Suara Raja Bramasta terdengar tegas, namun ada nada putus asa di dalamnya
Raja Bramasta: "Sekar, apa yang kau lakukan di sini? Aku sudah bilang, jangan pernah menampakkan diri di hadapanku lagi!"
Suara Dayang Sekar terdengar lirih, penuh air mata
Dayang Sekar: "Yang Mulia, hamba mohon ampun. Hamba hanya ingin menjelaskan semuanya. Hamba tidak bermaksud menyakiti hati Yang Mulia."
Raja Bramasta: "Menjelaskan apa? Bahwa kau telah menghancurkan hidupku, menghancurkan keluargaku? Pergi! Jangan pernah kembali!"
Suara Ibu Suri terdengar dingin, penuh amarah
Ibu Suri: "Cukup, Bramasta! Cukup sandiwara ini! Aku sudah tahu semuanya. Aku tahu tentang hubunganmu dengan wanita ini!"
Bintang Senja terkejut mendengar suara ibunya. Ia tidak pernah melihat ibunya semarah ini sebelumnya.
Raja Bramasta: "Kandahar... dengarkan aku. Ini tidak seperti yang kau pikirkan."
Ibu Suri: "Tidak seperti yang kupikirkan? Jadi, apa? Kau ingin mengatakan bahwa kau tidak berselingkuh dengan dayangmu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainul hasmirati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bintang Senja, Putri Kedua Kerajaan Kencana Loka
Senja merambat turun di kaki langit, mewarnai Kencana Loka dengan rona keemasan. Di salah satu menara tertinggi istana, Bintang Senja, sang putri kedua, menatap nanar ke kejauhan. Pikirannya berkecamuk, dipenuhi bayangan tentang masa depannya yang suram.
Sebagai putri kedua, Bintang Senja selalu berada di bawah bayang-bayang kakaknya, Putri Kirana. Kirana, dengan kecantikan dan keanggunannya, adalah permata Kencana Loka, pewaris takhta yang dipersiapkan sejak lahir. Sementara Bintang Senja, dengan sifatnya yang pemberani dan gemar berpetualang, merasa terkekang dalam aturan istana.
"Bintang," suara lembut memanggilnya. Ratu Kandahar, ibunda Bintang Senja, menghampirinya dengan senyum teduh.
"Kenapa kau termenung di sini, Nak?"
Bintang Senja menghela napas. "Ibu, aku tidak bisa terus seperti ini. Aku merasa seperti burung dalam sangkar emas."
Ratu Kandahar menggenggam tangan putrinya. "Ibu mengerti, Bintang. Tapi kau adalah seorang putri. Kau memiliki tanggung jawab terhadap kerajaan ini."
"Tapi aku tidak ingin menikah dengan pangeran pilihan ayah. Aku ingin menentukan jalanku sendiri," jawab Bintang Senja dengan nada memberontak.
Ratu Kandahar terdiam sejenak. "Ibu tahu kau berbeda dari Kirana. Tapi ketahuilah, semua yang ayahmu lakukan adalah demi kebaikan Kencana Loka."
Bintang Senja menunduk. Ia tahu ibunya benar. Ayahnya, Raja Bramasta Surya, adalah pemimpin yang bijaksana dan dicintai rakyatnya. Tapi ia tidak bisa mengerti mengapa ayahnya begitu keras kepala dalam menjodohkannya dengan Pangeran Rockwell dari kerajaan tetangga.
"Pangeran Rockwell adalah pilihan yang tepat untukmu, Bintang. Pernikahan ini akan memperkuat aliansi antara kerajaan Kencana Loka dan kerajaan Aetheria " Raja Bramasta Surya tiba-tiba muncul di menara, wajahnya tampak tegas.
Bintang Senja menatap ayahnya dengan berani dan tidak merasa takut sedikitpun.
"Aku tidak mencintai Pangeran Rockwell, Ayah. Aku tidak bisa menikah dengannya."
Raja Bramasta Surya menghela napas berat. Dan sangat murka dengan apa yang Bintang ucapakan barusan, membuatnya sangat marah besar.
"Ini bukan tentang cinta, Bintang. Ini tentang masa depan kerajaan."
tak mau kalah Bintang menatap ayah nya dengan tatapan marah dan kecewa terhadap ayahnya dan tak habis pikir.
"Lalu bagaimana dengan masa depanku, Ayah? Apakah aku tidak berhak bahagia?" air mata mulai membasahi pipi Bintang Senja.
Raja Bramasta Surya terdiam. Ia tidak pernah melihat putrinya begitu terluka. Tapi ia tidak bisa mengubah keputusannya. Pernikahan ini harus terjadi.
"Keputusan ayah sudah bulat, Bintang. Kau akan menikah dengan Pangeran Rockwell," ucap Raja Bramasta Surya dengan suara berat sebelum meninggalkan menara.
Bintang Senja terduduk lemas. Ia merasa dunianya runtuh. Tidak ada jalan keluar. Ia harus menerima takdirnya sebagai seorang putri yang terikat oleh aturan dan tradisi.
Di kamar Bintang Senja, malam hari...
Bintang Senja terduduk lemas di tepi tempat tidur.
" menerima takdirku!!!?." Air mata menetes di pipinya
"Tidak... tidak mungkin pasti ada jalan keluar. Aku harus mencari cara agar ini semua tidak terjadi..."
Tiba-tiba, Bintang Senja mengangkat kepalanya, matanya berkilat tekad.
Bintang Senja berbicara pada dirinya sendiri, dengan suara bergetar.
"Tidak! Aku tidak bisa menyerah. Pasti ada cara... Aku akan mencari cara untuk melarikan diri. Aku akan membuktikan pada Ayah... aku berhak menentukan hidupku sendiri."
Bintang Senja bangkit dan berjalan menuju meja kerjanya. Ia mengambil pena dan mulai menulis sesuatu di selembar perkamen
Keesokan harinya, di dapur istana...
Bintang Senja dengan suara berbisik "Maya, aku butuh bantuanmu."
Maya seorang pelayan muda, menoleh dengan cemas "Putri? Apa yang bisa saya lakukan?"
"Aku akan melarikan diri. Aku tidak bisa menikah dengan Pangeran Rockwell. Aku butuh bekal... makanan, air, pakaian yang bisa menjadi penyamarkan ku."
Maya terkejut "Melarikan diri?! Tapi, Putri, itu berbahaya! Jika ketahuan..."
Bintang Senja menggenggam tangan Maya "Aku tahu risikonya, Maya. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku mohon, bantu aku."
Maya menunduk sejenak, lalu mengangkat kepalanya dengan tekad "Baiklah, Putri. Saya akan membantu Anda. Tapi Anda harus berjanji untuk berhati-hati."
Bintang Senja tersenyum tipis "Aku janji, Maya. Terima kasih."
Di gudang pakaian istana...
Bintang Senja berbisik "Rudi, aku butuh pakaian piyama tidur. Sesuatu yang bisa membuatku terlihat seperti gadis desa."
Rudi seorang pelayan laki-laki yang lebih tua, menggaruk kepalanya "Pakaian tidur? Tapi, Putri..."
"Aku tahu ini aneh, Rudi. Tapi aku mohon, jangan tanya apa-apa. Aku akan menjelaskannya nanti. Bisakah kau membantuku?"
Rudi menghela napas "Baiklah, Putri. Saya akan mencarikan sesuatu untuk Anda. Tapi berjanjilah untuk menjaga diri baik-baik."
Bintang Senja: "Aku janji, Rudi. Terima kasih banyak."
Malam harinya, di halaman belakang istana...
Bintang Senja berpakaian seperti pemuda desa, membawa tas berisi bekal "Aku siap."
Maya dengan mata berkaca-kaca "Hati-hati di jalan, Putri. Semoga Anda berhasil."
"Jangan lupakan kami, Putri. Kami akan selalu mengingat Anda."
Bintang Senja tersenyum sedih "Aku tidak akan pernah melupakan kalian. Terima kasih atas segalanya."
Bintang Senja berbalik dan berjalan menuju gerbang belakang istana, menghilang di bawah naungan bintang-bintang. Ia memulai petualangan barunya, sebuah pelarian yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Tiba-tiba, Arya muncul dari balik bayangan, wajahnya tampak serius
"Putri, tunggu!"
Bintang Senja terkejut "Arya? Apa yang kau lakukan di sini?"
"Saya datang untuk memastikan Anda selamat, Putri. Saya tidak bisa membiarkan Anda pergi sendirian."
"Tapi, Arya... ini berbahaya. Jika Raja tahu kau membantuku..."
Arya memotong perkataan Bintang Senja "Saya sudah mempertimbangkan semuanya, Putri. Saya siap menghadapi risikonya. Saya tidak bisa melihat Anda menikah dengan Pangeran Surya, sementara hati Anda tidak di sana."
Bintang Senja terharu "Arya... kau benar-benar setia."
"Kesetiaan saya hanya untuk Anda, Putri. Sekarang, mari kita pergi. Setiap detik sangat berharga."
Arya menuntun Bintang Senja menuju gerbang belakang istana. Maya dan Rudi saling berpandangan, cemas dengan apa yang akan terjadi
Maya "Hati-hati, Putri. Semoga dewa melindungi Anda."
Rudi "Dan semoga Arya selalu berada di sisi Anda."
Bintang Senja mengangguk "Terima kasih, . Aku akan selalu mengingat kalian."
Arya membuka gerbang belakang istana, dan Bintang Senja melangkah keluar, dan menghilang di bawah naungan bintang-bintang, memulai pelarian Bintang yang penuh dengan bahaya dan ketidakpastian.
Maya dan Rudi menatap kepergian mereka dengan cemas, berharap yang terbaik untuk sang putri dan pengawal setianya.
"Putri, kau harus berhati-hati. Para prajurit pasti akan mengejar mu."
"Saya tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Anda, Putri. Saya akan melindungi Anda dengan nyawa saya."
"Apakah Anda baik-baik saja, Putri? Apakah Anda butuh sesuatu?"
"Saya tahu ini sulit, Putri. Tapi kita harus terus maju. Kita tidak bisa menyerah."
"Saya percaya pada Anda, Putri. Saya tahu Anda akan berhasil."