NovelToon NovelToon
Danke, Häschen !!!

Danke, Häschen !!!

Status: tamat
Genre:Romantis / Perjodohan / Nikahmuda / Mafia / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Dijodohkan Orang Tua / Tamat
Popularitas:1.2M
Nilai: 4.8
Nama Author: Mei Shin Manalu

Erie, seorang gadis berusia 19 tahun yang mempunyai nasib malang, secara tiba-tiba dinikahkan oleh bibi angkatnya dengan pria bernama Elden. Tidak hanya bersikap dingin, pria tampan nan kaya raya itu juga terkesan misterius seperti sedang menyembunyikan sesuatu dari Erie. Kira-kira bagaimana cara Erie bertahan di dalam pernikahannya? Apakah Erie bisa merebut hati sang suami ketika ia tahu ternyata ada wanita lain yang menempati posisi istimewa di dalam hidup suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei Shin Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Losing Him

Elden terduduk di kursi ruang kerjanya. Ia melepaskan dasi dari kemejanya dan melemparnya sembarangan. Ia mengusap-usap wajahnya dengan kasar. Elden tidak menyangka peristiwa tadi bisa terjadi. Seumur hidupnya tak pernah sedikit pun terlintas di benaknya untuk memukul Erie.

Kejadian tadi kembali terbayang oleh Elden. Ia menggeram dan mengacak-acak rambutnya karena kesal. Meskipun ia sudah meminta maaf pada Erie, namun rasa bersalah masih saja menghantuinya. Ingin sekali rasanya ia mematahkan tangannya saat itu.

"Tuan, apakah saya boleh masuk?" kata Mario dari balik pintu ruangan kerja Elden. Sebenarnya pikirannya sedang kacau sekarang. Namun, ia tengah berburu dengan waktu. Semakin cepat mendapatkan penjelasan dari Mario tentang kejadian hari ini, maka akan semakin mudah bagi Elden.

"Masuklah," ucap Elden.

Mario membuka pintu dan masuk. Ia berjalan mendekati Elden dan bersimpuh di bawah kaki majikannya itu. "Maafkan saya, Tuan," ujarnya mengulang kata-katanya tadi.

"Apakah kau lupa dengan sumpahmu, Mario?"

"Saya sama sekali tidak melupakannya, Tuan." "Maafkan saya."

"Lalu apa yang membuatmu membantah perintahku?"

Mario terdiam. Ia menarik konsentrasinya untuk mencari alasan atas tindakannya yang melanggar perintah Elden. Sebenarnya tidak ada alasan khusus. Ia hanya tidak bisa melawan Erie karena Erie punya tatapan mata yang sama seperti Elden. Ketika perempuan itu meminta tolong padanya, ia seolah melihat Elden. Namun, bukan sosok Elden yang ada di hadapannya. Elden yang Mario lihat di dalam diri Erie adalah sosok Elden di masa lalu, saat pria itu berbicara kepadanya sebagai seorang teman.

"Karena Nyonya menganggap saya sebagai teman, Tuan," kata Mario sembari menundukkan kepalanya. Payah! Dari semua hal yang ada di dalam benaknya, mengapa ia malah mengucapkan kalimat tak masuk akal seperti itu?

"Apa yang barusan kau ucapkan?" tanya Elden lagi. Ia seolah tak mendengar perkataan Mario.

"Nyonya menganggap saya sebagai teman, Tuan. Tidak hanya saya, Nyonya juga sudah menganggap Dicken sebagai teman beliau."

Elden tersentak. Ia sungguh terkejut. Pria itu memijat kepalanya yang mulai terasa pusing. "Pergi dari sini," perintahnya kepada Mario.

"Maafkan saya, Tuan," ucap Mario lagi lalu ia berdiri. Mario menunduk untuk memberikan tanda hormat kepada Elden. Sebelum meninggalkan ruangan itu, Elden berkata lagi, "Jika dia menganggapmu sebagai teman, maka kau harus menunjukkan loyalitasmu sebagai teman padanya." Mario mengangguk lalu keluar dari ruangan Elden.

XXXXX

Di saat yang sama, Erie masih setia berdiri di atas balkon kamarnya. Bahkan ketika sang surya telah meninggalkan langit dan digantikan oleh sinar redup dari bulan, perempuan itu masih enggan beranjak dari tempatnya. Ia memandangi kelap kelip bintang sambil mengingat perbincangannya dengan Dicken.

Flashback On

"Nyonya, apakah Anda baik-baik saja?" kata Dicken memulai percakapan dengan Erie.

"Tentu. Kau bisa lihat, aku baik-baik saja sekarang." Erie ingin bersikap angkuh di depan Dicken agar penampilannya bisa terlihat baik-baik saja, walaupun hatinya tak merasakan itu.

"Maafkan saya, Nyonya." Dicken menunduk sedih. Dari nada bicaranya sepertinya laki-laki itu sangat menyesal.

Erie menatap heran dengan perkataan Dicken. Namun, Erie mengira perkataan itu dilontarkan karena Dicken berpikir bahwa dirinya telah gagal melindungi Erie. "Tak apa Dicken. Aku sudah sehat. Lagipula semua sudah berlalu. Aku merasa senang bisa bertemu denganmu saat ini," kata Erie sambil tersenyum.

Dicken tertegun. Kemudian perlahan-lahan ia mengangkat kepalanya. "Seharusnya Anda tak boleh memaafkan saya semudah itu, Nyonya." Dicken membuka gelangnya. "Saya ingin berikan ini pada Anda," katanya sambil mengenakan gelang hitam itu kepada Erie.

"Kenapa kau memberikan barang yang sangat berharga bagimu kepada orang lain?" tutur Erie seraya melihat gelang yang kini berada di pergelangan tangannya. Gelang tersebut adalah benda yang selalu digunakan Dicken kemanapun laki-laki itu pergi.

Dicken tersenyum. "Anda bukan orang lain, Nyonya. Selama di dalam penjara saya baru menyadari bahwa Anda adalah orang yang sangat berharga bagi adik saya."

Erie mengernyitkan dahi. "Adikmu?"

"Ya adik saya. Namanya Syela Clovis. Gadis yang delapan tahun lalu menjadi teman Anda di panti asuhan."

Erie tersentak. Jadi benar apa yang ia rasakan selama ini tentang Dicken. Gelangnya, senyumannya dan kesukaannya sangat mirip dengan Syela. Hampir-hampir ia merasa tidak waras karena berpikir teman masa kecilnya itu hidup kembali.

"Apakah Anda ingat gelang ini, Nyonya? Berulang kali saya berpikir mengapa adik kecil saya mau memberikan barang yang sangat berharga keluarga Clovis kepada Anda. Tapi setelah saya mengetahuinya, saya pun setuju dengan tindakannya," ucap Dicken sambil memejamkan matanya membayangkan wajah Syela. "Selama ini saya sudah mengawasi Syela. Hanya saja, saya tidak berani untuk menunjukkan diri dihadapannya. Saya takut, adik saya itu tidak akan menerima saya. Namun, sebentar lagi saya---" Dicken menghentikan ucapannya sejenak. Ia membuka matanya dan memberanikan diri untuk menatap Erie. "Sebentar lagi saya akan menemui adik saya," gumamnya pelan.

Erie benar-benar terkejut dengan penuturan Dicken. "Apa maksudmu?"

Dicken menarik napas panjang dan menghembuskannya secara berlahan. "Cepat atau lambat, saya akan meninggalkan dunia ini, Nyonya."

"Apa?!" Erie terguncang. Matanya nanar tapi ia bisa menahan untuk tidak sampai membiarkan air matanya terjatuh. "Apa sebenarnya yang terjadi Dicken?" Erie menatap Dicken dengan tatapan tidak percaya. "Apakah kesalahanmu begitu berat? Apakah Elden akan menghukummu seperti itu?" Erie menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kau tenang saja Dicken. Aku akan memohon kepadanya untuk mem---"

"Tidak Nyonya!" sanggah Dicken. "Kesalahan saya memang sangat berat. Bahkan saya tidak tahu apakah adik saya sendiri mau memaafkan kesalahan saya. Dan percayalah Nyonya, apa yang dilakukan Tuan Elden adalah sesuatu yang benar," sambungnya.

Erie menundukkan kepalanya. Perempuan itu tak kuasa lagi untuk menahan air matanya. Dengan tangan yang diborgol Dicken menyentuh tangan Erie. Ia menggenggam tangan sahabat adiknya itu dengan lemah. "Mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita, Nyonya. Tapi ada satu hal yang harus Anda ingat, Nyonya. Apa yang Anda lihat tidaklah sepenuhnya benar dan apa yang Anda dengar tidaklah sepenuhnya kenyataan." Dicken menarik tangannya dari tangan Erie. "Gelang itu akan memberitahukan Anda tentang kebenaran yang sesungguhnya."

Sebelum Erie mengeluarkan suara untuk berbicara lagi, Elden tiba-tiba saja muncul di samping Erie. Pria itu menarik tangan Erie dengan kasar dan menyeretnya ke dalam mobil.

Flashback Off

Erie menatap gelang yang diberikan Dicken sekilas. Kemudian ia kembali memandang gelapnya langit malam. Benaknya mengumpulkan keping demi keping kenangan tentang Syela yang berusaha ia lupakan. Kadang ia meneteskan air mata, kadang ia tersenyum. Kepalanya begitu sakit atas kejadian hari ini. Apa sebenarnya yang terjadi? Apa yang telah ia lewatkan selama ini? Erie terus berpikir keras hingga dahinya berkerut.

XXXXXX

Hari masih menunjukkan pukul satu siang. Elden dan Erie menyantap makan siang mereka di ruang makan di dalam rumah. Hari ini adalah hari minggu. Kebetulan sekali Elden tidak ada pekerjaan yang biasa ia lakukan di hari Minggu sehingga mereka dapat makan bersama seperti saat ini.

Tuan, ada telepon untuk Anda, kata Mario sambil menyerahkan ponsel kepada Elden.

Elden mengelap bibirnya dengan serbetnya, kemudian mengambil ponselnya. "Halo," ucapnya kepada orang yang meneleponnya.

"-------"

"Apakah sudah saatnya?"

"-------"

"Baiklah. Bawa Dicken ke sana." Elden memutuskan panggilannya dan memasukkan ponsel itu ke dalam saku celananya.

DEG!

Seketika Erie merasakan ketakutan saat Elden menyebutkan nama Dicken. Perempuan itu menghentikan aktivitas makannya dan meletakkan sendok di atas piring. Apa yang akan dilakukan Elden kepada Dicken? Kemana pria itu akan membawa Dicken?

Erie menatap Elden yang tengah memakai jasnya. "Kau mau kemana?" Elden tidak menjawab. Pria itu hanya menoleh ke arah Erie sejenak kemudian melangkahkan kakinya. Melihat hal itu Erie bergegas mencegat Elden. "Apa kau akan membunuh Dicken?" tanya Erie yang sontak menghentikan langkah Elden.

Elden kembali tidak menjawab ucapan Erie. Ia membalikkan tubuhnya dan menatap Erie dengan tatapan dingin. Dari kedua bola mata hazel itu, Erie seolah menangkap rasa kebencian yang besar. Entah rasa benci itu ditunjukan Elden kepada siapa dan atas dasar apa.

Erie masih berusaha. Kali ini ia mendekati Elden yang masih berdiri di sana. "Tidak bisakah kau memaafkannya untuk sekali ini?" ucapnya. Namun, lagi-lagi Elden mengunci rapat-rapat mulutnya. Pria itu berjalan mengabaikan Erie yang ada di hadapannya.

Erie merasakan tubuhnya mulai melemas. Ia kemudian terjatuh. "Maafkan dia, Elden. Aku mohon! Untuk sekali ini saja. Aku berjanji tidak akan melanggar perintahmu lagi! Aku akan menuruti semua perkataanmu! Aku berhutang nyawa pada adiknya, biarkan aku menyelamatkan nyawa kakaknya, Elden," tutur perempuan itu sambil menangis.

Ucapan Erie kembali bisa menghentikan langkah Elden. Pria itu membalikkan tubuhnya dan memandang Erie yang terduduk di lantai. Tak sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Kemudian, ia memutar tubuhnya kembali. Kali ini ia benar-benar meninggalkan Erie meskipun istrinya itu memanggil namanya berkali-kali.

Mario berjalan menghampiri Erie. Memapah perempuan itu dan mendudukkannya di salah satu kursi di ruang makan tersebut.

"Apa yang akan dilakukan Elden, Mario?" kata Erie dengan nada sedih.

"Saya tidak tahu, Nyonya."

"Tidak mungkin kau tidak mengetahuinya Mario! Kau adalah orang kepercayaannya."

"Tapi kali ini Tuan ingin menanganinya sendiri, Nyonya. Saya benar-benar tidak tahu apa rencana Tuan. Sebaiknya kita menunggu."

XXXXX

Selang satu jam Erie menunggu Elden. Namun, tidak ada tanda-tanda kepulangan dari suaminya itu. Erie mulai gelisah. "Kau benar-benar tidak tahu di mana Elden?" tanya Erie kepada Mario yang duduk tak jauh darinya. Laki-laki itu hanya menggelengkan kepalanya.

"Ayolah Mario, sudah bertahun-tahun kau bersamanya, apakah kau tidak memiliki cara untuk mengetahui keberadaannya? Kau lebih mengerti tentang Elden dibandingkan orang lain di sini."

"Maafkan saya, Nyonya. Saya benar-benar tidak tahu."

"Kau bukannya tidak tahu kan? Kau hanya tidak ingin memberitahuku. Baiklah."

Erie bangkit berdiri. Ia berjalan ke arah dapur. Perempuan itu mengambil sebuah pisau dan mengancam akan melukai dirinya sendiri di hadapan Mario. "Katakan padaku atau aku akan menggoreskan pisau ini ke tanganku," ancam Erie.

Mario yang melihat itu berusaha menghentikan tindakan nekat Erie. "Tenanglah Nyonya. Baiklah, baiklah. Saya akan mencari cara untuk menemukan Tuan dan Dicken."

"Kau serius?"

"Iya, Nyonya. Sekarang, berikan benda itu kepada saya."

"Kau tidak akan berbohong padaku kan?"

"Saya tidak pernah melanggar janji saya, Nyonya."

"Baiklah." Erie luluh. Ia menyerahkan pisau yang ada di tangannya kepada Mario. Sebenarnya ia tidak berniat untuk mati. Hanya saja, itu adalah satu-satunya cara agar Mario mau menuruti ucapannya.

Mario berpikir sejenak. Kemudian, ia menghubungi seseorang dan berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti Erie.

"Bagaimana?" kata Erie ketika melihat Mario memasukkan ponselnya.

"Sepertinya Tuan berada di gudang di pinggir kota."

Mata Erie mulai berbinar. "Kau tahu di mana tempatnya?"

Mario menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu antarkan aku ke sana."

"Tapi Nyonya---"

"Jangan langgar janjimu, Mario. Ayo cepat antarkan aku ke sana."

Dengan ragu, Mario membawa Erie ke dalam mobilnya. Di dalam mobil itu, Mario sibuk menghubungi banyak orang. Dari gelagatnya yang gelisah, Erie yakin bahwa telah terjadi sesuatu di sana. Mario bahkan tidak segan-segan lagi mengeluarkan pistolnya di dalam mobil itu. Ia juga memasang sebuah alat di telinganya. Alat yang selalu Erie lihat jika Dicken sedang menemaninya ketika mereka berada jauh dari rumah.

Mario benar-benar mengantarkan Erie ke gudang tempat Elden berada. Sesampainya di tersebut, Erie terkejut mendengar tiga kali suara tembakan. Suara itu berasal dari dalam gudang. Secepat mungkin Erie keluar dari mobil dan berlari menuju ke dalam gudang. Mario ikut berlari. Ia berada dekat Erie sambil memantau situasi.

Ketika tiba di dalam gudang, Erie terkejut melihat Elden tengah mengacungkan pistol ke arah depan. Erie mengikuti arah pistolnya dan melihat seorang pria sedang terkapar di lantai. Perempuan itu memperhatikan orang itu dengan seksama. Tidak mungkin! Erie berusaha menghilangkan prasangka buruk yang ada di benaknya.

Pelan-pelan Erie berjalan mendekati orang yang terkapar itu. Setelah wajah laki-laki tersebut terlihat, Erie tercengang. Ternyata orang itu adalah Dicken. Tubuh Erie bergetar dan lemas melihat tubuh Dicken yang bersimbah darah. Darah itu berasal dari kepala kanannya yang tertembak sebuah peluru.

Erie terjatuh di samping Dicken dan menangis dengan kencang. Ia mendekatkan kepalanya ke dada Dicken. Jantungnya masih berdetak. Ia segera menoleh ke arah Elden. Namun, suaminya itu tidak ada. Begitu juga dengan Mario yang mengikutinya. Erie ingin keluar untuk meminta bantuan, tapi tangan Dicken menghentikan Erie.

"Nyonya," ucap Dicken pelan. Ia mengumpulkan semua energinya untuk melihat wajah perempuan yang ada di dekatnya itu.

Erie menggenggam tangan Dicken. "Tenanglah, Dicken. Aku akan meminta bantuan. Kau akan selamat," tutur Erie mencoba meyakinkan Dicken meskipun ia sendiri merasa panik.

Dicken membalas genggaman tangan Erie dengan lemah. "Maafkan saya, Nyonya dan terima kasih telah menjadi teman Syela dan juga saya," ucapnya dengan napas tersengal-sengal.

Erie menangis mendengar perkataan Dicken. "Jangan berbicara lagi! Tunggulah di sini. Aku akan meminta bantuan."

Dicken menguatkan genggamannya untuk mencegah kepergian Erie. "Nyonya, saya sangat senang bertemu dengan Anda," katanya. Dicken genggamannya terlepas dari tangan Erie. "Vallerie Leontyne," ucap Dicken lagi memanggil nama majikannya itu. Dicken menarik napas panjang dan menghembuskannya untuk terakhir kalinya. Kemudian laki-laki itu menutup mata. Ia pergi meninggalkan dunia ini. Dunia yang sangat kejam dan kelam.

"Dicken! Bangun! Aku bilang bangun!" teriak Erie saat melihat Dicken menutup matanya. "Dicken ini perintah! Bangun!" Erie terus menerus memanggil nama pengawal pribadinya itu sambil terisak.

XXXXX

Dukung novel ini dengan tinggalkan like, comment dan vote...

Danke ♥️

By: Mei Shin Manalu

1
sakura
...
Virgo Girl
Baru mampir Kak. Awal yg cukup menarik ❤❤
refi Tanjungpinang
amazing proud off u
Youleannaa
bagus
Rieenee
ini tahun 2020 skrg aku datang lagi di tahun 2024 tuk baca kembali novel ini
Rieenee
terima kasih mei sudah membuat novel yg bagus ini aku mampir lagi k sini setelah cukup lama ga buka aplikasi ini
Aerik_chan
Kak aku tunggu karya kakak di platform ini
Almeera
elden juga suka nyelup sm jessi padahal sudh ada istri nya si eri
katanya bucin
Mina Rasi
aku kalau punya tante macam betty tu, udah ku kasih racun dia 😭😭
Ibu Endang
keren thor dr awal baca sampai akhir cerita sangat menarik, banyak rasa greget dihati dlm setiap babnya. menarik dan untuk mu thor semangat dalam menulis novel💪💪💪
Ibu Endang
membaca sampai bab ini sungguh menguras air mata thor,
Aba Bidol
💐
Sekar Nur Noviyanti
woooow keren
Sekar Nur Noviyanti
woooow keren
Liliana
Mereka bersaudara
Idasesoega
jika suatu saat kau tdk... pistolku dst

apa BAWA ya...
Allessha Nayyaka
Mantap karyamu othor
Kl diangkat ke layar lebar pasti penonton nya kyk semut antrinya
Allessha Nayyaka
satu kata untuk karyamu thoor

kereeen
Fawas Aficieanna
penggambaran yg sangat menyentuh untuk cinta elden yg luar biasa ke erie😍
Fawas Aficieanna
bagus banget ceritanya menyentuh hati
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!