Kebahagiaan dan kehidupan damai yang diharapkan raisa, cewek keras kepala, dan galak, tiba tiba sirna, ketika ia dipertemukan dengan seseorang yang menurutnya menyebalkan, dan selalu membuat emosinya naik setiap saat.
Banyaknya lika liku kehidupan yang menumbuhkan benih cinta, terpaksa membuat raisa membuka kembali lembaran dimasa lalunya, dan, mencari siapa sebenarnya seseorang yang menjadi pahlawan kecilnya.
akankah raisa menemukan siapa pahlawan kecilnya?
atau ia harus melupakan dan mencari hati yang lain untuk berubah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellmei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Cowok itu tertawa renyah melihat beberapa mobil menuju samping persembunyiannya, tanpa sepengetahuan mereka, dicky sudah menaruh GPS di salah satu mobil mereka, jadi mudah untuknya mengetahui aksi yang akan dilakukan mereka, ia melipat tangannya, menikmati pertunjukan yang akan ia buat untuk menyambut kedatangan adik tercintanya.
Beberapa jam yang lalu, anak buah dicky menemukan beberapa orang utusan yang mengawasi tempatnya, namun saat para utusan itu sampai di lokasi, mereka tidak mungkin bisa menemukan tempat persembunyiannya, mereka hanya akan menemukan pepohonan rindang yang berjejer rapi
Bawah tanah adalah tempat yang paling sempurna untuk dicky menenangkan diri dari keramaian, siapapun juga tidak akan menyangka bahwa di bawah sana ada sebuah rumah yang telah dicky bangun setelah rumahnya, cowok itu telah menyusun semuanya dengan rapi tanpa sepengetahuan siapapun, hanya orang-orang kepercayaan dicky yang mengetahui tempat ini.
"Bos, apa kita perlu membawa senjata tajam" tanya salah satu anak buah dicky saat masuk ke ruangan pribadinya, dicky berbalik dan tersenyum miring
"Denny mati di tangan gue udah cukup" jawab dicky lugas, ia menepuk bahu anak buahnya pelan, ia sudah menganggap semua anak buahnya seperti saudara sendiri, termasuk geng harimau hitam, geng itu adalah rumah dan keluarga baginya.
"Gue pamit dulu bos" dicky tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban, ia kembali melihat layar laptop, menunggu saat-saat dimana adik kesayangannya tiba di tempatnya.
"Gue bales semuanya den" batinnya dengan tangan yang terkepal kuat, sampai-sampai buku-buku tangannya memutih, wajahnya memerah menahan amarah
💫💫💫
Andika mengernyit bingung saat sampai di tempat yang dimaksud erland, karena tempat itu kosong, tidak ada perumahan dan jauh dari keramaian, yang terlihat hanya permohonan rindang seperti dugaannya, tempat itu adalah hutan, ia turun dari mobil diikuti teman-temannya yang lain, andika juga sudah menghubungi denny, mengabari cowok itu bahwa mereka sudah mengetahui keberadaan raisa.
"Bang lo yakin di sini tempatnya?" tanya andika memastikan
"Iya gue yakin di sini, GPS nunjukin keberadaan raisa berhenti di sini, tepat di pohon itu" erland menunjuk salah satu pohon yang ada di depan mereka, pohon itu terlihat aneh berbeda dengan yang lain, entah apa yang ada di sana, merekapun melangkah mendekat pada pohon, mengelilinginya.
"Bang di sini kosong, nggak ada apa-apa" kelvin berujar kebingungan
Erland menatap sekeliling tanpa menjawab perkataan Kelvin, cowok itu hanya mengalihkan pandangan dari atas ke tanah, ia tersenyum penuh arti
"Interesting, orang ini lumayan pintar juga, dan udah rencanain semuanya dengan baik" ada jeda "yang kita lihat mungkin cuma pohon di sekeliling kita, disini pasti ada CCTV yang merekam pergerakan kita, mereka ada di bawah tanah" erland kembali melanjutkan, menatap sekelilingnya dengan seksama.
"Jadi...? "
"yap kita harus bagi kelompok, gue sama andika sama denny sembunyi dulu, sisanya waspada di sini, gue mau ngeretas sandinya biar kita bisa masuk, burung itu keliatan gak pernah gerak, hancurin sekarang, burung itu bisa jadi CCTV" jelas erland panjang kali lebar, sangat rinci, membuat mereka semua mengangguk, ada rasa kagum melihat kemampuan erland yang sangat mahir hal seperti ini.
Revan kelvin dan reza pun menghancurkan burung yang erland maksud, benar saja, burung itu CCTV.
Tepat setelah erland, denny dan andika bersembunyi, segerombolan orang melangkah mendekat ke arah kelvin, revan dan reza, sebagian dari mereka ada yang membawa kayu dan ada yang menggunakan tangan kosong.
"Kami beri kalian kesempatan, pergi dari sini sebelum kami hajar kalian bertiga" seru seseorang yang berdiri paling depan mewakili teman-temannya.
"Di dalam kamus 5 keluarga besar, gak ada kata mundur, jadi nyu nyu nyu nyu bla bla bla bla" kelvin melucu, mencoba mengurangi ketegangan, revan dan reza melongo mendengar perkataan kelvin, ketiga cowok itu menjadi tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya masing-masing.
"Anjir itu bahasa apaan?"
"perut gue sakit weh nahan tawa" komen revan dan reza yang memegangi perut masing-masing.
Sekumpulan orang itu menatap mereka bertiga heran, bisa-bisanya di saat suasana perang seperti ini ketiga cowok itu masih bisa melucu dan tertawa, padahal bisa jadi ini adalah ajal mereka.
"Woi bocah ingusan, gak usah ketawa lo bertiga, cepet pergi atau kami bantai" ucap salah satu dari mereka menatap ketiga cowok itu garang, yang hanya dibalas dengan cengiran oleh kelvin revan, dan reza
"gak usah ngegas dong, santai aja abang-abang semua, slow dong, emang nggak lelah berantem terus? lebih baik kita ngerumpi aja bang sambil ketawa-ketiwi biar seru gitu" balas kelvin mengangkat kedua tangan di depan dada
"Alah gak usah banyak bacot lo, SERANG" terjadilah pertempuran hebat diantara mereka, kelvin dan yang lain berjaga-jaga dan mulai melawan saat segerombolan orang dengan badan kekar mulai mendekati mereka bertiga.
"Kita gak boleh lengah, gue yakin kita bisa buat hadapin mereka" revan memberi semangat kepada keduanya, ia mengusap perlu yang sudah membanjiri keningnya, meski jumlah mereka kalah telak dari segerombolan orang yang mereka lawan.
beberapa orang sudah terkapar lemah di atas tanah, dari atas tubuh mereka tiba-tiba jatuh sebuah kurungan besi, yang sekarang sudah mengurung mereka bertiga, sehingga ketiganya tidak bisa kemana-mana.
"Pengecut lo semua, mainnya jebakan" teriak kelvin emosi sambil menendang besi yang ada di hadapannya, kelvin memukul-mukul besi itu sangat emosi, reza menepuk bahu kelvin pelan, mencoba meredam emosi cowok itu.
"Vin vin udah vin"
"gak bisa dibiarin, mereka pengecut"
"Udah vin, kita tunggu yang lain aja, gue yakin mereka pasti berhasil" ujar revan yang juga ikut menenangkan emosi kelvin.
Segerombolan orang itu pergi menjauh meninggalkan dua orang saja yang menjaga di depan jeruji besi itu, agar ketiga cowok itu tidak bisa kemana-mana.
"Oh shit" geram kelvin yang mencoba menahan emosinya, is terduduk ditanah diikuti reza dan kelvin yang duduk di sampingnya.
💫💫💫
Erland masih tetap sibuk mengotak atik laptopnya, andika dan denny duduk di samping cowok itu berjalan-jaga takut keberadaan mereka diketahui oleh seseorang, mereka bertiga duduk di belakang semak-semak sehingga menyamarkan keberadaan mereka, andika melihat sekeliling tak jauh dari tempat persembunyian mereka,ketiga temannya terkurung di balik jeruji besi.
"Reza sama yang lain udah ketangkap" gumam andika pelan, namun masih bisa didengar oleh denny.
Erland menghembuskan nafas lega, akhirnya pekerjaannya selesai setelah menunggu beberapa lama, tepat setelah ia menekan tombol terakhir dari laptopnya, sebuah lubang besar terbuka di bawah pohon paling besar di hadapan mereka, tentunya tidak ada orang yang menjaga tempat itu jadi mudah untuk erland dan yang lain masuk.
"Bentar" cegah erland pada andika saat cowok itu hendak masuk ke dalam, menuruni tangga.
"Kenapa bang?"
"Targetnya itu denny, gue takut mereka udah ngerencanain sesuatu di dalam sana" erland menaruh tangan di dagunya berpikir sejenak, rencana apa yang pas agar mereka bisa masuk dengan aman.
"Gue rasa lo berdua harus tukeran baju deh, soalnya badan kalian tuh sebelas dua belas lebih mirip daripada badan gue, jadi bisa ngelabuhin mereka" ia melempar topi yang ia kenakan pada denny, andika dan denny saling pandang satu sama lain, kemudian mengangguk setuju.
"Andika pakai topi itu, jadi denny juga harus pakai topi"
Setelah semuanya siap, merekapun mulai melangkah ke dalam memasuki ruang bawah tanah yang terlihat gelap.
Sesampainya di dalam, andika menatap sekeliling takjub, tidak menyangka bahwa ruang bawah tanah itu terlihat mewah dan elegan.
"Kayaknya kita harus mencar deh" erland memandang denny dan andika
"Den lo ke sana aja, dan andika ke sebelah kiri, gue lurus " jelas erland karena memang jalan didepan mereka menjadi 3 lorong, mereka berdua mengangguk, mulai langkah ke arah yang ditunjukkan oleh erland.
Denny melangkah gusar, memegang erat sebuah flashdisk di tangannya, ia benar-benar merasa bersalah karena telah menyebabkan raisa dalam bahaya, seandainya denny lebih awal menjelaskan kepada dicky tentang apa ya terjadi sebenarnya, mengenai kematian tara, mungkin kejadian seperti ini tidak akan terjadi.
Seandainya denny bisa mencegah tara waktu itu, mungkin dicky dan denny masih seperti dulu, layaknya saudara kandung yang saling menyayangi, ia mengusap wajahnya kasar karena perasaan bersalah benar-benar menghantui dirinya.
Denny akhirnya sampai di ujung lorong, denny mengamati sekeliling ruangan itu di mana terdapat beberapa macam gucci dan lukisan sehingga senyum tipis tersungging dibibir denny.
"Ternyata lo gak berubah dik masih suka ngoleksi gucci sama lukisan" gumam denny nanar.
Ia melangkah mendekati pintu yang diyakininnya adalah sebuah kamar, denny memutar kenop pintu dengan pelan, dan mulai masuk ke dalam ruangan itu, betapa terkejutnya ia melihat beberapa bingkai foto yang terpanjang di sisi ruangan pintu, denny melangkah mendekat pada beberapa foto itu, ia benar-benar tidak menyangka dicky masih menyimpan foto masa-masa kecilnya bersama denny, dari anak-anak sampai ia menjadi anak SMA, 1 tetes air mata turun di kelopak matanya, ia buru-buru menghapus air mata yang sempat menetes di pipinya.
"Gue tahu sebesar apapun ego lo buat nyingkirin gue, masih ada sepercik rasa sayang seorang kakak dihati lo buat gue" batin denny berujar lirih.
Pintu tiba-tiba tertutup, mengunci denny dari luar, ia melangkah mendekati pintu, memutar kenop untuk membukanya, tapi hasilnya nihil, sekuat apapun denny berusaha membukanya, pintu itu tetap tertutup rapat bersamaan denny di dalamnya.
"Sttt sial" makinya sambil menendang pintu keras.
💫💫💫
Di waktu yang sama, namun tempat yang berbeda, erland melangkah lurus menyusuri lorong bawah tanah di depannya, sampai di ujung, jalan itu buntu, erland menghela nafas kasar, iapun berbalik hendak melangkah ke luar, namun langkahnya tertahan saat dua orang menghalangi langkahnya, erland tersenyum kepada orang itu, dengan tampang yang tetap tenang.
"Gue paling anti kekerasan, jadi lebih baik kalian minggir, gue mau lewat" kata erland yang sekarang melipat tangan di depan dada dan menyadarkan tubuhnya pada dinding, menatap intens kedua orang di hadapannya.
"Gak usah sok suci lo kalau pernah megang yang namanya vodka"
Erland tersenyum miring, jujur saja, erland tidak pernah menyentuh minuman itu, ataupun masuk ke dalam club dan bersenang-senang di sana, ia paling anti dengan minuman dan tempat itu.
Di mana otak orang-orang di depannya ini yang seenaknya menuduh erland seperti itu? erland saja tidak pernah menghirup asap rokok, apalagi sampai meminum minuman memabukkan seperti itu, sekalipun tidak pernah terlintas di pikirannya untuk meminum minuman berbahaya seperti vodka dan meminum minuman membahayakan lainnya.
"Ya terserah deh, itu pendapat kalian, gue mau lewat permisi" erland hendak melangkah melewati kedua orang itu, namun kedua orang itu tidak membiarkan erland lewat dengan mudah, salah satunya malah menarik erland kasar sehingga ia terhempas ke belakang.
"Oke, ini kemauan kalian" erland tersenyum dan melangkah mendekat, lalu melayangkan sebuah tinju saktinya pada salah satu diantara mereka yang tadi memaki erland dengan kata-kata kotor, orang itu langsung terkapar di lantai, hidungnya mengeluarkan darah dan sudut bibirnya terluka.
"lo mau coba juga?" tawar erland pada satu orang yang tidak ia pukul, orang itu menggeleng ketakutan, meski wajah erland menyunggingkan senyum ramah, penuh ketenangan.
"Slow aja, gak usah takut, yaudah gue pamit" erland terkekeh lalu menepuk bahu orang itu dan mulai melangkah keluar dari sana.
💫💫💫
Sudah lebih dari setengah jam yang lalu ketiga cowok itu masih tetap terkurung di dalam jeruji besi, kelvin menghela nafas dan menghembuskannya kasar ia memeluk kedua lutut menenggelamkan wajahnya di sana.
Bukkk
Terdengar suara pukulan keras sehingga membuat ketiga menoleh ke arah sumber suara, vira dan kanza tersenyum pada ketiganya.
"Vir awas di belakang lo" teriak kelvin saat melihat seseorang hendak memukul vira dan kanza dari belakang, vira yang tidak mengerti hanya mengangkat satu alisnya bingung dengan perkataan kelvin
B u k
Vira terkejut saat mendengar suara keras tepat di belakang punggungnya, cewek itu berbalik dan mendapati seseorang telah ambruk karena pukulan keras dari nathan
"Sekarang lo aman" kekeh nathan dan keysha sembari mengacungkan jari jempol ke arah vira dan kanza, kelvin menghela nafas lega karena vira baik-baik saja, vira dan ketiga temannya melangkah mendekat ke arah tiga cowok itu dan membuka pintu jeruji besi dengan kunci yang sudah ia ambil dari penjaga yang sudah terkapar lemah di tanah.
Saat pintu berhasil dibuka, kelvin langsung memeluk vira dengan sangat erat, begitupun dengan revan, cowok itu ikut mendekap kanza dalam pelukannya.
"Gue rasa kalian jangan mesra-mesraan dulu deh, kasihan tuh reza jones sendirian" ujar nathan pada teman-teman yang lain, mereka semua terkekeh geli melihat reza memutar bola mata malas karena menjadi objek ejekan teman-temannya.
"Udah dong main-mainnya, lebih baik kita susul andika sama yang lain di bawah sana" revan berujar.
Mereka bertujuh pun mulai melangkah masuk ke arah tangga yang terbuka lebar.
💫💫💫
Andika menyusuri lorong yang sedikit gelap, entah itu hanya sekedar perasaannya atau tidak, ia merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang, ia tetap melangkah ke depan mencoba berpikir positif, namun lagi-lagi andika merasa seseorang mengikuti langkahnya, iapun berbalik ke belakang, namun tidak ada siapa-siapa di sana.
"Mungkin cuma perasaan gue kali" batin andika terus melanjutkan langkahnya.
Cowok itu sampai di sebuah ruangan yang sangat lebar, tempat itu seperti ruang keluarga, terdapat sebuah sofa di sisi ruangan, lengkap dengan televisinya, di sisi lain terdapat berbagai alat musik seperti piano biola dan berbagai alat musik lainnya, andika menatap sekeliling terdapat tiga buah pintu disana, yang ia yakini adalah sebuah kamar, entah kamar siapa, tempat itu begitu sepi dan sunyi.
"Raisa, lo di mana" andika berujar agak lantang
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu dari kamar sebelah kanan, andika melangkah mendekati pintu itu
"Raisa lo di dalam? jawab gue!"
"Andika gue di sini, tolongin gue"
"Lo mundur dulu sa, gue mau dobrak pintu ini" andika mulai mengambil ancang-ancang dan mulai mendobrak pintu di depannya.
Dobrakan pertama gagal, begitupun dengan dobrakan yang kedua, andika menghela nafas dan mencoba kembali mendobrak pintu di depannya, akhirnya didobrakan ketiga, pintu itu berhasil dibuka, raisa langsung berhambur ke dalam dekapan andika dan menangis di dalam sana, andika tersenyum kecil dan mengelus rambut raisa lembut
"Sttt, jangan nangis oke, lo sekarang aman sama gue" andika menangkup pipi raisa dan mengusap air mata cewek itu pelan, tiba-tiba seseorang memukul punggung andika keras dan menarik raisa menjauh.
"Lepasin gue, jangan sakitin dia, gue mohon" air mata raisa mengalir sangat deras saat melihat tubuh andika terkapar lemah dengan beberapa orang yang memukulinya tanpa ampun.
"Sekarang denny bakal mati di tangan gue raisa" ucap dicky dengan senyum miring yang tersungging dibibirnya, menikmati pemandangan yang sangat indah di depan matanya.
"Dia bukan denny" teriak raisa parau, cewek itu mencoba melepaskan genggaman tangan dicky yang menahannya.
Teman-teman raisa datang di waktu yang tepat, mereka menolong raisa dari cengkeraman dicky, raisa berjalan mendekat ke arah tubuh andika yang sudah terkapar lemah dan penuh dengan luka, dadanya benar-benar sesak, air matanya masih tetap menetes, raisa memeluk tubuh andika dalam pangkuannya
"Gue.....baik....baik....aja....sa....." andika mencoba untuk tersenyum dan mengelus pipi raisa lembut, perlahan semuanya menjadi gelap gulita, andika tidak sadarkan diri.
"Ka, jangan tinggalin gue" raisa memeluk tubuh andika yang penuh dengan luka yang mengeluarkan banyak darah, vira, kanza dan keysha yang melihat raisa terpukul, langsung menarik cewek itu ke dalam pelukannya, mereka ikut menangis tidak sanggup melihat wajah terpukul sahabatnya
Teman-teman andika hanya bergeming di tempat melihat andika yang terkapar dengan darah yang keluar dari luka-luka ditubuh andika, mereka diam membisu.
Denny benar-benar merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi saat ini, ia melangkah ke arah dicky kakaknya.
"Gue rasa lo harus dengerin penjelasan gue selama 3 tahun terakhir ini, dan lo harus tanggung jawab atas semuanya" denny tersenyum miris, menyerahkan flashdisk yang ia pegang, flashdisk itu berisi rekaman suara tara di mana kejadian sebelum insiden itu terjadi.
💫💫💫