I Ketut Arjuna Wiwaha — atau Arjun, begitu orang-orang memanggilnya — pernah jatuh dalam perasaan yang salah. Cinta terlarang yang membuatnya kehilangan arah, membuat jiwanya hancur dalam diam.
Namun, saat ia hampir menyerah pada takdir, hadir seorang gadis bernama Saniscara, yang datang bukan hanya membawa senyum, tapi juga warna yang perlahan memperbaiki luka-lukanya.
Tapi apakah Saniscara benar-benar gadis yang tepat untuknya?
Atau justru Arjun yang harus belajar bahwa tidak semua yang indah bisa dimiliki?
Dia yang sempurna untuk diriku yang biasa.
— I Ketut Arjuna Wiwaha
Kisah cinta pemuda-pemudi Bali yang biasa terjadi di masyarakat.
Yuk mampir dulu kesini kalau mau tau tentang para pemuda-pemudi yang mengalami cinta terlarang, bukan soal perbedaan ekonomi tapi perbedaan kasta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4.
🕉️🕉️🕉️
Juna sampai di rumah dan membersihkan diri lalu ingin pergi tidur. Sebelumnya Bli Yan sudah menunggunya di kamarnya sambil rebahan.
"Gimana Jun?" tanya kakaknya pada Juna yang menatapnya dengan tajam.
"Gak gimana gimana sih ya. Juna sih pengen jauhin Dinda tapi Bli Yan, Juna kayak gak rela." ujar Juna pada kakaknya yang tersenyum padanya.
"Iya, Juna. Bli Yan tau tapi mau gimana kalian kan beda ya. Bli Yan oke aja kalau kamu sama Dinda tapi kalau udah ada peringatan dari orangtuanya apalagi dari ajiknya Dinda. Sarannya mesti mundur." ucap Bli Yan pada cowok itu, adik kecilnya kini sudah dewasa sudah punya cerita cinta sekarang.
Entah, Juna yang akan memutuskan sendiri dan tugas sang kakak hanya mendukung dan mengawasinya saja.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali ia olahraga terlebih dahulu walaupun di rumah lebih aman dari pada jauh jauh juga.
"Om Swastiastu," terdengar suara pria paruh baya yang datang, Juna menghentikan aktivitasnya dan menghampiri keluar gerbang.
Om Swastiastu adalah salam umat Hindu yang artinya bermakna mendoakan yang ditemui atau lawan bicara agar selalu diberikan kerahayuan, kebahagiaan selama hidupnya.
"Om Swastiastu," jawab Juna namun ia juga kaget ternyata ada ayah dari Dinda yang tiba-tiba datang kerumahnya.
"Ada apa jik?" tanya Juna pada ayah dari Dinda yang terlihat dari raut wajahnya marah.
"Arjun, Dayunda dimana ?" tanya pria itu dengan wajah tegangnya.
"Ampura nggih, tapi tiang tidak tau dayunda ada dimana." jawab Juna halus.
Ampura artinya maaf dalam bahasa Bali.
Tiang artinya saya dalam bahasa Bali.
Karena Wayan yang mendengar suara ribut-ribut, ia datang dan menghampiri mereka berdua.
"Ampura, ini ada apa ya?" tanya Wayan pada pria paruh baya itu.
"Dayunda dari kemarin gak pulang pulang dan saya lihat bunga mawar dari Juna. Mungkin Juna bawa anak saya." jawab pria itu lagi dengan emosi yang melonjak.
"Juna?"
"Ampura jik, kemaren tiang memang ngajak dayunda keluar tapi Dayundanya gak mau ijin ke ajiknya dan dia minta langsung pergi, setelah itu tiang sudah mengantarkan Dayunda pulang." jelas Juna dengan tegas menyatakan bahwa ia kemarin memang bersama Dinda dan mengantarkannya langsung pulang ke rumahnya.
"Dayunda tidak pulang sampai hari ini, nak Arjuna, tiang harus gimana? Kemana dayunda? Apa salah ajik sampai dia ninggalin rumah." raut wajah sedih dari seorang ayah sangat di rasakan Juna.
"Mungkin bisa tiang bantu jik, mau tanya temen-temen dulu." Juna segera menelepon teman-temannya yang dekat dengan Dinda namun satupun mereka tidak mengetahui dimana Dinda.
Teman-teman Juna segera datang ke rumahnya juga untuk membantunya mencari Dinda.
"Gimana Jun, ada kabar gak ?" tanya Gungsan pada Juna, cowok itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Hm, lo inget gak Jun waktu kita lewat depan kantin sekolah?" tanya Sanis pada Juna yang menganggukkan kepalanya dan menoleh ke arah Sanis.
"Iya Nis, gue inget ada cowok yang ngajak dia pulang bareng kan ya?" tanya Juna padanya.
"Iya, gue juga lihat tapi, gak tau juga sih ya itu memang dia cowok itu." jawab Sanis pada Juna yang mengerti dengan ucapan Sanis. Raut wajah Arjuna berubah dan ia tau siapa cowok itu lalu ia harus segera bergegas menuju ke tempat yang ia ketahui.
"Gue tau dia dimana." Juna pergi dan mengambil kunci motornya.
"Gung, Indra, Wis, ayok ikut gue." ucap Juna pada temannya itu, mereka bersedia ikut dengan Juna.
................
Ternyata benar apa kata Sanis tadi, ia menemukan Dinda di sebuah villa yang waktu itu mereka kunjungi saat reunian.
Dan villa itu milik teman dari Juna yang lumayan terkenal dengan sebutan 'sultan' yap, dengan bergelimang harta.
Ia melihat Dinda dan cowok itu duduk di sebuah kayu seperti tempat duduk di depan api unggun.
"Juna, samperin dong!" gertak Indra pada Juna yang hanya diam saja tak berkutik lagi, Gungsan menepuk pundaknya dan menarik Juna menjauh dari pohon tempat mereka mengintip.
Indra heran dengan temannya itu, hanya diam saja tak bertindak lagi.
"Udahlah, dra buat apa gue bertindak kalau dia adalah orang yang pantas bersanding sama dia." ucap Juna pada teman-temannya itu.
"Lo gak lihat Jun? tadi ajiknya dayunda sedih karena dayunda gak pulang-pulang?" tanya Wisnu pada Juna saat ini.
"Iya, gue tau itu dan mungkin juga gue harus mengakhiri semuanya." ucap Juna yang tersenyum miring lalu bangkit dari tempatnya dan berjalan dengan wajah yang serius.
"Lo harus kasik cowok itu pelajaran." kata Indra pada Juna hanya menggelengkan kepalanya.
"Enggak In, buat apa buang tenaga? gue mager cari masalah fisik, cukup gue punya masalah hati ajah. Dan semuanya akan berakhir dengan cepat kalau kita menerima kenyataan." jelas Juna pada temannya itu.
"Hm, okey Juna. Biarin aja guys gue percaya sama dia." ucap Wisnu lagi yang menepuk pundak kedua temannya itu. Dan Juna pergi menghampiri Dinda dan cowok itu sedang mengobrol sambil tertawa, mungkin bahagia kali ini yang menghampiri mereka berdua dan saatnya ia tak mengganggu hubungan antara keduanya.
"Dinda," panggil Juna dengan nada lembutnya. Juna tersenyum pada Dinda yang kaget mendengar kedatangan Juna yang tau jika dirinya ada disini.
"Arjuna?" wajah Dinda seakan takut dan kaget dan menghampiri cowok itu. Cowok yang di ajak Dinda memperhatikan mereka berdua yang sedang bermasalah dengan sebuah hubungan mereka.
Juna menatap mata gadis itu yang berkaca-kaca saat ini. Jujur hati Juna bergetar hebat dengan mengatakan hal itu, namun disisi lain jika ia melanjutkan ini hatinya akan seperti debu.
"Untuk apa kamu menatap aku kayak gitu. Gak ada gunanya buat aku." ucap Juna datar pada Dinda yang ingin memeluk tubuh kekar Arjuna. Namun cowok itu mengelak darinya rasanya tak ingin merasakan hati yang tulus ini memenuhi perasaan terhadap gadis yang ia sayangi saat ini.
"Jun, aku gak seperti yang kamu pikirkan." suara gadis itu bergetar ingin menangis berusaha menjelaskan tentang dirinya saat ini.
"Dinda, kita beda kamu berkasta dan aku hanya orang biasa dan hubungan kita erat dari hati ke hati. Lalu ibu kamu dua hari yang lalu marah besar tau tentang hubungan kita. Aku tau kamu gak mungkin mengungkapkan bahwa kita memiliki hubungan." jelas Juna lagi pada Dinda. Masih dengan tatapan mata sendu
"Aku terpaksa Jun." jawab Dinda pada Juna yang menganggukkan kepalanya mengerti.
"Aku sudah percaya sama kamu Dinda, apa yang membuat kamu meragukan ini? Apa perbedaan kita dan rumor kita di sekolah ? Dan juga hubungan cinta terlarang juga? Sudah tentu pasti." Dinda terdiam dan menatap wajah Arjuna yang masih menahan rasa sakit hati itu.
"Udahlah Dinda, makasih buat 2 tahun ini." Lanjut Juna pada gadis itu akhirnya menangis, yang tak ada reaksi apapun dari Juna masih datar.
"Ouh iya, tadi ajik kamu datang ke rumahku dan kamu gak pulang dari kemarin bukan? sekarang kamu menghancurkan hati orang tua kamu dengan pergi dengan cowok ini?" Juna menatap ke arah cowok itu yang ada di belakang Dinda.
"Aku .... Juna ... Aku punya alasan untuk ini." Dinda terisak dan menangis sejadi-jadinya.
"Sorry, gue gak maksud buat hubungan kalian kandas." ucap cowok itu pada Juna.
"Lo lebih pantas bersanding dengan dia." ucap Juna pada cowok itu dan pergi meninggalkan mereka berdua.
"Junaaa!?" panggil Dinda yang berlari memeluk tubuhnya dari belakang hatinya dipenuhi kabut rindu tapi awan mendung ini juga memenuhi hatinya dan sangat sakit jika mengingat perkataannya tadi.
"Dinda, mulai sekarang kita tidak ada hubungan lagi. Terima kasih sekali lagi sudah mewarnai hari-hariku." Juna melepaskan pelukannya tanpa menatap wajah gadis itu yang sembab karena tangisannya.
Juna Setega itu? Bukan, takdir yang membuatnya menjadi seperti ini meninggalkan sesuatu yang membuat dirinya sendiri tersakiti? Mungkin itu adalah hal yang memang harus dilakukannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung (っ˘̩╭╮˘̩)っ