NovelToon NovelToon
Heaven'S Flawed Judgment

Heaven'S Flawed Judgment

Status: sedang berlangsung
Genre:Ahli Bela Diri Kuno / Kelahiran kembali menjadi kuat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Reinkarnasi / Fantasi Timur / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Seorang kultivator muda bernama Jingyu, yang hidupnya dihantui dendam atas kematian seluruh keluarganya, justru menemukan pengkhianatan paling pahit dari orang-orang terdekatnya. Kekasihnya, Luan, dan sahabatnya, Mu Lang, bersekongkol untuk mencabut jantung spiritualnya. Di ambang kematiannya, Jingyu mengetahui kebenaran mengerikan, Luan tidak hanya mengkhianatinya untuk Mu Lang, tetapi juga mengungkapkan bahwa keluarganya lah dalang di balik pembunuhan keluarga Jingyu yang selama ini ia cari. Sebuah kalung misterius menjadi harapan terakhir saat nyawanya melayang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pergi dari klan Lu

Keesokan paginya, cahaya mentari yang lembut menembus kisi-kisi jendela kayu, membentuk garis-garis tipis yang menari di udara berdebu. Lumo perlahan membuka matanya. Udara pagi terasa jernih dan ringan, tetapi di dalam tubuhnya, badai energi sedang berputar seperti lautan biru yang menggulung tanpa henti. Qi-nya bergerak lincah di setiap meridian, mengalir deras bagaikan naga yang menelusuri sungai panjang, menabrak dinding-dinding pembatas yang selama ini membelenggunya.

Lumo menatap kedua tangannya, jari-jarinya bergetar halus seiring getaran Qi yang beresonansi dari dalam tubuhnya. Ia menarik napas perlahan, menenangkan lautan energi itu, lalu menghembuskannya dalam satu desahan yang panjang. Saat itu juga, hawa panas di sekelilingnya surut, berganti dengan kesejukan yang menusuk hingga tulang.

Ia tersenyum tipis. “Pendirian Fondasi tahap tengah.” Suaranya pelan, hampir seperti bisikan angin, namun di dalamnya mengandung ketenangan yang menggetarkan. Hanya semalam, ia telah menembus beberapa tahap, melompati jurang kultivasi yang bagi banyak orang butuh waktu bertahun-tahun. Semua itu berkat kultivasi ganda yang ia lakukan bersama Yansui semalam.

Mengingat hal itu, kilatan dingin melintas di matanya. Ia mengepalkan tangannya, dan seketika udara di ruangan itu berguncang halus. Dalam kepalan itu tersimpan kemarahan yang telah membeku selama dua ratus tahun. Nama-nama yang dulu membakar jiwanya kini kembali berputar di benaknya. Luan, wanita yang mencintainya dengan senyum penuh dusta, Mu Lang, sahabat yang menusuk dari balik bayangan.

Dua sosok yang telah menodai makna kepercayaan dan cinta. Dua luka yang takkan pernah ia biarkan sembuh tanpa darah.

Namun kini, bukan waktunya. Ia menatap keluar jendela, pada taman kecil di luar yang tertutup embun pagi. "Tempat ini," pikirnya, "ini seperti kandang untuk ku yang suka petualangan."

Lumo berfikir, jika negara Gizo terlalu kecil, terlalu miskin Qi, terlalu sempit untuk menampung niat seorang seperti dirinya. Ia telah hidup kembali bukan untuk terkungkung oleh garis keturunan yang tak pernah ia kenal, atau tunduk pada permainan keluarga yang busuk. Keluarga Lu hanyalah nama, bukan rumah. Ia tidak memiliki ayah, tidak memiliki ibu, tidak ada satu pun wajah yang tersimpan di ingatannya selain kakeknya, dan paman jahat dan sepupunya yang licik.

Dan jika terus tinggal, ia tahu, racun, pisau, dan tipu daya akan datang lagi. Ia tak ingin menodai tangan dengan darah keluarga, meski mereka layak mendapatkannya. Lebih baik pergi, dan membiarkan mereka tenggelam dalam kebodohan sendiri.

Suara pintu berderit lembut memecah lamunannya. Yansui masuk dengan langkah kecil dan hati-hati, membawa nampan kayu berisi ayam panggang dan belut tumis yang masih mengepul hangat. Wangi gurihnya memenuhi ruangan, bercampur dengan aroma teh pahit yang masih tersisa dari malam sebelumnya.

“Tuan muda,” katanya dengan lembut, meletakkan hidangan di meja kecil dekat jendela, “silakan makan untuk mengisi tenaga. Terutama belut ini… sangat penting untuk kekuatan.”

Nada suaranya menekankan kata terakhir dengan begitu sadar, membuat Lumo menatapnya sekilas, pandangannya datar, tapi dalam seperti pisau yang menelusuri niat seseorang.

Ia menghela napas, sedikit gelengan muncul di kepalanya. Namun tanpa berkata apa-apa, ia bangkit dan duduk di depan meja. Uap panas naik perlahan dari belut tumis, berputar seperti Qi lembut yang mengundang. Lumo mengambil sepotong dan mulai makan, tenang, rapi, seolah setiap gerakannya telah diukur oleh waktu.

Setelah beberapa suapan, Yansui tersenyum kecil, lalu mengangkat tangannya dan memusatkan energi. Aura tipis keperakan muncul di sekitar tubuhnya. “Tuan muda,” katanya bangga, “saya sudah menembus Pendirian Fondasi tahap awal.”

Lumo menatapnya lama, lalu mengangguk ringan. “Bagus. Kau cukup berbakat.”

Kalimat itu sederhana, tapi bagi Yansui, seperti pujian dari langit. Wajahnya langsung memerah, matanya bergetar oleh rasa syukur dan malu yang bercampur menjadi satu.

“Terima kasih, tuan muda,” katanya pelan. “Semua ini berkat bimbinganmu.”

Lumo hanya menatap secangkir teh yang masih setengah penuh. “Bimbingan hanyalah jalan. Langkahmu sendiri yang menentukannya.”

Namun Yansui menunduk lebih dalam, menggenggam ujung bajunya. Ia tampak ragu, tapi suaranya kemudian keluar lirih, hampir seperti gumaman yang takut didengar.

“Kalau tuan muda tidak keberatan… tolong bimbing Yansui untuk kultivasi ganda lagi.”

Wajahnya memerah, bahkan lehernya tampak menegang karena rasa malu. Permintaan itu bukan sekadar untuk kekuatan, di dalamnya ada rasa ketergantungan, ada kekaguman yang tumbuh diam-diam.

Lumo terdiam sejenak. Tatapannya datar, tapi dalam pikirannya, badai berputar. Ia mengingat keseluruhan kultivasi ganda kemarin. Yansui awalnya malu malu, namun di tengah proses kultivasi ganda, Yansui selalu berteriak meminta di percepat, jangan pernah berhenti, dan meminta untuk di isi terus oleh energi Spritual yang mereka satukan. tapi Lumo tidak terlalu peduli dengan itu, ia hanya peduli dengan hasil dari nya. yang membuat kultivasi nya mengalami pelunakan, dengan pondasi yang semakin kokoh.

Namun, jika mereka melakukan hal itu lagi, itu hanya memberikan sedikit keuntungan dalam kultivasi, karena kultivasi ganda tidak bisa dilakukan terlalu sering, karena akan kehilangan efeknya jika berlebihan. tapi karena melihat tatapan mata berbinar dan malu malu Yansui, membuat Lumo luluh. Maka tanpa banyak bicara, ia mengangguk tipis.

“Baiklah.”

Keduanya lalu duduk di atas ranjang, bersila saling berhadapan. Tangan kanan Lumo terulur, menyentuh tangan kiri Yansui. Dalam sekejap, Qi biru dan Qi keperakan berputar bersamaan, membentuk pusaran halus yang tumbuh di antara kedua telapak tangan mereka. Udara di kamar mulai bergetar, lampu minyak di sudut meja bergoyang. Aura dua jiwa berpadu, menembus batas tubuh, menautkan energi yang berbeda dalam harmoni sempurna.

Cahaya lembut menari di dinding, bayangan keduanya terjalin menjadi satu, seperti dua bintang yang saling memeluk di langit malam.

 

Waktu berlalu seperti pasir jatuh dari jari. Malam itu, Lumo dan Yansui keluar dari kamar dengan langkah ringan. Bulan menggantung di langit, penuh dan pucat, memantulkan cahaya lembut di atap-atap kediaman keluarga Lu. Angin malam berhembus, membawa aroma bunga liar yang tumbuh di halaman belakang.

Di tangan kanan Lumo, seberkas cahaya perak muncul, membentuk sebuah pedang terbang ramping dengan bilah berkilau seperti air. Ia mengeluarkannya dari cincin penyimpanan yang melingkar di jarinya, cincin hadiah ulang tahun ke delapan belas dari sang kakek, satu-satunya orang di keluarga Lu yang pernah memperlihatkan kasih sayang padanya. Di dalam cincin itu tersimpan beberapa pil, senjata, dan kenangan masa lalu. Tapi malam ini, hanya pedang yang ia perlukan.

Yansui menatapnya, lalu menangkupkan tangan di depan dada, menunduk hormat dalam.

“Tuan muda, Yansui tidak akan melupakan bimbinganmu. Aku berhutang budi yang takkan bisa kubayar seumur hidup. Semoga perjalananmu selalu lancar.”

Lumo menatapnya sebentar, lalu naik ke atas pedang peraknya. “Ingat apa yang telah kuajarkan. Bimbing dirimu dengan prinsip itu. Dan ingatlah...! lebih baik mati daripada berkhianat.”

Pedang itu bersinar terang, lalu melesat menembus langit. Udara malam terbelah, meninggalkan jejak cahaya biru yang melengkung di antara bintang-bintang.

Yansui menatap punggungnya yang menjauh. Air matanya jatuh perlahan, mengalir di pipi yang pucat. Dulu, ia membenci pria itu. Ia pernah memukulnya, menistanya, menyuapinya racun. Tapi kini, pria yang dulu ia pandang rendah justru mengangkatnya dari lumpur menjadi seseorang yang bisa melihat langit. Ia berlutut di tanah, membungkuk dalam-dalam.

“Semoga kita bertemu lagi, tuan muda,” katanya lirih, suaranya tenggelam dalam desir malam. “Yansui akan membalas budi yang kau berikan, dengan seluruh hidupku.”

 

Di atas langit, Lumo berdiri tegak di atas pedang peraknya. Angin malam mencambuk pakaiannya, membuat pakaian putihnya berkibar seperti awan dingin yang menyusuri cakrawala. Ia memandangi bentangan tanah Gizo di bawah sana, tanah miskin, tandus, dan penuh rahasia yang belum terungkap.

“Kolam Petir…” gumamnya dalam hati.

Ia mengingat rumor lama dari kehidupan sebelumnya. Di sudut tersembunyi Negara Gizo, konon ada kolam yang diselimuti petir merah kehitaman. Petir itu bukan sekadar fenomena langit, melainkan energi surgawi yang menolak keberadaan manusia. Hanya mereka yang memiliki jiwa kuat dan tubuh tanpa cela yang bisa menahannya.

Dan di sanalah, mungkin, jalan untuk menembus batas manusia menuju Transendensi sejati menunggu.

Dengan tekad setajam pedang, Lumo mempercepat laju terbangnya. Cahaya perak di bawah kakinya membelah malam, meluncur seperti kilat melintasi lembah dan pegunungan.

Hingga akhirnya, ketika fajar hampir tiba, ia sampai di sebuah lembah berbatu yang sunyi. Di hadapannya menjulang air terjun yang megah, airnya jatuh dengan suara menggema seperti guntur yang ditelan bumi. Namun di balik tirai air itu, ia merasakan sesuatu, denyut Qi aneh, berat, dan penuh muatan petir.

Tanpa ragu, ia terbang menembus tirai air itu. Suara deras seakan terbelah dua, dan tubuhnya lenyap dari pandangan dunia luar.

1
Didit Nur
YUKARO 🤗😘😘😘
Didit Nur
YUKARO sangat cerdas 😘
YAKARO: Terimakasih 🙏
total 1 replies
Doddy kun
Lumo sangat cerdik. menggunakan kesempatan untuk memperkuat diri 💪
YAKARO: Yoi. terimakasih🙏
total 1 replies
Doddy kun
proses pengobatan yang sangat sulit
Doddy kun
mantap lumo
Doddy kun
Ceritanya bagus, cukup memuaskan sejauh ini. perkembangan MC juga cepat, jadi GK ngebosenin. bintang lima thor 🤟
WaViPu
Up banyak thor
WaViPu
Mantap Lumo, kau paling best
Doddy kun
semakin menarik
WaViPu
Hahaa tetua nya aneh banget, Tiba-tiba pingin menjadi murid Lumo
Doddy kun
mantap lanjutkan
Don Pablo
Oke, Lumo mencoba bermain dengan api 🔥
Doddy kun
mantap thor. perkembangan nya cepat 💪
Doddy kun
wkwkwk. ngopo kui wedok an aneh 🤣
Doddy kun
mantap thor, gass terus
Adrian Koto
cerita kolosal ada nuansa misterinya 🙂👍
HUOKIO
Disturbing banget Thor 😁
Don Pablo
untuk awal bagus, tapi kalau menurun kualitas nya, ku turun kan bintang nya😛
Don Pablo
melepaskan anak panah🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!