Hidup dengan berbagai peristiwa pahit sudah menjadi teman hidup bagi seorang wanita muda berusia 22 tahun ini, Ya ini lah aku Kimi Kimura..
Dari sekian banyak kilasan hidup, hanya satu hal yg aku sadari sedari aku baru menginjak usia remaja, itu adalah bentuk paras wajah yg sama sekali tidak ada kemiripan dengan dua orang yg selama ini aku ketahui adalah orang tua kandungku, mereka adalah Bapak Jimi dan juga Ibu Sumi.
Pernah aku bertanya, namun ibu menjawab karena aku istimewa, maka dari itu aku di berikan paras yg cantik dan menawan. Perlu di ingat Ibu dan juga Bapak tidaklah jelek, namun hanya saja tidak mirip dengan ku yg lebih condong berparas keturunan jepang.
Bisa di lihat dari nama belakangku, banyak sekali aku mendengar Kimura adalah marga dari keturunan jepang. Namun lagi-lagi kedua orangtua ku selalu berkilah akan hal tersebut.
Sangat berbanding terbalik dengan latar belakang Bapak yg berketurunan jawa, begitu pula dengan Ibuku.
seperti apakah kisah hidupku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V3a_Nst, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 - Milikku
***
Tidak ada yg bersuara sejak terakhir kali William tertawa hebat. Kimi terus menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
'Malu sekali! Ada apa denganku, bisa-bisanya aku mau saja dicium oleh si otak sapi. Tapi.. dia wangi dan... enak juga.. aarrhh! sepertinya akulah si otak sapi itu!' Kimi terus saja berdialog didalam hati dengan diam tanpa suara. Hanya isi kepala dan dentuman jantungnya saja yg terlalu berisik saat ini.
Sedangkan William pun sibuk dengan pikiran nya. 'Apa kurang lama ya durasinya, padahal sudah sampai tahap mau anu-anu, dia malah kayak ikan di darat kehabisan oksigen. Kan enak kalau tadi aku sampai pegang.. uhhh dada nya! Ck! apa aku cium lagi saja ya.' Otak cabul William bekerja dengan sangat baik.
'Sepertinya kantor pernikahan sudah buka, jalan sekarang saja mungkin ya. Tapi apa iya tidak bilang Mommy dan Daddy dulu.' William terus saja berpikiran ingin menikahi wanita yg baru seminggu lalu ia temukan. Padahal sejak insiden ia di keroyok, ini lah kali pertama mereka bertemu lagi.
"Kim..." Usapan lembut William berikan di puncak kepala Kimi. Namun respon Kimi berjengit membuat William menarik kembali usapan tersebut. Kimi menurunkan kedua tangan yg semula menutup seluruh wajah.
"Cantik."
Kimi semakin salah tingkah mendengar hal itu. Ia pun mengalihkan pandangan ke arah jendela.
"Kamu mau kan menikah dengan saya?" Pertanyaan yg membingungkan, entah Kimi harus bereaksi seperti apa. Ia hanya bingung pada sosok makhluk berotak sapi di samping nya ini. Kenapa terus-terusan membicarakan soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu harus di dasari dengan rasa cinta dan juga saling mengenal satu sama lain.
"Kamu milik saya Kimi."
Lanjut William semakin membuat Kimi sakit kepala. Ia menoleh tajam pada si otak sapi. Ia berpikir kata apa yg cocok untuk sang pria. Ia berpikir kata tidak waras saja tidak akan cukup untuk menyadarkan pria tersebut. Maka..
Pletak....! Auuhh!!
"Sakit? Sakit tidak?" Tanya Kimi kesal setelah selesai menghajar William dengan botol air andalan.
"Kamu kenapa KDRT terus, kita belum menikah saja kamu sudah seperti ini, bagaimana kalau sudah menikah nanti Kim! Bisa-bisa saya cepat ma ti!" Keluh William sambil mengusap-usap kepalanya yg di pukul menggunakan botol air.
"Yg mau menikah sama kamu siapa Liam, aku tidak pernah bilang mau, iya, atau bersedia kan. Kita tidak saling mengenal, lalu bagaimana mungkin aku setuju kita menikah! tidak waras kamu!"
"Kita saling mengenal, kamu Kimi anaknya Ayah Jimi dan juga Mama Mira kan, aku juga sudah bertemu dengan orangtua kamu waktu aku anter kamu pulang satu minggu yg lalu."
"Stress kamu! Kalau sudah gi la, jangan mengajakku. Gi la sendiri saja!"
Grep!
"Aakkh!"
Geraman rendah terdengar dari William saat ia merengkuh paksa tubuh mungil wanita yg mencuri hatinya. Di tatap sedemikian dalam dan intens, William kembali berucap.
"Kamu milikku Kimi, kamu tidak ada dalam opsi pilihan untuk menolak saat aku sudah memutuskan." Desisnya tajam.
***
"Mira.. ini sudah saat nya Kimi tahu siapa dia sebenarnya. Dia sudah 22 tahun, aku tidak bisa menahan rahasia ini lebih lama lagi."
"Tidak! aku..aku tidak bisa, Kimi anakku, aku takut Kimi marah dan akan meninggalkanku! kita... kita adalah orangtua Kimi!" Isak Mira merintih.
"Memang selamanya kita adalah orangtuanya Kimi. Aku hanya tidak ingin anak itu mengetahui dari oranglain kalau ternyata dia bukan putri kandung kita-"
Prangg....
Suara benda terjatuh terdengar dari arah depan. Jimi dan juga Mira tergesa keluar dari dalam kamar. Mereka terkejut saat melihat siapa yg ada di depan pintu.
"Kim-kimi, nak.. k-kamu sudah pulang." Gugup Mira, ia takut sang anak mendengar obrolannya dengan sang suami. Disana juga bukan hanya Kimi, tetapi juga ada William di belakangnya. Ia menopang kedua lengan Kimi yg seperti hendak terjatuh.
Kondisi Kimi shock melebarkan mata dan juga mulut yg terbuka. Ya, kimi mendengar semua apa yg di bicarakan orangtuanya. Ia mendengar dengan jelas bahwa ia bukan lah anak kandung dari keduanya.
Pun dengan William, ia mendengar semua pembicaraan kedua orang tersebut. Tepat saat mereka berkata fakta soal Kimi, Kimi limbung menyenggol sapu dan juga serokan yg ada di depan pintu. Bunyi prang itu berasal dari jatuhnya kedua benda tersebut.
William sigap menopang tubuh mungil nan sintal.
"Ada tamu, ayo masuk dulu nak William." Jimi mempersilahkan masuk terlebih dahulu untuk mencairkan suasana. Ia sudah mengira Kimi pasti mendengar. Hati berdesir takut. Tetapi memang sudah saat nya Kimi tahu, begitu pikirnya.
***
Mira memeluk erat putrinya. Ia menangisi Kimi yg sejak tadi hanya terdiam. Meski tidak menolak untuk dipeluk erat, tetap saja Sumi merasa Kimi marah dan berakhir akan pergi meninggalkan semuanya. Tidak ada percakapan jelas setelah Jimi mempersilahkan masuk semua orang. Hanya tangis Mira yg menggaung di ruang tamu kecil itu.
"Kimi..."
Kimi menoleh pada sosok yg selama ini ia anggap adalah ayah kandungnya. Netra mulai memanas sedikit demi sedikit, air mata mulai tumpah merebak di pelupuk.
Jimi menangis, anak perempuannya yg sedari kecil ia cintai dan juga sayangi penuh kasih. Tidak pernah ada keinginan untuk menyakiti. Tetapi ternyata hari ini dengan mulut nya sendiri, Jimi melukai putri cantik nya itu.
"Ter-ternyata benar dugaan ku se-selama ini kan Mama Papa." Lirih Kimi berucap, di iringi derai air mata Kimi lunglai. Ia merasa tidak bertenaga. Sejak pagi tadi ia sudah di hadapkan dengan senior yg menggila. Di tambah William mengajak menikah, dan juga ciuman...yg memabukkan!!
Dan sekarang, Kimi di hadapkan dengan fakta bahwa dirinya bukan anak kandung dari mereka. Walau sudah mengira sejak lama. Tetap saja kebenaran itu menyakitkan. Ia sungguh menyayangi kedua orangtua yg ia kira adalah orangtua kandungnya.
William tersentuh melihat moment itu, ia menyentuh pundak sang wanita guna memberi dukungan berharap Kimi bisa sedikit tenang mengolah hati.
'Kalau mereka bukan orangtua Kimi, dengan siapa aku akan melamarnya. Kenapa sulit sekali jalannya. aku kan sudah tidak sabar ingin menikahi Kimi!' Gumam William yg memang tidak mengenal situasi. Ia malah memikirkan nikah dan nikah lagi.
***
Jimi menceritakan semua alur kisah hidup Kimi. Ia mengakui 22 tahun lalu, pernikahan Jimi dan juga Mira sudah berjalan hampir 10 tahun. Namun sudah begitu lama, mereka tidak kunjung memiliki keturunan. Tentu rasa ingin mempunyai keturunan melekat erat di hati kedua nya.
Sampailah pada suatu ketika, mereka pulang dari berkerja dan..
Hoekk.. hoekk....
"Sayang ada suara bayi! Ada bayi, Iya kan?"
"Iya sayang, tapi dimana ya?"
"Di sungai! Itu kan! Ya ampun!"
Mereka berdua berlari menuju sumber suara yg di yakini ada seorang anak bayi disana. Mira yg memang mendamba akan hadirnya seorang anak. Seperti terpanggil untuk terus mengikuti suara emas itu. Ia yg berlari paling cepat sampai pada tujuan.
Ya, disana adalah Kimi yg sudah tergeletak tanpa mengenakan baju, hanya ada kain jarik yg bercak darahnya hampir di seluruh permukaan kain. Bahkan tali pusar bayi itu pun masih ada dan panjang di atas pusat Kimi.
Sedikit lagi, Ya, hanya sedikit lagi, mungkin Kimi sudah akan terhanyut di bawa air sungai. Dia tepat berada di bibir sungai yg syukurnya tidak tergenang air.
"Ya Tuhan... Bayi siapa ini! Cantik nya kamu nak! Orangtua kamu tega buang kamu begini!"
Mira tanpa menunggu sudah langsung memindahkan Kimi dalam dekapan hangatnya. Ia usap darah yg masih menempel di bagian tubuh Kimi. Ia menangisi bayi malang yg terbuang itu.
Bukan hanya Mira yg menangis, Jimi pun ikut menangis, ia merasa sakit karena mengingat betapa sulitnya mereka mendapatkan keturunan. Malah ini ada orangtua yg tega membuang bayi mereka di pinggir sungai.
Jimi mengambil alih tubuh mungil cantik dan menggemaskan. Mira tersenyum haru. Sepertinya dia dan juga suami nya memang di tunjuk Tuhan untuk merawat bayi malang ini.
hal tersebut Membuat Mira semakin terharu. Hati nya tenang sekaligus bahagia mendapatkan buah hati walau bukan dari rahim nya sendiri. 'Terimakasih Tuhan.' Ucapnya lirih.
***
"Ini apa, ada kertas tertinggal." sesaat Mira sadar setelah melihat lebih dekat kain jarik tipis yg membalut bayi itu. Jimi mengendurkan pelukan kemudian memeriksa apa yg di katakan sang istri.
"Iya bener ada kertas, coba buka Mira." Titah Jimi pada istrinya untuk mengambil secarik kertas tersebut.
"Kimi Kimura. Tulisannya Kimi Kimura." Tunjuk Mira pada Jimi, Jimi menyerahkan bayi itu pada sang istri untuk bisa melihat lebih jelas apa maksud dari tulisan diatas kertas tersebut.
"Sepertinya ini pesan dari yg membuang bayi ini, mungkin mereka ingin anak ini di beri nama Kimi Kimura."
"Aku tidak mau, biarlah ini menjadi anak kita saja! Yg nama nya juga kita yg memberikan." Tolak Mira tidak sudi mengikuti.
"Aku setuju kita merawat anak ini, tapi ini dari Tuhan Mira, kita tidak boleh egois. Anak ini harus tahu asal usulnya juga kelak."
"Anak ini jelas-jelas sudah di buang! aku tidak mau ka-"
"Mira... Dengarkan aku saja ya. Sudah, mari kita bawa anak cantik ini pulang."
***
Kimi sudah mendengar kisah pilu yg tentu menyayat relung hati. Ia tidak berhenti menangisi nasibnya yg ternyata tidak di inginkan oleh orangtua kandungnya yg entah berada di belahan dunia mana saat ini.
Masih didalam pelukan Sumi, Kimi perlahan mengurai ingin melepas.
"Kimi... Kamu tidak akan meninggalkan Mama kan nak, iya kan nak..." Ujar Mira memastikan dengan penuh harap.
Kimi hanya diam sambil terus berurai air mata. Ia lega tetapi juga sedih. Ia senang berada didalam keluarga penuh kasih ini. Tetapi hati nya juga perih mengetahui fakta bahwa ia bukan lah putri kandung disini.
"Ayah harap kamu jangan membenci kami nak."
Kimi mengangguk. "Kimi tidak mungkin bisa membenci kalian orangtua yg sudah menolong Kimi waktu itu. Tetapi tetap saja rasa nya sakit setelah tahu kebenaran ini Pa." Lirih Kimi menunduk sedih.
"Syukurlah nak, Mama mu mungkin akan terus menyalahkan Papa jika kamu pergi meninggalkan kami, jadi tolonglah untuk tetap disini menjadi anak kami, walau sebenarnya kami bukan lah orangtua kandungmu." Ucap Jimi tegas setengah memohon.
Kimi kembali mengangguk, tangannya terulur meraih Mira dan juga Jimi untuk berpelukan bersama. Mereka kembali menangis haru.
William? Ya William tentu berdecih tidak suka, karena dirinya tidak di ajak. 'Ck! aku tidak diajak! keterlalulan sekali! Aku kan juga ingin dipeluk.' berang William dalam hati.
Grep..
Ketiga orang yg sedang mengharu biru terkesiap kala pelukan bertambah satu orang lagi. Yg pertama kali tersadar adalah Jimi. Dia sontak melepas pelukan dan beralih memandang pria yg seminggu lalu mengantar putri nya pulang hampir fajar.
"Hehehe... Saya kan ingin di ajak juga Pa." William nyengir bagai kuda, di balas tatapan heran dari Jimi dan juga Mira. Bagaimana dengan Kimi? Tentu saja hanya dia saja yg sorot mata nya tajam bak laser siap untuk menembus otak sapi milik William. William terkejut dan langsung memasang wajah serius.
Panggilan William pada Jimi membuat kedua orangtua Kimi saling menatap bingung satu sama lain.
"Kamu William yg tempo hari mengantar anak saya kan?" Tanya Jimi memastikan.
William mengganguk lalu mengamit tangan kedua calon mertua. Kimi tidak suka melihat adegan itu. 'Kenapa aku baru sadar dari tadi masih ada dia disini.' Keluh Kimi dalam hati.
"Maaf kami sedang bersedih-sedihan. Kalau boleh tahu, ada perlu apa kamu kesini?"
"Saya Mau-"
"Dia cuma antar Kimi Pa." Kimi memotong ucapan William. Ia takut pria itu akan berkata yg tidak-tidak.
"Nak William sudah sehat sepertinya." Itu Mira yg bertanya. Ia sudah mulai tenang karena Kimi memutuskan berdamai dengan masa lalu.
"Iya Ma saya sudah mendingan."
"Berhenti memanggil orangtuaku seperti itu!" Kecam Kimi tidak terima. Namun William tetap acuh, hanya kedua orangtua Kimi saja yg menarik senyum sedikit.
"Baiklah, mau ke belakang dulu ya, biar di buatkan air minum."
Kimi ingin mencegah namun sang Ibu sudah berjalan cepat menuju dapur. Sekarang tinggallah mereka bertiga saja. Canggung! Kimi merasa canggung berada di situasi ini. Sampai lah terdengar ucapan..
"Saya mau Kimi pak!"
"Apa?"
"Hah? Dasar otak sapi!"
***
BERSAMBUNG