Hampir Semua orang di desa Black Sword membenci Risa Ariz. Anak yatim piatu itu dijauhi, dianggap terkutuk, dan dipercaya menyimpan makhluk kegelapan di dalam dirinya.
Muak diperlakukan layaknya sampah, Ariz memutuskan untuk berbuat onar. Ia tidak melukai, tapi ia pastikan setiap orang di desa merasakan kehadiran dan penderitaannya: dengan menyoret tembok, mengganggu ketenangan, dan menghantui setiap sudut desa. Baginya, jika ia tidak bisa dicintai, ia harus ditakuti.
Sampai akhirnya, rahasia di dalam dirinya mulai meronta. Kekuatan yang ditakuti itu benar-benar nyata, dan kehadirannya menarik perhatian sosok-sosok yang lebih gelap dari desa itu sendiri.
Ariz kini harus memilih: terus menjadi pengganggu yang menyedihkan, atau menguasai kutukan itu sebelum ia menjadi monster yang diyakini semua orang.
"MINOTO NOVEL"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MINOTO-NOVEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4. WANITA CANTIK, YANG BAIK HATI...
"HEY! APA YANG TELAH KAU LAKUKAN KEPADA ANAK INI?! LEPASKAN ANAK ITU SEKARANG! ATAU TIDAK, AKU AKAN MEMANGGIL PENGAWAS DI DESA INI!" ucap wanita itu.
Perkataan dari wanita itu membuat Zi berhenti memukuli Ariz dan kabur meninggalkan Ariz, dengan tubuhnya yang sudah lemas tak berdaya.
"Ehm, maafkan kami... AYO KITA KABUR!" ucap Zi, meninggalkan temannya.
"AH! Tunggu aku!" temannya ikut kabur.
"HEY KALIAN, JANGAN KABUR! Hah... Eh?! Apa kau baik-baik saja?" wanita itu membantunya berdiri (Ariz).
"Terima kasih karena telah menyelamatkanku. Shh, AW! Sakit sekali!" ucap Ariz.
"Kondisimu sangat parah! Ayo, Aku akan merawatmu di rumahku," ucap wanita itu.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, AW-AW! SAKIT SEKALI!"
"Lihat. Lukamu sangat memprihatinkan. Ayo ikut ke rumahku, sekarang." Ariz hanya diam saja dan mengikuti perkataan wanita itu.
Setelah sampai di rumah wanita itu, wanita itu mengobati semua luka-luka yang ada di wajahnya. Ariz melihat wanita cantik itu seperti ibu yang mengkhawatirkan anaknya. Namun, ia hanyalah seorang anak yang tidak dikenal dan ia juga tahu kalau ia tidak punya seorang ibu untuk mengobatinya ketika ia sedang terluka.
"AW! Sakit sekali!"
"Apa sangat sakit? Apa karena aku terlalu kasar mengobatinya?"
"T-tidak, Bi. Memang sudah sakit dari sananya. Hahaha."
"Kenapa anak itu tiba-tiba memukulimu? Apa ada alasan dia memukulimu?"
Mendengar perkataan Wanita itu membuatnya termenung sejenak.
"Sebenarnya, aku yang mulai memukulnya. Tapi, aku tidak sengaja memukul wajah anak itu. Karena ia terus saja menghinaku, jadi aku tidak bisa menahan seluruh emosiku," ucap Ariz, dengan wajahnya yang tertunduk, merasa bersalah.
"Memangnya, apa yang mereka hina darimu?" ucap wanita itu, penasaran.
"Ia berkata kalau aku tidak akan mampu membeli bola mereka. Ia juga berkata kalau aku adalah anak yang tidak memiliki kasih sayang dari kedua orang tua. Karena memang, aku adalah anak yatim piatu. Jadi, aku tidak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orang tua," ucap Ariz dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.
Mendengar perkataan Ariz, wanita itu menjadi sedih dan tidak bisa berkata apa-apa.
"Tapi, aku tidak boleh menjadi anak yang cengeng! Aku harus menjadi anak laki-laki yang kuat! Walaupun aku sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuaku, aku harus tetap kuat dan menjalani hidup seperti layaknya manusia biasa!" Ariz termenung sejenak.
"Dan mungkin... Ayah dan ibu tidak akan mau melihat anaknya yang sedih. Itu sebabnya, aku tidak boleh menjadi anak yang lemah dan cengeng. Iya, kan..?" ucap Ariz dengan suara yang rendah.
Mendengar ucapan Ariz, wanita itu mengeluarkan sedikit air mata.
"EHH, Bi! Aku tidak bermaksud membuat bibi menangis. Maaf karena aku berbicara terlalu dalam," ucap Ariz.
"Tidak. Aku tidak keberatan. Aku hanya bangga karena ternyata ada orang yang kuat sepertimu." Wanita itu mengelus wajah Ariz.
"Kalau boleh tahu, siapa namamu?"
"Ehh, Ariz. Namaku, Risa Ariz!" Ariz memperkenalkan dirinya dengan penuh semangat.
"Risa Ariz, ya? Nama yang sangat bagus. Apa nama panjangmu itu adalah nama ibumu?" ucap wanita itu, penasaran.
"Eum, aku tidak tahu," ucap Ariz.
"Ehh? Bagaimana bisa kau tidak tahu? Walaupun kedua orang tuamu sudah tiada sejak kau masih bayi, mungkin ada sahabat dekat dari kedua orang tuamu yang menitipkan nama ini kepadamu," ucap wanita itu.
"Eum. Sebenarnya, setiap sebulan sekali, akan ada pria yang mendatangi rumahku."
"Pria? Untuk apa dia pergi ke rumahmu?"
"Ia ke rumahku hanya ingin memberiku uang bulanan saja. Ia selalu menyebutku dengan nama Ariz. Mungkin itu adalah nama yang diberikan kepadaku? Hmm, sebenarnya, aku tidak tahu kenapa namaku Risa Ariz."
"Ehh? Hahaha. Kau memang anak yang sangat unik, yah..?! Namamu Ariz, tapi kau tidak tahu siapa yang memberikan namamu itu? Hahaha," ucap wanita itu, tertawa.
"Ehh? Hahaha. Mungkin perkataan bibi benar! Aku memang anak yang sangat unik, ya! Hahaha," ucap Ariz, ikut tertawa juga.
Pada akhirnya, mereka berdua tertawa bersama. Memang terlihat sangat senang ketika melihat mereka tertawa. Untuk pertama kalinya, Ariz mempunyai orang untuk di ajak berbicara, dan itu bukanlah sebuah benda!
Saat sedang tertawa, perut Ariz tiba-tiba berbunyi meminta tolong.
"Grukk," anggap suara perut Ariz.
"Ehh? Apa kau lapar?" ucap wanita itu.
"Hehehe. Sebenarnya, aku belum makan siang. Grukk." Perutnya kembali berbunyi.
"Ah! Kalau begitu, tunggu sebentar." Wanita itu pergi meninggalkan Ariz.
Beberapa saat...
"Ini. Dimakan, ya." Wanita itu memberikan sepiring makanan.
"Ah, Bi. Bibi tidak perlu repot-repot," ucap Ariz.
"Kau tidak perlu malu. Lihat perutmu itu, sangat kurus. Kau harus makan yang banyak, Ariz," ucap wanita itu.
"Eum." Ariz termenung sejenak.
"Kalau begitu, aku terima makanannya. Selamat makan." Ariz memakan makanan itu.
"WAH, LEZAT SEKALI!" ucap Ariz, terlihat makannya sangat lahap.
"Ah. Syukurlah kalau masakannya lezat," ucap wanita itu.
"Yah-yah. Memang sangat lezat! Untuk pertama kalinya, aku makan makanan seperti ini," ucap Ariz.
"Apa maksudmu? Apa sebelumnya kau tidak pernah makan ayam?" ucap wanita itu.
"Tidak. Setiap hari, aku hanya makan mi instan saja. Karena harganya yang murah dan membuat perutku kenyang juga. Hehehe," ucap Ariz sambil lanjut makan.
"Hah?! Pantas saja perutmu terlihat sangat kurus. Setiap hari, kau hanya memakan makanan berkarbohidrat. Seharusnya kau makan makanan yang bergizi juga, Ariz," ucap wanita itu memperingati Ariz.
"Sudah kutambahkan dengan telur. Walaupun gizinya hanya sedikit, setidaknya aku masih punya gizi di dalam perutku," ucap Ariz.
"Hmm. Tetapi tetap saja. Makanmu setiap hari hanya mi instan saja. Hmm..." Wanita itu termenung sejenak.
"Ah! Ariz, habiskan makanannya, ya. Aku mau pergi ke dapur sebentar." Wanita itu pergi.
"Iya, Bi. Pasti kuhabiskan," ucap Ariz.
Beberapa menit kemudian... Ariz pun selesai makan. Kebetulan, wanita itu datang menghampiri Ariz.
"Apa makanannya sudah habis?" ucap wanita itu.
"Sudah habis, Bi. Terima kasih atas makanannya, ya. Masakan bibi memang sangat lezat!" ucap Ariz.
"Syukurlah kalau kau suka. Ini." Wanita itu memberikan sesuatu ke Ariz.
"Eum, apa ini?" ucap Ariz.
"Ini adalah sisa-sisa makanan yang belum bibi habiskan. Bibi takut makanan sisa ini tidak akan dihabiskan. Jadi, bibi berikan saja kepadamu. Tolong diterima, ya!"
"AH, Untukku? Terima kasih banyak, Bi! Tapi, apa tidak apa-apa bibi berikan makanan sebanyak ini?" ucap Ariz.
"Tentu saja tidak. Justru akan mubazir jika tidak dimakan. Benar, kan?"
"Hmm. Perkataan Bibi ada benarnya juga. Kalau begitu, aku terima makanan ini. Sekali lagi, terima kasih, ya." Ariz tersenyum tipis, menerima bingkisan itu.
"Sama-sama. Oh iya, sebaiknya kau cepat pulang. Lihat di luar sana. Awannya sudah terlihat gelap. Kau bisa kehujanan di jalan nanti." Wanita itu menunjuk ke luar jendela dengan dagunya.
Ariz menoleh cepat. "AH IYA! Di luar terlihat gelap sekali. Kenapa bisa tiba-tiba, ya?" Nada suaranya sedikit terkejut.
"Memang cuaca hari ini tidak bisa ditebak. Yang awalnya terlihat cerah, bisa tiba-tiba sangat gelap. Maka dari itu, kau harus segera pulang. Oh iya, dan jangan lupa juga, rawat lukamu itu, ya." Wanita itu mengingatkan dengan nada penuh perhatian.
"Eum. Kalau begitu, aku pamit, ya." Ariz melangkah mundur, siap beranjak.
"Hati-hati, ya." Wanita itu mengangguk pelan.
"Terima kasih atas makanannya!" seru Ariz, sedikit menunduk hormat lalu berlari kecil keluar.
"Sama-sama," balas wanita itu, senyum masih merekah di wajahnya saat ia melihat Ariz menjauh.
bukan mencari kekuatan/bakat yang baru. sesuatu bakal bagus, kalau kita rajin👍