Chen Lin, sang mantan agen rahasia, mendapati dirinya terlempar ke dalam komik kiamat zombie yang ia baca. Sialnya, ia kini adalah karakter umpan meriam yang ditakdirkan mati tragis di tangan Protagonis Wanita asli. Lebih rumit lagi, ia membawa serta adik laki-laki yang baru berusia lima tahun, yang merupakan karakter sampingan dalam komik itu.
Sistem yang seharusnya menjadi panduan malah kabur, hanya mewariskan satu hal: Sebuah Bus Tua . Bus itu ternyata adalah "System's Gift" yang bisa diubah menjadi benteng berjalan dan lahan pertanian sub-dimensi hanya dengan mengumpulkan Inti Kristal dari para zombie.
Untuk menghindari kematiannya yang sudah tertulis dan melindungi adiknya, Chen Lin memutuskan untuk mengubah takdir. Berbekal keterampilan bertahan hidup elit dan Bus System yang terus di-upgrade, ia akan meninggalkan jalur pertempuran dan menjadi pedagang makanan paling aman dan paling dicari di tengah kehancuran akhir zaman!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si kecil pemimpi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbekyu
Hari-hari berlalu tanpa terasa. Selain membasmi zombie, mereka juga rutin mengambil misi—walaupun hanya kategori mudah. Anehya, selama perjalanan panjang itu mereka tidak bertemu satu pun manusia. Tidak ada konvoi, tidak ada kelompok penyintas yang tertinggal, tidak ada tanda kehidupan. Seolah dunia telah terbagi menjadi dua kemungkinan saja:
mereka sudah bergabung dengan konvoi menuju pangkalan… atau mereka semua telah menjadi zombie.
Setiap kali mereka melewati kota kecil atau perkampungan yang relatif aman, mereka akan berhenti. Untuk mengumpulkan perbekalan. Dan seperti biasa, Chen Wei dan Ying Ying tidak pernah dilupakan. Mereka selalu membawa pulang berbagai mainan agar dua bocah itu tidak bosan selama perjalanan. Boneka kain, balok kayu, buku bergambar, bahkan mobil-mobilan kecil yang masih bisa berfungsi—apa pun yang bisa membuat anak-anak itu tidak merasa bosan
Sementara itu, kekuatan mereka melonjak pesat.
Chen Lin dan Jin Rang sudah mencapai pertengahan level satu, sedangkan yang lain akhirnya berhasil mencapai level satu. Gaya bertempur mereka pun semakin matang. Zombie biasa? Itu sudah bukan ancaman lagi, kecuali jika jumlahnya mencapai ribuan dan datang seperti gelombang air bah.
Hari itu mereka sedang berada di ruang tanam. Waktu panen sudah tiba. Semua orang sibuk.
Ying Ying dibiarkan merangkak santai di rerumputan kosong yang lembut—tentu saja tetap dalam jangkauan pandangan mereka. Chen Wei sesekali mengawasinya sambil menggoyang boneka kelinci yang membuat adiknya tertawa cekikikan.
Untung saja mereka kini sudah memiliki poin cukup untuk membeli berbagai alat pertanian dari mall sistem. Sistem menyediakan alat panen canggih, sejenis “mini combine harvester” versi futuristik, yang ukurannya kecil tetapi memiliki fungsi jauh lebih lengkap daripada mesin biasa.
Tidak membutuhkan bahan bakar, cukup energi kristal yang jauh lebih hemat.Tidak bising, dan dapat menyortir hasil panen secara otomatis—memisahkan gabah, tangkai, dan sekam dalam satu proses.
Serta kecepatan panen tiga kali lipat dari mesin normal walaupun ukurannya kecil, cukup diarahkan dan mesin bekerja otomatis.
Karena itulah Chen Lin akhirnya menelan ludah dan memutuskan membeli dua unit mesin panen, satu khusus untuk padi dan satu lagi untuk gandum. Harganya sangat mahal, sampai-sampai Chen Lin merasa sakit sampai ke tulang seharian penuh hanya dengan mengingat jumlah poin yang menghilang dalam sekejap.
Jin Rang dan Wen Tao masing-masing mengoperasikan satu mesin. Suara dengungan halus memenuhi ruangan ketika butiran padi dan gandum yang menguning dipanen dengan efisien.
Sementara itu Chen Lin, Chen Wei, dan Mei Yiran memanen kentang—lalu menumpuknya di gudang baru yang mereka bangun. Gudang itu dibuat dari baja ringan yang didapat dari sistem, kuat, tahan karat, dan proses pemasangannya sangat cepat… tentu saja menghabiskan poin lagi.
Setelah semua perhitungan, poin mereka kini tinggal 25.000.
Jumlah yang membuat jantung Chen Lin sedikit nyeri.
Karena satu hal: untuk meningkatkan level pertanian ke level dua, dibutuhkan tepat 25.000 poin.
Namun Chen Lin hanya memijit pelipis dan menggeleng.
Tidak sekarang.
Poin yang mereka kumpulkan selama berhari-hari, dengan pertarungan, keringat, dan risiko mati setiap saat—tidak mungkin langsung dihabiskan begitu saja.
Yang lain setuju. Mereka sudah bekerja terlalu keras untuk mendapatkannya.
Malam itu, setelah seharian penuh memanen, menanam kembali dan membereskan gudang, mereka akhirnya berhenti di sebuah lahan luas yang cukup rata.
Bus besar itu diparkir miring, dan di bawah kolongnya yang tinggi, cahaya lampu portable menggantung redup. Angin malam membawa aroma tanah lembap—satu-satunya hal yang masih terasa “hidup” di dunia yang porak-poranda itu.
“Berbekyu,” ujar Chen Lin tiba-tiba, menepuk-nepuk kedua tangannya seolah baru menemukan ide jenius.
“Kita belum makan enak selama seminggu.”
Semua langsung menoleh. Wen Tao yang sedang mencuci peralatan langsung mematung. Jin Rang yang sedang merapikan senapan hampir menjatuhkannya. Mei Yiran bahkan sempat mengedipkan mata dua kali sebelum bicara.
“Kau… mau memanggang daging malam-malam… di luar… Bukankah kita mengundang zombie…? Apa kau baik-baik saja?” Mei Yiran memandang Chen Lin dengan tidak percaya .
Chen Lin hanya menyeringai, menunjuk ke mesin peredam bau—alat mungil bentuk tabung yang ia beli dari sistem dengan harga setengah mati.
“Tenang. Aku sudah beli ini. Sistem bilang bisa meredam bau makanan dan asap dalam radius lima puluh meter. Jadi mari kita manfaatkan sebaik mungkin.”
"Bukankah kau bilang sedang hemat? Ini belum satu jam loh omonganmu tadi! " hardik Wen Tao
Chen Lin berbohong tanpa mengedipkan matanya
"Kepencet"
Omongan...omongan siapa yang tidak bisa dipercaya? omongannya pecinta kuliner!!!
"Ayo ayo udah terlanjur" desak Chen Lin
Matamu!!!
Semuanya menghela napas panjang. Ah, kalau sudah begini… sudahlah. Ini Chen Lin. Sirkuit otaknya memang tidak bisa dipahami manusia normal.
Tak lama kemudian.....
Mei Yiran sibuk memotong sayuran dengan cepat seperti chef profesional, tapi setiap kali ia selesai menyusun satu piring, Chen Wei datang dan mengambil wortel mentah untuk dimakan begitu saja. Ying Ying yang baru belajar berjalan ikut-ikutan, memegang tomat lalu menjatuhkannya karena terlalu licin.
“Tidak, bukan itu! Itu untuk salad!” Mei Yiran ribut, mengambil kembali apa pun yang bisa diselamatkan dari tangan dua balita itu.
Di sisi lain, Wen Tao mencoba menyalakan panggangan portable. Tiga kali gagal karena lupa membuka penutup ventilasi.
“Woi lah, mending bunuh zombie ini mah,” gerutunya.
Jin Rang tertawa sambil membawa bumbu-bumbu yang ia racik tadi sore. “Itu karena kamu payah.”
Wen Tao mendelik tak terima.
Chen Lin? Dia menyiapkan daging dengan penuh semangat—lebih semangat daripada saat membunuh zombie. Ia bahkan membuat marinade baru, mencampur madu, cabai, dan kecap.
"Apa ini? " Tanya Wen Tao setengah jijik
“Ini… eksperimental,” ujarnya bangga.
“Kau yakin tidak akan membuat kami keracunan?” Wen Tao mengendus baunya dan menyimpan kembali dengan jijik.
“Tenang. Aku sudah coba sedikit tadi. Lumayan.”
“Lumayan itu kadang berarti nyaris gagal” gumam Wen Tao.
Saat akhirnya panggangan menyala, aroma daging mulai tersebar… meski sudah diredam, tetap menggugah selera.
Cahaya api kecil memantul di wajah mereka, membuat suasana hangat meski dunia di sekitarnya dingin dan sunyi. Untuk beberapa saat, suara dengungan malam, tawa kecil Ying Ying, dan aroma daging membuat semuanya terasa seperti hari-hari normal—sebelum dunia hancur.
Chen Wei duduk di pangkuan Chen Lin, menggigit ayam panggang kecil buatan Mei Yiran. Anak itu mengunyah bahagia, bahkan menepuk-nepuk bahu Wen Tao, meminta tambah. Ying Ying juga ikut mengoceh sambil menjulurkan tangan untuk roti bakar.
“Kalau zombie datang, aku salahkan kau,” kata Wen Tao sambil membolak-balik daging.
Chen Lin mengangkat bahu. “Kalau mereka datang, kita tinggal bakar mereka juga.”
Semua orang ....
...****************...
Ini hanya karangan guys, kalo ada zombie beneran siapa yang bisa sesantai mereka. Untuk keluar aja mungkin kita gak berani🤣