Diambil dari cerita weton Jawa yang populer, dimana seseorang yang lahir di hari tersebut memiliki keistimewaan di luar nalar.
Penampilannya, sikapnya, serta daya tarik yang tidak dimiliki oleh weton-weton yang lain. Keberuntungan tidak selalu menghampirinya. Ujiannya tak main-main, orang tua dan cinta adalah sosok yang menguras hati dan airmata nya.
Tak cukup sampai di situ, banyaknya tekanan membuat hidupnya terasa mengambang, raganya di dunia, namun sebagian jiwanya seperti mengambang, berkelana entahlah kemana.
Makhluk ghaib tak jauh-jauh darinya, ada yang menyukai, ada juga yang membenci.
Semua itu tidak akan berhenti kecuali Wage sudah dewasa lahir batin, matang dalam segala hal. Dia akan menjadi sosok yang kuat, bahkan makhluk halus pun enggan melawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria tua, tetangga Mbah Somo
Buru-buru ia menepis pikiran itu, lagipula Bara teramat sangat menyayanginya. Menunggu beberapa jam sampai bertemu lagi bukanlah hal berat, memadu cinta sepanjang malam adalah obat yang membahagiakan jiwa raga. Dia akan betah.
Wulan menelusuri pagar sayur-mayur yang sudah matang, melihat ke sisi luar, perkebunan kopi yang kemarin berbunga kini sudah menjadi putik. Ia pun membuka pagar dan keluar melihat lebih dekat. Berjalan membelai daun kopi yang segar, dia menyukai apa yang di kerjakan suaminya, semua tanpa terkecuali.
Tapi, langkahnya terhenti ketika melihat seseorang berjalan membawa karung penuh berisi rumput, ia memanggul karung tersebut menuju kandang kambing yang ternyata cukup banyak. Wulan mengikutinya.
Laki-laki itu sibuk memberikan rumput kepada kambing-kambingnya. Wulan memperhatikan, tapi detik berikutnya membuat ia terkejut. Pria itu menoleh dan mengacungkan parang ke arah Wulan.
"Ah! A-ku, a-ku. Istri Bara." ucap Wulan, mengangkat kedua tangannya.
Tapi wajah pria yang mengacungkan parang kepadanya itu tampak tidak asing. Wulan mencoba mengingat sesuatu. Mengingat suatu hal yang tidak boleh dilupakan, mencari peristiwa penting itu dalam pikirannya, dan seketika ingatannya kembali ke masa delapan tahun lalu, dimana ia rela berjalan kaki melewati bukit hanya untuk menemukan seorang dukun yang sudah menghabisi nyawa Arif.
Ya, dia ingat betul pria tua itu. Wajahnya yang buruk, matanya yang buta sebelah, lengkap dengan bekas goresan pisau memanjang hingga ke sudut bibir.
Hari itu dia berteriak. "Ada mayat! Ada Mayat!"
"Mbah Somo!" gumam Wulan.
Sang pria tua pun terkejut, dia menurunkan goloknya perlahan, lalu mundur. Kemudian ia berlari hilang di tengah perkebunan kopi.
Wulan terpaku menyaksikan pria itu menghilang begitu cepat, bahkan rasa terkejutnya masih menguasai diri.
Sejuta pertanyaan muncul di kepalanya tentang Bara. Bagaimana mungkin pria itu kini ada di sini, mengurus ternak milik Bara? Ada hubungan apa dia dengan Bara.
Lalu, kenapa pria itu langsung berlari mendengar Wulan menyebut Mbah Somo. Apa yang dia takutkan?
Wulan jadi sangat penasaran, pertanyaan yang menyerbu pikirannya sudah tidak dapat di tahan. Ia mengikuti jejak kaki pria tua itu, menyibak dahan-dahan kopi yang panjang dan melewatinya.
Dia yakin sekali ada sesuatu yang di sembunyikan perihal Mbah Somo itu. Jika tidak, pria itu tidak akan lari.
"Wulan!" sebuah suara terdengar dari kejauhan. Wulan menoleh, tapi tidak melihat apa-apa karena dia sudah berada jauh dari rumah Bara.
Ia kembali mencari keberadaan pria tua itu meskipun dia tidak tau akan menuju kemana.
"Aneh, harusnya dia tidak jauh dari peternakan jika dia yang mengurusnya. Atau jangan-jangan dia adalah maling?" gumam Wulan, mana mungkin maling memberi makan kambing sambil mengelus-elus ternaknya.
"Wulan! Dek! Kamu dimana?" teriakan Bara semakin terdengar jelas.
Wulan menyadari jejaknya juga sudah pasti tertinggal di tanah perkebunan itu, sama seperti jejak pria tua yang tadi dilihatnya.
"I_" Baru saja akan menjawab Bara, ia melihat gubuk kayu dari kejauhan. Dia pun melangkah menuju ke sana, menyibak dahan-dahan agar memperjelas sesuatu yang di lihatnya itu.
"Dek!"
Wulan terkejut, ia berbalik dengan wajah tegang.
"Kamu mau kemana? Ngapain jalan sampai sejauh ini?" tanya Bara.
Wulan menghembuskan nafas lega, ternyata yang mencekal lengannya adalah Bara.
"Mas, tadi aku melihat seorang pria tua di kandang kambing-kambing mu. Tapi, ketika aku mendekat dia malah mengacungkan parang." cerita Wulan.
"Parang?" tanya Bara, mengerutkan keningnya.
"Iya Mas. Tapi aku merasa wajahnya tidak asing. Aku pernah melihat dia!" kata Wulan.
Bara semakin mengerutkan keningnya, dia menelisik wajah Wulan.
"Pernah melihatnya? Dimana?" tanya Bara.
"Di sebuah kampung, di Lereng bukit Berbatu yang jauh sekali." jawab Wulan.
"Lereng Bukit Berbatu?" tanya Bara menatap tajam Wulan. "Untuk apa kamu kesana Dek?"
"Aku pernah ke sana karena_" Wulan menghentikan ucapannya lantaran tidak mau menyinggung Bara.
"Karena apa?" desak Bara, kini tatapannya berubah dingin, wajahnya pun tampak datar.
Wulan memejamkan matanya sejenak, memilih kata yang tetap agar Bara tidak tersinggung.
"Karena apa?" ulang Bara, nadanya penuh tekanan.
"Karena orang yang membunuh Mas Arif ada di sana."
Bara tercengang, ia menatap wajah istrinya yang polos, tapi ketakutan juga tampak di sana.
Seketika hatinya bergejolak dengan berbagai perasaan yang saling menuntut. Dia benci, dia juga cemburu. Dia ingin marah, tapi juga mencintai.
Matanya memerah menahan amarah, tapi hatinya melarang menyakiti orang yang sangat dicintainya.
"Mas. Maaf." lirih Wulan, melangkah selangkah mendekati Bara. Yang dia pikirkan adalah Bara cemburu, dulu dia mencintai Arif sedalam itu.
"Itu dulu Mas. Sekarang aku mencintaimu." ucapnya.
"Ayo pulang." Ajak Bara, berbalik tanpa menggandeng Wulan.
Wulan pun mengikutinya dari belakang, dia merasa bersalah.
Sepanjang jalan mereka saling diam tanpa sepatah kata. Hingga tiba di dalam rumah dan Wulan langsung masuk ke dalam.
Ia menuju dapur dan mulai membersihkan debu-debu yang menempel. Membongkar peralatan dan mencucinya. Dan malam itu Wulan memilih menginap di rumah Bara, membereskan rumah terasa amat lelah.
"Biar Mas yang masak, kamu duduk saja." ucap Bara, setelah seharian saling diam, kini amarahnya mereda.
Wulan mengangguk, mengamati wajah ganteng suaminya itu kini melunak. Matanya tidak lagi memerah, melainkan teduh dan membuat jatuh cinta.
"Apakah aku harus benar-benar melupakan Mas Arif?" Wulan bergumam di dalam hati. Mengamati punggung suaminya yang gagah, kini sedang berkutat di dapur memasak untuk mereka berdua.
Sebenarnya, keluarga barunya itu teramat sangat bahagia. Bara bertanggung jawab, dewasa, perhatian, dan hangat. Hanya saja, jika sudah di singgung perihal Arif, maka dia akan mengabaikan semuanya. Amarahnya memuncak, pikirannya jadi kacau. Apakah cemburu seperti itu?
"Kalau kamu takut, tinggal di rumah Ibu juga tidak apa-apa." ucap Bara, meletakkan seekor ikan bakar cukup besar dan rebusan daun singkong hangat di depan Wulan. Ia berbalik kembali ke dapur, kemudian membawa semangkuk sambal buah mangga pedas manis beraroma terasi udang. Semuanya tampak menggugah selera, Wulan sudah tidak sabar untuk segera menyantapnya.
"Wulan mau kok, tinggal di sini. Lagipula, di rumah ibu Mas Bara jadi tidak leluasa." melirik Bara sekilas, kemudian meraih piring segera mengisinya.
"Mas tidak leluasa, apa kamu yang pingin leluasa?" Bara mengangkat kedua alisnya, tersenyum menggoda Wulan.
"Wulan lapar." ucap Wulan, menadahkan piringnya, meminta Bara mengambilkan daging ikan untuknya dengan manja.
Bara tersenyum, dengan senang hati melayani sang istri.
Melihat dia begini, Wulan tidak rela sehari berlalu sia-sia hanya karena menyebut nama Arif.
Tapi...... Wulan menyuap nasi sambil memikirkan sesuatu yang rumit
*
*
*
Maaf ya Say, beberapa hari telat bahkan tidak bisa update. Tower kebakaran jadinya hilang jaringan. 🥴
Tapi sekarang dah aman, Ganti operator... 😁
mau bersama Bara atau Dion
sebelum sesal datang
lakukan yg terbaik menurut mu Wulan
jgn terlalu keras kepala
ini alurnya nyeritain mundur ya kk
kan awal mula itu pria datang ke dukun minta cwek itu hnya meliriknya sdgkan cwek itu udh pnya suami jd mgkin ini dion kah org itu kk
🤔🤔
bukan begitu 🙈🙈
kan sdh Hamill
🤣
apakah Koko yg telat mengungkap perasaan ke wulan
tapi saling tersakiti oleh keadaan
korban dari keegoisan pak Setyo
Bara dan Arif sifat nya condong ke Bu Ratna...
lebih berakhlak ...
mungkin bu Ratna yg mengubah watak buruk pak Setyo mnjdi manusia yg baik
cinta itu memang buta bara, tak peduli saudara ,orangtua dan yang lainnya
asal bisa memiliki merasa menang,padahal bukan ajang pertempuran.
kini penyesalan menggelayut dalam dada, hati terasa teriris sembilu, kala kata demi kata seolah menggambarkan kepedihan...
berdamai lah dengan keadaan ,hati dan pikiran ....
berjuang menggapai masa depan yang lebih baik lagi, penuh kebahagiaan dan berjuang bersama ....bangkit dari keterpurukan rasa
saiki wis marem kw yum wis reti spo dalange sing mareni arif ..
tus nek misal kw dadi bara kw kudu oiye jal 😔
kamu juga terlalu keras kepala...
jaga hati yg sdh dimiliki ,
terlalu rumit tapi
jgn korban kan rumah tangga mu demi masalalu ,apalagi sdh ada calon bayii
semoga kebahagiaan mengiringi kehidupan mu dan bara
kiro2 oiye buu @⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ