dan penuh keyakinan, "Karena kita sudah tahu dia tinggal di dekat gundukan makam di puncak bukit, kita nggak boleh menyia-nyiakan petunjuk ini. Kalau kita bisa menemukan lokasi sarangnya dan menyergap... menunggu di sana adalah cara paling aman."

Rendy menoleh ke Salsa. "Salsa, di penglihatanmu, ada petunjuk visual lain yang spesifik?"

Salsa menggigit bibir. "Sementara belum ada..." Suaranya mengecil. "Saya sudah coba ingat-ingat berkali-kali, tapi..."

Polwan Lenny mengulurkan tangan, mengusap puncak kepala Salsa dengan lembut. "Jangan panik. Kita masih punya waktu."

Sentuhan itu membuat bahu Salsa sedikit rileks.

Rakha menatap Salsa, melembutkan nadanya. "Waktu Pak Dadang dibunuh di penglihatanmu, langit sudah mulai gelap, kan?"

"Iya, jam 19.48 malam."

"Kamu lihat bulan? Ingat posisinya di mana?"

Mata Salsa membelalak. Dia mengangguk cepat. "Ada!"

Rakha menyodorkan buku catatan dan pensilnya ke arah Salsa. "Bisa tolong buat sketsa cepat adegan saat pembunuhan itu terjadi?"

Tanpa banyak tanya, Salsa mengambil alat tulis itu. Dia memejamkan mata sebentar, memutar ulang rekaman mengerikan di kepalanya, lalu mulai menggambar apa yang ditangkap oleh drone dalam visinya. Ruang rapat hening, hanya terdengar suara gesekan pensil di atas kertas.

Tak lama, Rakha menerima sketsa yang sudah jadi. Matanya memindai gambar itu dengan cepat. Di kertas itu, terlihat sosok pembunuh memegang pipa besi, dan di latar belakang, bulan sabit menggantung di ujung ranting pohon mati.

"Bulan berada di sekitar 45 derajat di atas bahu kanan pelaku..." gumam Rakha pelan. Tiba-tiba jarinya menunjuk kertas itu dengan tegas. "Ini kuncinya!"

Komandan Rendy dan Polwan Lenny sontak mendekat. Rakha dengan cekatan membuka peta digital di layar besar.

"Waktu kejadian 19:48." Dia menatap Adit. "Dit, tarik data astronomi wilayah Bukit Hijau minggu ini."

Adit bergerak cepat. "Data siap. Jam 19:48, azimuth bulan 112 derajat, ketinggian 38 derajat."

Rakha menggunakan pena stylus untuk menarik garis virtual di peta. "Saat pelaku berdiri, bulan ada di 45 derajat atas bahu kanannya. Artinya, dia menghadap ke arah... Tenggara."

Analisisnya mengalir lancar, presisi seperti mesin hitung. Saat ini, Rakha benar-benar berbeda dari sosok pendiam di pojok ruangan tadi. Matanya bersinar penuh percaya diri, posturnya tegak, memancarkan fokus yang nyaris mengintimidasi. Semua orang di ruangan menahan napas.

Rakha menandai area berbentuk kipas di peta topografi. "Kalau digabungkan dengan struktur tanah di sketsa ini, lalu dibandingkan dengan kontur wilayah..." Telunjuknya berhenti di sebuah bukit dengan garis kontur rapat.

"Di sini. Tebing Elang! Di puncak bukit ini kebetulan ada area pemakaman lama yang terlantar. Dan lihat..." Dia memperbesar citra satelit. "Ada cekungan di sisi yang membelakangi matahari. Pas banget buat sembunyi."

Salsa melongo. Mulutnya sedikit terbuka menatap aksi Rakha yang sat-set tanpa celah.

Melihat Rakha bisa mengunci lokasi cuma modal posisi bulan, Salsa tanpa sadar meremas buku catatan di tangannya. Kemampuan spasial orang ini benar-benar di luar nalar! Salsa pikir kontribusinya sudah oke, tapi dibanding "monster" bernama Rakha Wisesa ini, kontribusinya rasanya setipis tisu. Gawat, orang ini benar-benar manusia paket lengkap.

Begitu lokasi persembunyian terkunci, Komandan Rendy langsung memukul meja pelan. "Segera bergerak! Kita sikat malam ini!"

Persiapan operasi penangkapan dimulai. Namun, masalah baru muncul: kekurangan personel.

"Kita masuk gunung jam dua pagi. Medan Tebing Elang itu rumit. Minimal butuh 300 personel buat bikin tiga lapis jaring pengepungan," lapor wakil operasional. "Masalahnya, hari ini ada tiga event besar di Jakarta. Kalau kita tarik pasukan, kota bakal kosong."

Wajah Komandan Rendy menggelap. Dia mencoba menelepon atasan di Polda dan Komandan Zainuddin di Bandung—kota tetangga yang jaraknya masuk akal untuk bantuan darurat.

"Pak Ren," suara Komandan Zainuddin terdengar santai tapi menyebalkan dari ujung telepon. "Bukannya saya pelit nggak mau pinjamkan orang. Tapi modal kalian cuma satu foto punggung buram, analisis teks panjang lebar, dan... tiga lembar gambar pemandangan sketsa tangan?"

Jeda sejenak. "Pak Ren, situ lagi ngajak saya main rumah-rumahan?"

Para polisi di pusat komando terdiam, menahan kesal.

"Secara mental saya dukung kamu, Pak. Semangat ya, saya tunggu kabar baiknya besok pagi! Bye!"

Tuut... tuut...

Rendy mengepalkan tinjunya kuat-kuat. Salsa yang melihat kejadian itu kaget. Ternyata drama birokrasi dan saling remeh antar-instansi itu nyata adanya.

Rendy menghela napas panjang, lalu menatap tajam ke arah timnya. "Tiga ratus ya tiga ratus! Saya nggak percaya tiga ratus orang kita nggak bisa ngeringkus satu orang itu! Kalian punya nyali nggak buat sikat kasus yang dua provinsi lain nggak becus selesaikan ini?!"

"SIAP, PUNYA!"

Teriakan serempak itu menggema, membuat darah Salsa ikut mendidih. Semangat 45!

Malam turun. Puluhan mobil polisi meluncur tanpa sirine, menyelinap seperti kawanan serigala menuju Tebing Elang.

Pukul 01.25 dini hari. Kaki Bukit Tebing Elang.

Tiga ratus personel berseragam taktis merembes masuk hutan. Salsa berjalan di belakang Polwan Lenny, jantungnya berdegup kencang. Saat awan menutupi bulan, kaki Salsa terperosok ke tanah gembur.

Krak!

Sepatu botnya menginjak sesuatu yang keras dan rapuh. Bunyi patahan yang renyah itu bikin bulu kuduk berdiri. Salsa membeku. Dia tidak berani menunduk, tapi rasanya dia baru saja menginjak tulang belulang.

"Jangan panik," bisik Lenny sambil menggenggam tangan Salsa. "Tempel saya terus."

Suasana kuburan tua itu mengerikan. Nisan-nisan miring tampak seperti bayangan orang bungkuk yang mengawasi. Angin mendesis melewati rumput kering.

"Target terlihat! Arah Timur Laut, waspada!"

Suara dari walkie-talkie meledak tiba-tiba. Salsa kaget setengah mati. Itu arah mereka!

Puluhan senter taktis menyala serentak, membelah kegelapan. Mata Salsa menangkap bayangan hitam yang meliuk di antara nisan. Gerakannya sangat cepat, jelas terlatih.

Dia mencoba menerobos barikade polisi, tapi kepungan sudah terlalu rapat. Si pembunuh, dengan mata merah menyala di balik topinya, memindai situasi. Tatapannya jatuh pada Salsa—satu-satunya yang terlihat paling lemah dan tidak berbahaya di situ.

Si pembunuh melesat seperti setan ke arah Salsa. Tangannya menggapai, hendak menjadikan Salsa sandera!

Salsa panik, tapi refleksnya bekerja lebih cepat dari otaknya. Dia menyodorkan tangannya yang memakai sarung tangan listrik, menampar sembarangan ke arah pelaku.

BZZZTTT—!

Percikan listrik biru meledak di kegelapan.

Si tersangka kejang-kejang seperti zombi tersambar petir, lalu ambruk ke tanah. Jemarinya masih mencakar tanah dengan sisa tenaga, tidak terima dikalahkan semudah itu.

"JANGAN BERGERAK!"

Belasan petugas langsung menindih tubuhnya. Suara borgol berbunyi "Klik!" yang indah.

Adit menyenggol kaki si pembunuh dengan ujung sepatunya sambil terkekeh. "Milih kok milih Bu Bos Salsa? Salah sasaran, Bung. Niat cari mangsa empuk, eh malah apes."

Salsa melepas sarung tangannya dengan tangan gemetar. "Astaga, jantungku mau copot rasanya."

"Salsa, tadi itu keren banget lho! Refleksnya juara!" puji Lenny sambil menepuk punggungnya.

Operasi sukses besar! Pembunuh berantai yang buron dua bulan di dua provinsi, diringkus Polres Jakarta begitu dia berani menampakkan hidung.

Sambil berjalan turun gunung, suasana berubah cair. Komandan Rendy sudah menyiapkan "amunisi" di bawah: hotpot instan, ayam goreng, bahkan piza. Mata para polisi yang kelaparan langsung hijau melihat makanan.

Salsa yang baru sampai di mobil dinasnya langsung jadi sasaran "sedekah".

"Mbak Salsa, nih popcorn chicken!"

"Mbak, ini jus apel buatan istri saya, seger banget!"

Pangkuan Salsa penuh makanan. Adit, si biang gosip, sudah mulai berkoar-koar ke anggota lain yang baru turun.

"Tahu nggak siapa yang bikin KO si pembunuh?" Adit pasang tampang dramatis. "Dia ngincer Mbak Salsa, mau nyandera. Tapi Mbak Salsa kita ini santai banget. Set... menghindar dikit, langsung PLAK! Sarung tangan listrik nempel! Si pembunuh langsung K.O!"

Semua orang berdecak kagum. Salsa cuma bisa tertawa garing, malu sendiri.

Sementara itu, Komandan Rendy sedang sibuk menelepon dengan nada suara yang sedikit sombong tapi puas. Waktunya pamer.

"Halo? Polres Bandung ya? Iya, buronan yang kalian cari itu lho... barusan udah kita tangkap. Tolong sampein ke Komandan Zainuddin ya. Katanya dia minta dikabari kalau ada berita bagus. Pastiin sampe ke kuping dia ya!"

"Halo Pak Burhan? Belum tidur kan?"

"Iya, rilis pers siapin sekarang! Viralkan! Biar semua tahu, buronan yang lolos di tempat lain, begitu nongol di Jakarta langsung kelar hidupnya!"

Salsa tertawa kecil melihat tingkah bosnya. Ternyata pejabat tinggi pun bisa narsis kalau lagi menang banyak.

Sampai di rumah, Salsa cuma cuci muka ala kadarnya lalu langsung tepar di kasur. Dia baru bangun jam setengah dua siang keesokan harinya.

Ada pesan manis dari orang tuanya di meja makan, memberitahu soal makanan di microwave. Salsa tersenyum hangat.

Namun, senyumnya berubah jadi ekspresi kaget saat menyalakan ponselnya.

Ada tiga panggilan tak terjawab dan satu pesan masuk.

Semuanya dari aktor terkenal, Arga Mahendra.

"Hah?" Salsa mengucek mata, takut salah lihat. "Ngapain artis nelpon gue siang bolong gini?"

1
tutiana
seru banget
tutiana
seru banget Thor,
next
Tini Rizki
lanjutkan
sahabat pena
menegangkan
Lala Kusumah
lanjuuuuuuuuut tanggung nih....please 🙏🙏🙏
Reni Syahra
baguusss
Reni Syahra
👍👍👍👍👍
lia kusumadewi
kuereennn pokoke mb salsa ini👍👍😍😍
lanjuttt....
Lala Kusumah
pokoke Salsa kereeeeeennn n hebaaaaaatt, ba bowuuuuuu 😍😍👍👍👍👍💪💪💪💪
renren syahra
wkwkwkwk
keren juga Salsa. lanjutttt
Lala Kusumah
tegaaaanng 😵‍💫😵‍💫🫣🫣🫣
Lala Kusumah
misi lagi nih Salsa 🙏🙏🙏
Reni Syahra
waooowwww kerennn..
bsk2 banyakin lagi ya thoe😍💪
ganbattee
Lala Kusumah
Alhamdulillah rezeki anak Sholehah itu Salsa 🤲🤲🙏🙏😍😍👍👍
Lala Kusumah
tegaaaanng banget 😵‍💫😵‍💫🫣🫣
sahabat pena
media pers nya parah nih.. org lagi bertaruh nyawa. dibuat konten kreator.. ayuk salsa selamat kan arga dan ponakan nya💪💪💪💪
Lala Kusumah
cepat tolong Arga ya Salsa 🙏🙏🙏
Lala Kusumah
nah loh....
Tini Rizki
keren bikin penasaran lanjut Thor
Lala Kusumah
Alhamdulillah Salsa, rezeki anak Sholehah 🙏🙏👍👍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!