Beni Candra Winata terpaksa menikah dengan seorang gadis, bernama Viola Karin. Mereka dijodohkan sejak lama, padahal keduanya saling bermusuhan sejak SMP.
Bagaimana kisah mereka?
Mari kita simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demi Harta
Beni merasa pusing memikirkan Lidia dan orang tuanya yang masih terus mengejarnya, padahal ia sudah memutuskan hubungan. Demi reputasi sebagai pemilik perusahaan sekaligus pewaris keluarga, Beni berusaha menjaga nama baik.
Pendirian Beni tidak goyah sedikitpun, ia tetap menolak datang ke rumah sakit. Walaupun Dika sudah membujuknya, dengan alasan terakhir kali saja. Ia justru meminta Dika yang datang ke sana.
"Beritahu orang tua Lidia, kalau aku sudah menikah," kata Beni, lalu mengusap gusar wajahnya.
"Baik, Tuan. Saya pergi sekarang," ujar Dika, selalu menurut apa perintah bosnya.
Beni segera mengambil ponselnya, ia memesan taksi online untuk pulang ke rumah. Kebetulan ia sedang malas menyetir, karena pikirannya tidak bisa fokus.
Di rumah terlihat sepi tidak ada Viola, Beni mencari istrinya ke seluruh ruangan di dalam rumahnya. Namun, sama sekali tidak menemukan.
"Kurang ajar! Beraninya pergi tanpa izin," gerutu Beni, tangannya membentuk sebuah kepalan.
Lima menit berlalu, akhirnya pintu rumah terbuka lebar. Viola baru saja pulang, ia diantarkan sopir keluarga Winata. Sehingga Beni yang tadinya mau marah, mendadak tidak jadi.
"Ben, lihatlah gue bawa pulang belanjaan sebanyak ini. Lumayan buat persediaan makanan kita satu minggu," ucap Viola, meletakkan belanjanya yang berada di dalam paperbag di atas meja.
"Duit dari mana?" tanya Beni, menatap sinis istrinya.
"Nyokap lo tadi datang ke sini, ngajakin gue belanja. Dia yang beliin semua," jelas Viola, merasa senang ternyata mertuanya begitu baik dan pengertian.
"Lo tahu gak konsekuensinya apa? Lain kali tolak aja!" Beni merasa tidak suka.
"Pikiran lo picik bener, ya? Sama orang tua sendiri curigaan," kata Viola santai.
"Terserah lo! Sebentar lagi mereka pasti minta dibuatkan cucu, emang lo bisa penuhi?" Ben menatap tajam Viola.
Mendengar kata cucu membuat Viola menjadi ragu, ucapan Beni memang ada benarnya. Apalagi pernikahan mereka berdua terikat sebuah perjanjian, tidak mungkin melakukan hubungan suami istri. Namun, dalam hati kecil Viola tidak ingin membuat orang tua kecewa.
"Gue bisa penuhi, kesehatan gue juga normal," ucap Viola ragu-ragu.
Beni menarik tangan Viola, hingga tubuh mereka saling bersentuhan. Akan tetapi, Viola langsung mendorong tubuh Beni.
"Apaan sih, lo!" Viola mengusap tubuhnya yang tersentuh tubuh suaminya.
"Sok jual mahal," cibir Beni.
Viola tidak peduli akan ucapan suaminya, ia mengambil belanjaan yang baru dibelinya lalu menata ke dalam kulkas. Dari kecil Viola memang suka memasak, jadi tidak perlu diragukan lagi kemampuannya. Ia juga pernah bersekolah di jurusan tata boga, tetapi mamanya tidak setuju karena dianggap sepele. Diam-diam Viola menekuni kegiatan memasak, hingga mahir sampai sekarang.
Setelah semuanya beres, Viola memutuskan memasak menu untuk makan malam. Ia akan membuat steak daging kesukaannya.
"Jangan-jangan Beni tidak suka steak. Apa gue tanya dulu?" Dalam hatinya Viola bertanya-tanya.
Dapur juga harus terlihat bersih setelah digunakan, Viola selalu menjaga kebersihannya. Sambil mengelap meja, ia kembali kepikiran dengan Beni.
"Ngapain juga gue pikirin laki-laki brengsek!" Viola menghentikan kegiatannya.
Beni ternyata sudah berdiri di depan Viola, hingga membuatnya kaget. Ia sengaja ke dapur, karena hendak memberitahukan kalau akan pergi ke luar.
"Lo mau kemana lagi, Ben? Gue juga mau pergi, kalau lo pergi," kata Viola merasa kesal berada di rumah sendiri.
"Bukan urusan lo!" jawab Beni ketus.
Perlahan Viola memejamkan matanya, lalu melepas sandal yang digunakan. Ia melemparkan sandal itu, hingga mengenai kepala suaminya. Keduanya menjadi bertengkar, saling melemparkan benda yang yang ada di dapur hingga menjadi berantakan.
Kondisi dapur di rumah Beni saat ini sudah seperti kapal pecah, peralatan masak berceceran di lantai. Untung saja steak buatan Viola masih dalam kondisi aman, jadi bisa dimakan nanti.
"Beresin rumah gue," pinta Beni.
"Gue mau keluar dari rumah lo!" seru Viola, meninggalkan Beni yang masih mematung.
Dada Viola tiba-tiba terasa sesak, ia berjalan ke halaman belakang lalu mendudukkan diri di pinggir kolam renang. Merenungi nasibnya yang tiba-tiba menikah, tetapi tidak mendapatkan kebahagiaan seperti pengantin lainnya.
Bulir air mata tak terasa menetes di kedua pipinya, walaupun terlihat kuat sebenarnya hatinya sangat rapuh. Viola ternyata mudah sekali menangis, apalagi saat sedang kecewa seperti ini.
Jika diteruskan pernikahannya, ia sendiri yang akan hancur. Namun, semua sudah terlanjur disetujui. Bahkan dengan lantang tanpa berpikir panjang, ia menandatangani surat perjanjian yang tidak masuk akal.
"Kenapa aku ceroboh sekali," gumam Viola dalam hati.
Sementara Beni mengurungkan niatnya untuk pergi, rencananya ia hendak menemui Lidia di rumah sakit. Dika dari tadi mengirimkan pesan dan foto Lidia, hingga membuatnya tidak tega. Akan tetapi, semua di luar dugaan ia justru bertengkar dengan istrinya.
Beni menghubungi cleaning servis yang ada di kantornya, meminta untuk membersihkan rumahnya sekarang juga. Dalam waktu singkat, mereka harus merapikan seperti sedia kala.
Terdengar suara ketukan pintu, Beni segera membukanya. Ternyata yang datang adalah sahabatnya, ia segera mempersilahkan masuk.
"Bro, lo beneran putus sama Lidia?" tanya Andre memastikan, kebetulan ia yang menolong Lidia ketika berusaha bunuh diri.
"Iya, gue udah nikah," jawab Beni merasa sama sekali tidak bersalah. "Lo nikah diem-diem. Gak ngenalin gue ma bini lo?" tanya Andre lagi, sebenarnya penasaran siapa wanita yang sudah berhasil memikat sahabatnya itu.
"Gak perlu! Pernikahan kita hanya demi bisnis," ujar Beni.
"Dasar gila!" umpat Andre.
Andre meminta Beni membuatkan kopi untuknya, tetapi Beni menolak karena dapurnya masih berantakan. Beni juga menceritakan kejadian yang baru saja terjadi.
"Minta maaf sama istri lo, daripada kualat. Wanita hatinya rapuh, Ben." Andre berusaha menasehati Beni.
"Lo lupa kalau banyak wanita di luar yang mau sama gue? Buang-buang waktu saja," kata Beni, tidak peduli dengan perasaan Viola.
"Sombong lo!" Andre kemudian meninggalkan kediaman Beni, merasa kecewa karena sahabatnya terlalu mengabaikan seorang wanita yang hatinya sedang terluka.
Beni terdiam membeku, memikirkan ucapan Andre. Setelah dipikir-pikir memang ada benarnya, dirinya selalu memulai membuat kesalahan lebih dulu. Namun, egonya terlalu besar untuk mengakui dan meminta maaf.
Rasa penasaran apa yang sedang dilakukan Viola muncul di benak Beni, perlahan ia berjalan ke tempat di mana Viola berada. Dari balik pintu, Beni menyaksikan istrinya sedang menangis sambil memeluk tubuhnya sendiri.
Hati Beni mulai tersentuh, ia menjadi tidak tega membiarkan Viola sedih. Ia merasa ragu untuk mendekati istrinya, dan meminta maaf. Tetapi, ucapan Andre kembali terngiang di telinganya. Beni akhirnya memutuskan berjalan mendekati Viola, membuang egonya jauh-jauh. Semua dilakukan demi harta warisan yang hendak jatuh ke tangganya.
musuh jadi cinta😍😍😍🥳🥳🥳🥳