NovelToon NovelToon
CEO To Husband

CEO To Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Enemy to Lovers
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: BabyCaca

Alaska Arnolda, CEO terkenal Arnolda, terpaksa menanggalkan jas mewahnya. Misinya kini: menyamar diam-diam sebagai guru di sebuah SMA demi mencari informasi tentang pesaing yang mengancam keluarganya. Niat hati fokus pada misi, ia malah bertemu Sekar Arum Lestari. Gadis cantik, jahil, dan nakal itu sukses memenuhi hari-hari seriusnya. Alaska selalu mengatainya 'bocah nakal'. Namun, karena suatu peristiwa tak terduga, sang CEO dingin itu harus terus terikat pada gadis yang selalu ia anggap pengganggu. Mampukah Alaska menjaga rahasia penyamarannya, sementara hatinya mulai ditarik oleh 'bocah nakal' yang seharusnya ia hindari?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BabyCaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4 - Kehidupan Arum

Jam istirahat pertama akhirnya masuk. Suara bel sekolah bergema nyaring memenuhi seluruh bangunan, membuat para siswa di kelas IPS 5 langsung bersorak gembira seolah baru saja dibebaskan dari penjara.

Alaska menutup buku pelajaran dengan gerakan tenang, sedikit mengusap pelipisnya karena kepala mulai terasa penuh oleh tingkah murid-murid barunya. Di tengah riuh kelas yang seakan berubah menjadi pasar malam, suara datar itu terdengar jelas.

“Kalian berdua, ikut saya ke ruangan kepala sekolah,” ucap Alaska sambil menatap Arum dan Tia bergantian.

“Loh pak?! Tadi kata nya di hukum doang, kok malah di panggil ke ruangan kepsek sih?!” kesal Arum, mendecak dan mendengus.

“Loh yang bilang hukuman nya cuman satu siapa?” jawab Alaska tetap dengan ekspresi tanpa emosi.

“Hah guru sialan,” bisik Arum lirih, cukup untuk membuat Tia mendengarnya.

“Ini semua gara gara kau Tia,” kesal Arum sambil menyenggol lengan gadis itu.

“Kau juga Rum! Hah harus nya aku tau kalau cari masalah dengan mu pasti berakhir seperti ini. Sudahlah, turuti saja. Guru baru itu sepertinya sangat disiplin,” ucap Tia putus asa, memutar bola mata dan berjalan mengikuti langkah Arum.

Arum hanya menghela napas panjang. Sungguh, hari pertama guru baru itu sudah membuatnya ingin pindah sekolah. Biasanya jika membuat ribut, guru lain paling hanya menegur atau menyerahkan semuanya pada wali kelas. Tapi Alaska… pria itu benar-benar memperlakukan kelas IPS seolah barak militer.

Mereka berjalan mengikuti Alaska menyusuri lorong sekolah. Beberapa siswa yang sedang lewat melirik, bukan karena Arum atau Tia yang berantakan, tapi karena keberadaan Alaska yang mencuri perhatian semua orang. Posturnya yang tinggi tegap, bahu lebar, dan aura dingin membuatnya terlihat seperti karakter manhwa populer dibanding guru matematika.

Arum sendiri sempat menatap punggung pria itu. "Punggungnya gede amat," pikirnya gemas dan kesal bercampur jadi satu. Tapi wajahnya tetap ditekuk masam.

“Aku lapar, bagi duit dong Tia,” bisik Arum sambil memegang perut.

“Tau ah. Kau menarik rambutku sangat keras! Jangan minta duit lagi dasar pungli,” kesal Tia dengan suara pelan. Arum mendengus malas menanggapi.

Setibanya mereka di depan ruangan kepala sekolah, Arum awalnya tidak merasa panik. Ruangan itu sudah seperti rumah keduanya sering ia datangi karena berbagai masalah. Namun ketika Alaska membuka pintu, Arum langsung menegakkan tubuhnya dan matanya membesar.

Bukan karena pak kepala sekolah.

Melainkan karena dua wanita yang duduk di sana.

Ibu Tia.

Dan… Sarah. Ibu tiri Arum.

Arum membeku sesaat. Jantungnya langsung berdebar tak karuan. Ia tak pernah menyangka Alaska akan memanggil orang tua mereka hari ini juga. Biasanya pemanggilan dilakukan besok atau lusa, bahkan banyak guru yang malas berurusan dengan orang tua murid apalagi Arum.

“Maafkan anak saya pak, terimakasih sudah menjaga mereka,” ucap ibu Tia dengan ramah, sedikit menunduk.

“Arum, Tia,” panggil kepala sekolah berkacak pinggang.

“Saya permisi pak,” ucap Alaska sopan setelah mengantar keduanya.

“Arum, Tia. Ini semua karena pak Aska yang melaporkan. Dia mengatakan jika di kelas kalian benar benar membuat rusuh. Dia tidak terima dengan hal itu, mengatakan jika tidak memanggil orang tua kalian, maka lebih baik keluarkan saja. Ini adalah pilihan terbaik,” jelas kepala sekolah tegas.

Arum dan Tia duduk di samping ibu masing-masing. Tia tampak mengecil seperti kucing kehujanan, sementara Arum menunduk dalam, memegang ujung rok seragamnya erat. Sarah, ibu tiri Arum, tidak bicara sepatah kata pun selama proses mediasi. Wajahnya datar tapi matanya tajam, seperti sedang menahan kemarahan yang siap meledak.

Pertemuan tidak berlangsung lama sekitar lima belas menit saja. Namun bagi Arum terasa seperti berjam-jam. Begitu selesai, ibu Tia langsung berdiri dan menggandeng Tia pergi. Sementara Sarah bangkit dengan gerakan tegas, tanpa menunggu Arum.

Arum buru-buru menyusul, berjalan cepat agar tidak tertinggal.

Mereka sampai di taman belakang sekolah yang sepi karena jam istirahat sudah selesai. Hanya suara angin dan beberapa daun bergesekan yang terdengar. Arum tetap menunduk, jantungnya berdebar cepat. Sarah menatapnya dengan penuh kejengkelan.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat keras di pipinya. Arum bergeming, tidak menangis, tidak mengeluh. Ia sudah terlalu sering menerima itu.

“Arum, apa kau mau mempersulit ibu? Jika bukan karena harta Ayah dan Bunda mu, yang masih atas nama kau?! Ibu tidak akan mempertahankan mu di rumah?! Sudah kau nakal! Banyak tingkah! Ibu sampai meninggalkan sekolah adik mu karena kelakuan mu padahal dia sedang terpanggil sebagai pemenang olimpiade?!” teriak Sarah dengan nada melengking.

“Maafkan Arum bu,” bisik gadis itu, hampir tak terdengar.

“Hah! Jika umur mu sudah legal?! Sesuai surat wasiat itu sebaiknya angkat kaki mu dari rumah karena aku tidak sudi mengurus anak yang bukan darah daging ku sendiri. Wajahmu membuatku terus mengingat bunda mu,” lanjut Sarah penuh kebencian sebelum berbalik pergi.

Arum tetap diam. Dia tidak mengejar, tidak menangis. Ia hanya menunduk lebih dalam, membiarkan angin sore menyentuh pipinya yang berdenyut. Setelah beberapa detik membeku, ia mengambil napas dalam dan melangkah kembali masuk ke gedung sekolah.

Tanpa ia sadari, seseorang mendengar semuanya.

Alaska berdiri di balik jendela ruangannya, memegang cangkir kopi dan menatap ke arah taman. Ia tidak berniat menguping, tapi suara Sarah cukup keras untuk terdengar ke lantai dua.

“Pantas saja dia nakal. Apa itu bukti bentuk dia melawan?” gumam Alaska pelan, tidak sepenuhnya paham perasaannya sendiri.

Drt… drt…

Ponselnya bergetar.

“Tuan, saya sudah berada di parkiran,” ujar Jeff dari seberang telepon.

“Baiklah. Kelas ku sudah selesai, aku akan segera ke sana,” ucap Alaska.

Ia menatap keluar jendela sekali lagi sebelum akhirnya pergi. Hari pertamanya sebagai guru ternyata jauh lebih rumit dari dugaannya. Namun bagi Alaska, semua itu hanya bumbu kecil dalam hidup yang sudah penuh rasa.

“Begitu juga kehidupan, lebih baik jika kau bukan bagian masalah. Maka jangan libatkan diri mu, jangan menghabiskan energi mu hanya demi kesenangan yang tidak berarti,” gumam Alaska datar ketika Jeff bertanya.

“Ada apa tuan?” tanya Jeff sambil menyetir.

“Tidak ada. Bagaimana dengan pergerakannya?” tanya Alaska.

“Tuan, lebih baik kita minta bantuan tim Aeros. Mereka lebih memiliki sistem canggih. Bahkan tuan Samuel masih…” Jeff menggantung kalimatnya.

“Ya, aku akan melakukan itu setelah memastikan semuanya, Jeff. Arnolda punya kekuatannya sendiri. Apa kau tidak percaya dengan kemampuanku?” tanya Alaska tajam.

“Bukan, tapi Aeros adalah akar dari tiga keluarga besar. Ini bukan mencoreng nama baik anda. Katakan saja jika anda tidak ingin melibatkan keluarga anda bukan,” gumam Jeff.

Mobil menjauh dari sekolah.

Sementara itu, bel pulang berbunyi. Arum keluar kelas bersama Amanda dan beberapa teman lain. Dilan menghampiri cepat, mengusap pipinya yang mulai memerah.

“Nyokap lu ke sekolah?” tanyanya kaget.

“Iya. Ini gara gara Tia dan guru baru itu. Lihat aja besok gua kerjain mampus, biar dia pindah kayak guru lain,” kesal Arum.

“Rum udah deh,” ujar Amanda sambil menghela napas.

“Apaan udah. Kalian gatau masalah gua. Udah lah, gua balik sendiri aja hari ini,” ujar Arum sambil menepis tangan Dilan.

“Gimana?” tanya mereka hampir bersamaan.

“Udah, biarin aja,” jawab Farel akhirnya.

...----------------...

Bantu dukung author dengan meninggalkan komentar kalian. Feedback kalian sangat membangun untuk bab selanjutnya!

1
kalea rizuky
loo siapa kah itu
kalea rizuky
lnjut donk thor
kalea rizuky
goblok sok jagoan ama ibu tiri lampir aja kalah bodoh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!