Sari, seorang gadis desa yang hidupnya tak pernah lepas dari penderitaan. Semenjak ibunya meninggal dia diasuh oleh kakeknya dengan kondisi yang serba pas-pasan dan tak luput dari penghinaan. Tanpa kesengajaan dia bertemu dengan seorang pria dalam kondisinya terluka parah. Tak berpikir panjang, dia pun membawa pulang dan merawatnya hingga sembuh.
Akankah Sari bahagia setelah melewati hari-harinya bersama pria itu? Atau sebaliknya, dia dibuat kecewa setelah tumbuh rasa cinta?
Yuk simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon. Dengan penulis:Ika Dw
Karya original eksklusif.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Lepas Tanggung Jawab
"Menyebalkan sekali! Baru pulang udah dapat masalah! Itu bocah benar-benar kurang ajar! Bisa-bisanya dia kabur. Kalau nggak nyaman tinggal di rumah kan harusnya pamitan baik-baik, bukan malah mencuri bahkan kabur."
Sepanjang perjalanan mencari keberadaan Sari Laras mengomel-ngomel. Farhan sang kakak dan ibunya Hesti uring-uringan memintanya untuk mencari keberadaan Sari. Hingga di pertigaan dia tak juga mendapati Sari, tapi dia melihat beberapa orang bergerombol sedang berbincang bincang.
"Kasihan sekali nasibnya, menjadi korban tabrak lari. Mana keluarganya nggak ada yang tahu," celetuk warga.
"Iya, bahkan sampai saat ini gadis itu belum juga sadar. Lukanya lumayan parah. Mau cari tahu ke mana lagi untuk memberitahu keluarganya?"
Obrolan warga itu cukup membuatnya tertarik. Dia menghentikannya laju sepedanya dan mencaritahu mengenai orang yang kini menjadi korban tabrak lari. Kalau bukan demi ibunya ia juga tak akan sudi bersusah payah untuk mencarinya.
"Permisi Pak, tadi bapak bilang ada korban tabrak lari. Kalau boleh tahu ciri-cirinya gimana ya?"
"Ciri-cirinya kalau nggak salah rambutnya sebahu, dia cantik dan masih sangat muda, kulitnya juga bersih, tapi sayangnya tadi sudah berlumuran darah. Kasihan sekali, bahkan sampai saat ini belum diketahui keluarganya."
"Terus sekarang gadis itu ada di mana?" tanya Laras.
"Dibawa ke rumah sakit terdekat."
Laras memutuskan untuk pergi ke rumah sakit terdekat di mana kakak laki-lakinya bekerja. Perasaannya mulai tak enak, ia hanya ingin memastikan kalau bukan gadis itu sebagai korban tabrak lari.
***
Laras menuju ruang pendaftaran dan bertanya mengenai pasien bernama Sari, tapi tak didapatkannya. Dia memutuskan untuk menuju ruang IGD, ia harus bisa memastikan kalau korban tersebut bukanlah wanita yang tengah dicarinya.
"Permisi suster, apa benar di sini tadi ada korban tabrak lari? Kira-kira sekitaran dua jam yang lalu."
"Oh..., iya benar nyonya, apakah korban itu keluarga anda? Sampai saat ini korban masih pingsan dan belum bisa dimintai keterangan."
"Kalau begitu izinkan saya untuk melihatnya. Saya khawatir karena salah satu pembantu saya ada yang keluar rumah, takutnya dia yang jadi korban. Kalian kenal sama saya kan? Saya ini Laras, adik kandungnya Dokter Farhan."
Suster yang bertugas di situ hanya diam tak ada yang menghiraukan ocehannya. Mereka tidak tertarik meskipun dia keluarga dari dokter Farhan. Mereka hanya iba pada pasien yang sampai saat ini belum juga sadar, ditambah lagi belum ada sanak keluarganya yang berdatangan untuk menjenguk.
"Mari nyonya, silahkan masuk. Barang kali orang yang anda cari memang gadis itu."
Laras memasuki ruangan IGD, matanya melotot saat memastikan bahwa orang yang dicarinya ternyata terkapar di atas berankar.
"Sari!"
"Anda mengenalnya nyonya?"
"Iya, ini orang yang saya maksudkan, dia ini pembantu saya. Bagaimana kondisinya?"
"Seperti yang anda lihat, dia kondisinya kritis. Syukurlah kalau nyonya memang ada kaitannya dengan pasien. Kalau begitu anda harus mewakili keluarganya untuk melakukan pembayaran di bagian administrasi."
Laras melotot tak menyetujuinya. "Sembarangan saja kalian! Bisa-bisanya kalian meminta saya untuk membayar biaya rumah sakitnya. Saya tegasin sekali lagi, saya ini majikannya, yang memiliki tanggungjawab untuk membiayainya di sini tentu keluarganya, bukan saya! Minta saja pada keluarganya, kenapa harus saya!"
Suster yang ada di ruangan itu saling bertatapan dengan gelengan kepala. Mereka tak habis pikir dengan pola pikir wanita itu, melihat pembantunya dalam kondisi kritis pun tak ada rasa iba ingin menolongnya. Lantas bagaimana ingin menghubungi keluarganya, sedangkan gadis itu masih belum sadar untuk dimintai keterangan.
"Maaf Nyonya, berhubung anda itu majikannya, berarti anda lah yang memiliki kewajiban untuk membantunya, ditambah lagi gadis itu tidak diketahui identitasnya. Bagaimana kami bisa menghubungi keluarganya? Sedangkan sampai saat ini kami belum mendapatinya sadarkan diri. Sekiranya anda lah yang harus membayar biaya administrasinya, nanti setelah keluarganya datang biar langsung digantikan oleh keluarganya."
Laras tetap ngotot dengan matanya melotot. Sepeserpun ia tak akan mengeluarkan uang untuk membantu pengobatan Sari. Ia bahkan sudah kehilangan uang sebanyak lima puluh ribu rupiah, dan ia tak mau kehilangannya lagi.
"Sekali tidak ya tidak! Saya nggak mau biayai pengobatannya. Lagian keluarganya tidak ada di daerah ini, dia datang dari perkampungan, kalau kalian mau nagih biaya pengobatannya ya datang saja ke kampungnya! Jangan bawa-bawa saya, karena ini tidak ada hubungannya dengan saya!"
Tanpa berbasa-basi Laras langsung pergi begitu saja. Suster yang ada di ruangan itu hanya terbengong melihat kepergiannya.
"Heran deh! Kok ada orang seperti itu! Katanya wanita ini pembantunya, sudah pasti menjadi tanggung jawabnya sebagai majikan, kok malah diabaikan? Kasihan sekali nasib gadis ini, mana dia belum sadar lagi!"
"Bukannya nyonya Laras itu saudaranya dokter Farhan? Bagaimana kalau kita hubungi saja dokter Farhan. Rasanya tidak mungkin kalau dokter Farhan bakalan ngebiarin gadis ini tanpa ada yang membantu, secara dia kan bekerja di kediaman orang tuanya?" Salah satu dari mereka memberikan usulan dan langsung mendapatkan persetujuan dari sistem yang lainnya.
"Setuju sus, tunggu apa lagi? Ayo kita hubungi dokter Farhan sekarang juga."
Tak memiliki pilihan lain, salah satu suster langsung menghubungi dokter Farhan, karena hanya beliau yang bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh pasien.
("Halo dokter, maaf sudah mengganggu istirahat anda.")
("Halo, ini dengan siapa ya?")
("Ini saya suster Siska!")
"("Iya, ada apa ya sus? Apa yang bisa saya bantu?")
("Ini mengenai pasien tabrak lari yang tadi pagi. Baru saja nyonya Laras datang ke sini untuk menanyakan tentang pasien tabrak lari dan ternyata pembantu di kediamannya. Berhubung nyonya Laras tidak ingin bertanggungjawab atas keberadaan pasien maka saya menghubungi dokter sebagai keluarga nyonya Laras. Ini bagaimana solusinya dokter? Bahkan sampai saat ini pasien belum juga sadarkan diri, hendak menghubungi keluarganya juga kesulitan.")
("Ya ampun..., Laras benar-benar keterlaluan! Ya sudah, saya ke sana sekarang!")
Sambungan terputus. Suster lega, setidaknya ia sudah menghubungi dokter Farhan untuk menyelesaikan biaya administrasinya.
***
Di rumahnya Farhan tergesa-gesa keluar dari dalam kamarnya dengan membawa tas kerja. Hesti sang ibu menautkan alisnya mendapati anak laki-lakinya yang nampak terburu-buru padahal baru saja tiba di rumah. Dia pun bergegas menyusulnya keluar halaman dengan berjalan agak cepat.
"Farhan! Kamu mau ke mana lagi? Bukannya tadi kamu bilang sudah selesai kerja dan ingin beristirahat?"
Farhan berhenti dan menoleh sekilas untuk menjelaskan pada ibunya mengenai kelakukan Laras adik perempuannya.
"Ma, Mama tahu tidak, Laras sudah begitu keterlaluan terhadap pembantu baru di sini. Dia menyuruhnya membeli makanan hingga membuatnya tertabrak mobil dan sekarang ada di rumah sakit dalam kondisi kritis. Laras yang dimintai pertanggungjawaban untuk membiayainya malah meninggalkannya begitu saja."
"A—apa kamu bilang? Sari kecelakaan?"